Author

Dr. Hendra Gunawan & Dr. Oka Negara

Angsamerah Articles Benign Prostatic Hypertrophy

Benign Prostatic Hypertrophy

Pembesaran Prostat

Pembesaran prostat, mungkin istilah ini adalah istilah lazim yang sering kita dengar. Kita sering berpikir ketika terjadi suatu pembesaran prostat selalu identik dihubungkan dengan adanya proses keganasan pada prostat, padahal belum tentu semua pembesaran prostat merupakan kanker. Benign Prostatic Hypertrophy atau BPH adalah suatu keadaan di mana terjadi pembesaran prostat jinak yang bukan merupakan kanker yang sering didapatkan pada pria mulai usia paruh baya. Angka kejadian penyakit ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Artikel ini akan membahas sedikit informasi mengenai BPH.

Apakah BPH Itu?

BPH adalah suatu diagnosis histologis yang memiliki ciri adanya pertumbuhan berlebih sel-sel prostat. Obstruksi saluran kemih, infeksi saluran kemih berulang, adanya darah pada air seni yang baru terlihat dari pemeriksaan menggunakan mikroskop (hematuria makroskopis), batu saluran kemih, dan gagal ginjal kronik dapat terjadi secara sekunder akibat dari pembesaran sel prostat dan letak anatomisnya. BPH telah dianggap sebagai suatu proses yang normal dalam proses penuaan oleh karena perkembangannya dipengaruhi oleh hormon testoteron dan dihidrotestoteron (DHT) sehingga belum ditemukan strategi untuk mencegah terjadinya BPH. Diperkirakan 50% dari kelompok pria yang berusia 60 tahun telah menunjukkan gejala BPH dan persentase tersebut dapat meningkat menjadi 90% pada kelompok pria yang berusia 85 tahun.

Apa Saja Faktor Risiko BPH?

Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian BPH pada seseorang adalah:

  • Obesitas
  • Kurangnya aktivitas fisik
  • Disfungsi ereksi
  • Umur yang lebih tua
  • Adanya riwayat BPH pada keluarga.

Bagaimana Tanda dan Gejala BPH?

Pada umumnya tanda dan gejala yang ditimbulkan akan bersifat progresif sesuai dengan derajat pembesaran prostat. Kumpulan tanda dan gejala yang ditimbulkan dinamakanLower Urinary Tract Syndrome atau lebih sering disingkat LUTS. Tanda dan Gejala dari BPH antara lain:

  • Frekuensi berkemih: adanya keinginan untuk berkemih pada pada siang maupun malam hari (nokturia) dengan keluarnya air kencing dalam jumlah yang sedikit.
  • Urgensi berkemih: adanya sensasi atau keinginan untuk berkemih dalam waktu yang cepat, sehingga sering menyebabkan keluarnya air kencing tanpa kendali.
  • Hesitancy: suatu perasaan di mana penderita merasa sulit untuk memulai proses berkemih atau pancaran air kencing dirasakan melemah atau terputus-putus.
  • Adanya perasaan kurang lega setelah berkemih.
  • Straining: suatu perasaan di mana penderita merasa harus mengejan agar proses berkemih berjalan dengan lancar.
  • Penderita merasakan pancaran air kencing melemah seiring dengan berjalannya waktu.
  • Dribbling: keluarnya sejumlah kecil air kencing tanpa kendali.

Bagaimana Diagnosis BPH Ditegakkan?

Dokter akan menanyakan riwayat tanda dan gejala LUTS seperti yang disebutkan pada bagian sebelumnya kepada pasien. Penggalian riwayat aktivitas seksual dan fungsi seksual diperlukan oleh karena gejala tersebut merupakan faktor risiko independen pada disfungsi ereksi dan ejakulasi dini. Pemeriksaan fisik dan radiologis yang dilakukan untuk diagnosis BPH dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik urogenital, transrectal ultrasonography(TRUS), dan endoskopi. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa pemeriksaan colok dubur. Dalam pemeriksaan colok dubur dokter akan meraba prostat dengan jari melalui anus. Adapun hasil pemeriksaan colok dubur dijabarkan pada tabel di bawah berikut ini:

StadiumColok duburVolume sisa urin
IPenonjolan prostat, batas atas mudah teraba< 50 mL
IIPenonjolan prostat jelas teraba, batas atas masih dapat diraba50-100 mL
IIIBatas atas prostat tidak bisa diraba> 100 mL
IV Terdapat retensi urin

Selain perabaan prostat pemeriksaan colok dubur juga menilai konsistensi prostat, ada tidaknya darah atau tinja di dalam anus, kualitas dari tonus sphincter anus, dan adanya kelainan mukosa rektum dan prostat. Dari penggalian riwayat dan pemeriksaan fisis tersebut, beratnya derajat BPH dapat ditentukan dengan penilaian sistem skorInternational Prostate Score System atau I-PSS. Skor I-PSS menilai beratnya derajat BPH dari frekuensi gejala LUTS yang dialami oleh penderita. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dokter dalam evaluasi pasien BPH ada urin lengkap, kultur urin untuk menyingkirkan kemungkinan batu maupun infeksi saluran kemih, kemudian serum elektrolit, Blood Ureum Nitrogen (BUN), serum kreatinin untuk evaluasi fungsi dari ginjal, dan Prostate Surface Antigen (PSA) untuk mendeteksi dini dan menyingkirkan kemungkinan adanya kanker prostat. Pemeriksaan PSA sangat dianjurkan pada pria usia 50 tahun sebagai deteksi dini untuk mendeteksi adanya keganasan pada prostat. Peningkatan kadar PSA jauh melebihi batas normal diasosiasikan dengan kecurigaan adanya proses keganasan pada prostat. Apabila keadaan ini terjadi, maka indikasi pemeriksaan biopsi telah dipenuhi. Pemeriksaan biopsi merupakan pemeriksaan baku emas dalam menegakkan diagnosis BPH dan dalam pemeriksaan tersebut didapatkan hiperplasia sel epitel dan stromal maupun hiperplasia otot prostat.

Bagaimana Tata Laksana BPH?

Tata laksana penderita BPH bergantung pada berat ringannya gejala dan skor I-PSS. Penderita BPH dengan gejala yang masih belum mengganggu aktivitas sehari-hari terlepas dari skor IPSS masih hanya memerlukan observasi, kontrol berkala, dan perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup ditujukan untuk mengurangi beratnya gejala dari BPH. Adapun perubahan gaya hidup yang dianjurkan adalah:

  • Minum air sehari 2000 mL
  • Hindari mengkonsumsi alkohol atau kopi
  • Biasakan untuk buang air kecil tiap 3 jam
  • Lakukan teknik “Double Voiding” yaitu suatu teknik untuk membuang air kecil, kemudian tunggu 5 menit dan kemudian buang air kecil lagi.
  • Biasakan untuk tetap aktif dan banyak bergerak agar mengurangi risiko retensi urin (penumpukan air seni dalam kandung kemih)
  • Usahakan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal anda. Kurangnya aktivitas fisik dan obesitas dapat meningkatkan risiko timbulnya LUTS.

Pengobatan yang ada sekarang ini terdiri dari pemberian penyekat receptor α1 (Tamsulosin), antiandrogen (Finasteride dan Dutasteride), dan intervensi bedah. Gejala dari LUTS dapat diobati dengan Tamsulosin suatu obat yang bekerja pada sistem saraf yang mengatur otot-otot panggul dalam berkemih. Tatalaksana farmakologis yang dapat dilakukan adalah menggunakan Finasteride dan Dutasteride, suatu obat yang berfungsi mengurangi konsentrasi Dihidrotestoteron di dalam darah dan dapat menghilangkan gejala BPH pada pasien. Kedua obat tersebut bekerja dengan menghambat aktivitas enzim 5α reduktase. Penghambatan enzim tersebut akan mengurangi pembentukan Dihidrotesteron, sehingga dapat mengurangi aktivitas pembelahan sel prostat. Namun, harus diperhatikan bahwa efek samping kedua obat tersebut adalah dapat menurunkan dorongan seksual, disfungsi ereksi dan gangguan ejakulasi. Tata laksana baku yang masih diyakini memiliki keuntungan paling besar bagi pasien adalah tatalaksana bedah, yaituTransurethral resection of the prostate (TURP). Seiring dengan beratnya rasa ketidaknyamanan yang disebabkan BPH maka pemeriksaan deteksi dini BPH sangat dianjurkan pada laki-laki yang berusia di atas 45 tahun minimal 2 kali dalam setahun.

Sumber

urologyhealth.org
urospec.com
emedicine.medscape.com
umm.edu

Artikel Terkait

Angsamerah Living World

Analisis Semen Secara Mikroskopis

Bagaimana Mengukur Kekerasan Ereksi?

Hepatitis B (Bagian 1)

5 Mitos Seks dan Kesehatan Seksual Laki-Laki

The Cassandra Crossing

The Penis Book 2, Chapter 4

Sebelumnya
Selanjutnya

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.