Because We Care

Because We Care

Setiap tahunnya, tanggal 10 September diperingati sebagai World Suicide Prevention Day, yaitu Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia. Bagi Anda yang sering menonton televisi atau menyimak headline di media massa, tentunya tak asing dengan maraknya upaya bunuh diri. Ada yang dilakukan oleh orang dewasa, lanjut usia, bahkan anak-anak sekalipun. Bunuh diri memang tak pandang usia, siapapun berisiko.

Bunuh diri diartikan sebagai perilaku menyakiti diri yang bila tidak dicegah dapat mengakibatkan kematian. Terdapat berbagai kondisi yang berisiko tinggi memicu tindakan bunuh diri, misalnya:

1. Menderita penyakit kronis

Penyakit yang dialami dalam jangka panjang tentunya dapat menimbulkan penderitaan tak berkesudahan. Bayangkan saja bila kita terserang sakit kepala rasanya ingin langsung menenggak obat sakit kepala supaya reda. Apalagi orang-orang yang harus mengalami sakit kronis, tentunya mereka ingin agar ketidaknyamanannya segera terhapus. Kondisi sakit seperti epilepsi, demensia (kepikunan), kanker, HIV/AIDS, lupus, adalah contoh penyakit fisik yang bisa memicu tindakan bunuh diri. Pada orang lanjut usia, nyeri yang terus menerus juga bisa menimbulkan rasa frustrasi yang meningkatkan risiko terjadinya bunuh diri. Sehingga pada orang dengan penyakit kronis perlu diberikan pendampingan psikologis oleh tenaga ahli.

2. Penyalahgunaan zat

Bunuh diri sering didapatkan pada kelompok yang menyalahgunakan zat seperti alkohol, methamphetamine, kokain, ganja, dan lainnya. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya bunuh diri pada kelompok ini. Tindakan tersebut bisa terjadi saat seseorang dalam pengaruh zat yang memunculkan halusinasi atau rasa depresi, sehingga seseorang kehilangan kemampuan mengendalikan impulsnya. Oleh karena itu, orang yang menyalahgunakan zat perlu mendapatkan pertolongan medis.

3. Menderita gangguan kejiwaan

Bunuh diri erat kaitannya dengan gangguan kejiwaan, sehingga perlu ditangani secara medis. Gangguan kejiwaan seperti skizofrenia, depresi mayor, dan bipolar meningkatkan risiko bunuh diri karena adanya halusinasi dan keyakinan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Orang dengan gangguan jiwa juga besar kemungkinannya memiliki masalah kognitif sehingga berisiko melakukan tindakan bunuh diri.

Pada orang yang berisiko tinggi, perlu dilakukan penilaian secara berkala dan perawatan yang intensif untuk mencegah terjadinya bunuh diri. Kebanyakan orang berpikir bahwa menyinggung tentang bunuh diri adalah hal yang tabu. Hal ini merupakan stigma yang menghambat upaya penatalaksanaan bunuh diri. Justru bila kita tahu ada orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri, kita secara terbuka perlu menanyakannya. Lebih detil lagi mungkin membicarakan mengenai rencana yang dimiliki. Dengan mengetahui hal tersebut, kita dapat membantunya untuk menyediakan lingkungan yang aman.

Bunuh diri adalah salah satu contoh kegawatdaruratan di bidang kedokteran jiwa. Bila kita mengetahui orang yang memiliki pikiran bunuh diri atau berusaha melakukan tindakan untuk mengakhiri hidup, hendaknya kita dapat membantu mereka dengan mendengarkan mereka dan membawa ke tenaga kesehatan terdekat.

Let’s connect with our surroundings, communicate with each other, and tell our loved ones that we do care.

Artikel Terkait

Memahami kerja otak melalui efek Stroop

Kenali dan lindungi anak dari kejahatan pedofilia

Angsamerah di Konas 2 Bipolar dan Gangguan Mood Lainnya

Saatnya berkesehatan jiwa dalam berkomunikasi

Work Life Balance dan Hubungannya dengan Kesehatan Fisik & Mental

Mengenal Depresi

Sebelumnya
Selanjutnya

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.