Author

Kendy Ali Irawan

Hakikat Cinta

Di pagi hari yang indah, sejenak ku termagu dibalkon rumah, rutinitas yang hampir tidak pernah aku tinggalkan, dan bahkan sangat aku nantikan. Yaitu terbitnya sang surya dipagi hari, yang slalu tersenyum ceria, dan setia berbagi kehangatannya, bagi yang mensyukurinya. Sungguh maha sempurna Engkau ya “Allah” puji syukur ku pada-Mu, Begitu lengkap kau ciptakan hiasan untuk mengisi alam, dan senantiasa menemani siang dan malamku. Yang hidup dalam cengkraman kesunyian dan kesepian, hanya engkau dan mamahku, yang selalu setia menemaniku, serta beberapa ciptaanmu, matahari, rembulan, dan bintang-bintang yang membuat mataku ta pernah lelah untuk memandanginya, dan membuatku kagum akan segala ciptaan-Mu.
Pagi itu aku dikagetkan dengan sentuhan tangan yang tak asing lagi buatku, tangannya yang lembut, meskipun sedikit mulai keriput, yang tak lain tangan mamahku sendiri.
“Ada apa nak…?” Sapanya yang manja menyusul tangannya yang lebih dulu hinggap di pipiku.
“Enggak mah, aku Cuma merasa tenang aja berada disini,, Ya walaupun terkadang tempat ini, seringkali membuat air mataku mengalir”.
“Kamu kangen sama mereka ya…?”
“Sudah lah nak’ jangan pernah mengingat mereka lagi, biarkan mereka tenang disana,, Mamah tau begitu sulit melupakan kedua kakamu, yang sangat menyayangimu”
“Apalagi ayahmu yang menumpukan sejuta harapan untukmu”.

Yah dulu kami keluarga yang bahagia, kami sering berkumpul di balkon rumah kami, meskipun rumah kami terpencil, terpisahkan hamparan kebun kelapa sawit, yang merenggangkan jarak rumah kami dengan rumah tetangga. Namun rumah kami tak pernah sepi, kakak perempuanku, Defita Sari Ardiansyah, yang selalu sibuk menyiapkan makanan dan minuman dikala kami berkumpul. Sedangkan kak Ardian Dwi Ardiansyah, aku dan almarhum ayahku, Muhammad Sidik Ardiansyah, mengisi kesibukan dengan main kartu. Kini mereka telah pergi meninggalkan kami berdua. Mereka kecelakaan maut dalam perjalanan menuju rumah persalinan, di kota Palembang, atas rujukan dokter dan perawat, dari kayu agung tempat tinggal kami. Bukan hanya kedua kakaku dan ayahku saja yang meninggal karena kecelakaan tersebut, melainkan bayi dalam kandungan kak Defi, beserta suaminya pun, kak Vio ikut dalam kecelakaan maut tersebut. Entah apa yang Tuhan rencanakan,, pas kejadian itu kebetulan mamah tida ikut karna beliau baru pulang dari rumah sakit, karna penyakit jantungnya yang kambuh, dan kebetulan aku yang disuruh nemenin mamah sama kak Ardian. Namun aku meyakini di balik semua kejadian ini ada kebaikan buat kami yang ditinggalkan, RAHASIA DI BALIK RAHASIA.
Meskipun kasih sayang masih dapat aku rasakan, dari mamahku yang sengaja Tuhan sisakan untuk menjagaku, namun semua itu tidak mampu memenuhi ruang hatiku yang kosong. Dahaga kehausan akan kasih sayang. Hari-hariku selalu dikuntit akan kegelisahan hinngga akhirnya aku beranikan diri untuk mengungkapakan bisikan hatiku yang jauh dalam ruang sepi sanubariku.
“Mah..maafkan aku sebelumnya jika sekiranya apa yang Willy ucapkan akan membuat mamah kecewa…”
“Apapun yang akan kau katakan, mamah siap mendengarkan, karena mamah yakin anak mamak yang satu ini tidak akan membuat mamah kecewa” kata mamah pelan.
“Mah boleh gak Willy ikut teman merantau ke Jakarta?”. akhirnya kata-kata yang selama ini ku pendam pun keluar juga dari mulutku.
“nak, kalau ngomong itu mukanya jangan di tekuk gitu. Coba liat muka mamah..” sahut mama pelan.
Meskipun berat ku paksasakan mukaku menatap wajah mama, tidak satu katapun yang keluar dari mulut beliau, hanya sedikit senyuman yang tak lama kemudian langsung memeluk ku.
“Maafkan aku mah, itupun kalau mamah mengijinkan, jika tidak, akupun tidak akan pernah menginjak kan kakiku keluar dari rumah ini. aku janji mah.” ucapku lirih di pelukannya.
Aku ucapkan itu karena aku yakin diam dalam tangisnya adalah ketidakrelaan beliau untuk ku tinggalkan.
“Jangan berpikir mamah akan melarangmu nak, tidak ada seorang ibu pun yang sanggup melihat anaknya idup kesepian dalam kesendirian” jawab mama yang seakan tahu kalau aku merasa kesepian disini, di rumah.
“Kini kamu sudah c ukup dewasa nak, mamah tidak akan ragu lagi padamu, pergilah nak, cari kehidupanmu sendiri. Doa mamah pasti akan slalu menyertaimu” lanjut ucap mama sambil mengelus pundak ku.
“Jangan pikirkian mamah, mamah akan minta bibimu untuk tinggal disni bersama mamah. jawab mama seakan beliau tahu kalau akau tidak tega meninggalkannya dalam kesendirian.
“Tapi ingat nak, mamah punya satu permintaan…”
“Apa mah…?” sahutku.
“Pastinya bukan emas monas nak!” ucap mamah ku berusaha menghentikan tangisan ku dengan candanya…. tangis kami pun berubah jadi tawa meski pipi kami masih basah dengan linangan air mata.
“Mamah bisa aja, ya iyalah gamungkin willy bawa emas monas, yang ada willy malah dikejar ondel-ondel…”
“hahah… bisa aja kamuWill” tawa mama.
Kami pun larut dalam canda sejenak melupakan kesedihan yang ada.
“Terus apa mah…?” ku ulangi pertanyaan yang sama.
“Pinta mamah hanya satu, bawakan mamah ibu bagi anak-anakmu kelak..” jawab mamah singkat.
“Iya mah, Willy janji…” Jawab ku, meski jauh di dalam hatiku ada sedikt keraguan untuk menepatinya.

Singkat cerita…

Aku pun pergi meninggalkan mamah dan kampung halamanku, bersama Burhan, Teman sekolahku dari SD sampai SMA. Dia sudah satu tahun berada di Jakarta, jadi aku tidak ragu atau takut ikut bersamanya.
Setiba di Jakarta akupun tidak harus menunggu lama untuk mendapatkan pekerjaan. Hari senin, tepatnya tanggal 1 Februari 2010, akupun di panggil HRD salah satu Bank Swasta terkemuka di Jakarta untuk interview. Burhan mengantarku tepat di depa ruang kerjanya, kebetulan Burhan juga bekerja di kantot itu.
“Berdoa dulu Will” ucap sahabatku memberi dukungan.
“Yah… Mudah-mudahan di terima ya Bur”
“Iya, amiiinnnn… aku yakin kok kamu pasti di terima. Yang penting kamu jangan grogi pas tes nanti” tambahnya, sambil menepuk pundak ku.
“O ya bur tunggu, yang akan ku hadapi Islam kan orangnya” tanyaku pada Burhan, yang masih saja ada rasa ragu dan kaku untuk masuk ke dalam.
“Iyaaa. udah masuk sana.. gak usah takut, HRD nya gak galak kok.” tambahnya meyakinkan aku.
Namun tetap detak jantungku masih saja tak beraturan, secara ini kali pertama aku menghadap calon atasanku. Bismillah, aku masuk, perlahan ku buka pintu.
“Assalamualaikum…? salam yang ku ucapkan dengan nada sedikit bergetar.
“Waalaikumsalam…”Jawab tegas seseorang yang duduk di bangku tanpa membalikkan wajahnya.
“Selamat siang pak..” tambahku, dengan harapan dia menoleh kepadaku.
“Selamat siang juga..” jawabnya sembari memutar duduknya melihat ke arahku.
Subhanallah, begitu sempurna Engkau menciptakan rupa orang yang di hadapanku. Ucapku lirih di hati. Baru kali ini aku melihat laki-laki setampan dia. Ketampanannya seakan memaku kedua kakiku hingga tak mampu untuk melangkah. Aku terdim, Dia pun terdiam.
“Kamu Willy Ardiansyah?” Tanya nya memecah keheningan diantara kami.
“Iya pak”
“Namamu ternyata setampan wajahmu Willy. Kamu gak pantes kerja disni. Pantasmya kamu jadi model atau artis Will” celotehnya padaku yang masih bengong melihatnya.
“Ah.. bapak bisa saja” jawabku singkat. Gantengan juga bapak, ucapku dalam hati.
“O ya… kenapa berdiri saja, silakan duduk.”
Wow, bukan hanya wajahnya yang tampan, tapi juga hatinya. Sangat ramah dan sopan, jauh seperti yang sempat aku bayangkan. akupun duduk tpat dihadapannya.
“Santai saja Will… Perkenalkan Nama saya Sonny Jeverson.” sambil mengulurkan tangannya, halus dan lembut.
“Iya pak saya sudah tahu..” Jawabku
“Loh.. tahu dari siapa?” tanyanya sambil tersenyum kepadaku.
“Dari ini pak..” sambil ku pegang papan nama di meja kerjanya.
“Astaghfirullah.. iya yah!!!” sambil menepuk keningnya. Mukanya langsung memerah, tersipu malu karena salah tingkahnya.
“Ya udah, hari ini kamu udah bisa langsung masuk kerja. Nanti biar Burhan yang kasih tahu tempat kerja mu.” sambungnya.
“Iya pak, terimakasih.” sambil berdiri ku ulurkan tangan kepada nya.
“semoga kamu betah ya will..” ucapnya dengan tangan masih melekat di tangan ku. Dan tangan kirinya pun seakan memberikan dukungan dengan menepuk pundak kanan ku.
“amin… mudah-mudahan.. ya sudah saya permisi dulu pak.”
Akupun beranjak meninggalakan ruang kerja pak Sonny, belum sempat aku menutup pintu, pak Sonny pun memanggilku lagi denganpanggilan yang singkat.
“Will”
“Iya, ada apa lagi pak?” kuperlebar lagi ruas pintu yang hampir tertutup.
“Nanti siang kamu makan dimana Will?”
“Kurang tahu pak, mungkin saya ikut Burhan dulu pak.”
“Kalau begitu nanti siang ikut saya saja, nanti biar saya saja nyamperin ke ruang kerja kamu.”
“Tidak usah pak, tidak enak dengan karyawan yang lain” mungkin itu yang seharusnya aku ucapkan.
“Iya pak, saya tunggu…” jawabku, lagi lagi bibirku berhasil mengalahkan pikiranku.
Burhan pun ternyata sudah menunggu ku di luar,
“Will ayo aku antar kemeja kerja kamu”. kata burhan sambil menggandeng tanganku tanpa bertanya diterima apa tidaknya, mungkin dia sudah tahu dar pak Sonny.
“Suit-suit haaaayy… Burhan siapa tuh? kenalin dong!!” suara perempuan yang bersautan dan bergantian memberikan senyuman padaku, aku pun balas dengan senyuman dengan sedikit menganggukkan kepala ku.
“Enak aja loe ini milik gue” jawab burhan sambil memeluk ku.
“Jangan coba-coba ya…!” canda burhan membalasa perkataan gadis-gadis yang kulintasi di ruang kerja itu.
“Huuhhhh… emang loe lebay…” cemooh cewek-cewek itu ke Burhan
“Hati-hati mas, Dia Jeruk makan jeruk…” tambah seorang cewek yang lain kepadaku.
“Weewwww…” balas Burhan sinis.
Aku pun hanya tersenyum dan menggelengkan kepala mendengar celoteh mereka.
‘Nah ini meja kamu will” Burhan menunjuk meja kerjaku.
Akupun langsung kerja dan alhamdulillah langsung memahami semua tugasku tanpa harus menyita banyak waktu Burhan untuk mengajariku.
Aku merasa happy dengan pekerjaan ku sebagai verifikator, entah angin apa yang mengajakku untuk menoleh kesebelah kanan, ternyata angin itu seakan memberitahu ku ada seseorang yang sedang memperhatikan ku. Ternyata benar ada gadis cantik yang mentapku, gadis yang lugu tidak bertingkah aneh seperti yang lain. Dia hanya memberikan kan sedikit senyuman untuk ku, aku pun membalasnya dengan senyuman yang sama.

Jam 12 tepat Burhan pun berdiri di hadapan ku, waktunya jam istirahat tiba.
“Yuk Will makan dulu” ajak Burhan padaku.
“Kamu duluan aja, nanti aku nyusul” jawab ku yang masih sibuk dengan kerjaanku.
“Ya udah, aku tunggu di kantin, tapi ingat jangan lama-lama”.
“OK. siap Boss…” jawabku semangat.
Burhan pun beranjak meninggalkan ku.
“Mbak gak makan?” tiba-tiba saja pertanyaan terlontar dari bibirku tanpa aku rencanakan sebelumnya.
“Kok mbak sih?” jawabannya,
“Oh.. maaf aku Willy” tanganku bergerak menyodorkan sendiri tanpa aku perintah. Rasakau yang mengajak ku berkenalkan.
“Putri Rahmawati” sambil menyambut tanganku.
Belum sempat tanganku terlepas bersalam dengannya, tiba-tiba…
“Ehermm..” suara seorang laki-laki yang pernah aku dengar. Pak sonny.
Sontak tangan kami pun terlepas,
“Ayo Will, sudah lama menunggu ya? Maaf saya baru selesai beres-beres berkas kerjaan dimeja.”
“Enggak kok pak..” jawab ku singkat.
“Put aku duluan ya..” Ucap ku pada Putri.
Aku langsung ikut dengan pak Sonny. Aku diajak makan di restaurant berkelas. ini kali pertama aku makan di restourant mewah.
“Pak Kenapa tidak makan dikantin saja pak?” tanyaku pada pak Sonny.
“Rasanya gak pantes aku harus mengajak orang seistimewa kamu di kantin” jawab pak Sonny dengan senyum tipis.
“Apa Pak….??” Tanyaku dengan sedikit mengernyitkan kening ku.
“Ohh gak, maksudnya gak pantes aja mengajak anak baru makan di kantin sebagai tanda perkenalan dari atasan.. Eh maksudnya Aku. Apa lagi aku melihat banyak pontensi dalam diri kamu Willy” tambahnya.
“Owww… begitu pak.” sambil aku angguk kan kepala ku.
“Berarti semua karyawan baru, bapak pasti mengajak mereka makan disni?”
“Engga kok, baru kali ini, itu pun kamu Will”
“Loh kenapa baru saya pak?” tanyaku mulai curiga.
“Gak tahu Will, perasaan ku beda sama kamu dari pertama aku melihat kamu berdiri di ruang kerjaku.”
“Saya juga merasa heran pak, saya gak biasanya bisa akrab dengan orang yang baru saya kenal.”
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Jam sudah menunjuk kan pukul 12:45, waktunya kembali ke kantor. Aklu berusaha mengajak Pak sonny ke kantor, tapi pak sonny malah menahanku sejenak. Dia berusa menenagkan ku untuk tidak usah khawatir terlambat, toh atasannya Dia.
“O ya Will kalau di luar kantor jangan panggil aku Pak, panggil nama saja. Lagian usia kamu beda 1 tahun lebih muda dari ku”
“Siap pak, Eh.. siap Son” jawab ku singkat, walau ada perasaan canggung buatku harus memanggil nama saja ke atasanku. Tapi ya sudah lah ini permintaanya, pikirku waktu itu.

Kedekatan tidak perlu menyita waktu lama,
Rasa pun tak pernah memandang atasan, bawahan dan rekan kerja.
Karena rasa akan tiba pada saatnya, tanpa memohon ijin dan tanpa kita duga.

Aku pun mulai dekat dengan Pak sonny. Bukan hanya dekat tapi hati aku pun mulai merasa tak sanggup jika sedetik pun terlewatkan tanpa melihat wajahnya.
aku bingung akan rasa yang aku miliki, rasa yang terbagi dua, antara Sonny dan Putri. Apa lagi sekarang aku tinggal bersama dengan Sonny. Rasa hormatku pada atasan berubah menjadi akrab menjadi sahabat, Dari sahabat kupikir akan berubah menjadi seoran kakak. Sebagai ganti kedua kakak ku yang telah pergi meninggalkan ku. Namun ternyata semua itu salah besar. aku terperangkap dalam cinta yang dianggap terlarang. Setelah kejadian malam pertama aku di ajak tinggal bersama Sonny, yang tanpa ragu menjamahku, seakan aku sudah menjadi kekasihnya. tidak ada perlawanan yang berarti dariku, aku hanya pasrah, bahkan akupun membalas nya dengan mesra. Tanpa mengingat benar dan salahnya, Dosa apa tidaknya. Apa pantas aku menyalahkannya, apa harus juga aku menyalahkan diriku sendiri, sedangkan kejadian itu terjadi di luar nalarku.
Lebih tak mungkin lagi aku menyalahkan Tuhan, karena aku yakin hanya kebaikan & kebenaran yang akan Dia berikan padaku. Jika ini dianggap suatu keburukan dan kesalahan, ini datangnya dari diriku sendiri. sering aku memohon untuk Engkau (Tuhan) Tunjukkan jalan yang terbaik untukku.
Entah dari mana burhan dan rekan kerjanya tahu akan hubunganku dengan sonny. Sudah tak dianggap aneh lagi buat mereka kalau aku sering jalan bersama.
Terkadang celetingan ocehan yang menyakitkan sudah tidak asing lagi hinggap di telingaku. Terlebih lagi Burhan pernah memaksa membuka baju & celanaku. Aku berusaha menolaknya hingga dia tersungkur ke lantai.
“Jangan munafik Will, apa bedanya aku sama Sonny, aku yang jelas-jelas sudah menaruh simpati sama kamu sejak dulu. Tapi tak pernah kau perdulikan.”
“Maaf kan aku Bur, kamu harus tahu kalu rasa itu tidak bisa di paksakan, rasaku hanya ada untuk Dia.” Ucapku sambil melangkah meninggalkannya.

Hari-hari ku kini serasa sempit, semua seakan jijik melihatku sekarang. Hanya Putri yang masih mau menjadi sahabatku & selalu menjadi penenang di kala aku gundah, tanpa sedikitpun menyinggung hubunganku dengan Sonny.
Suatu hari selepas menerima Gaji aku menghampiri Putri. Aku pamitan dengannya untuk pulang ke kampung halamanku, karena aku merasa sudah tidak nyaman lagi kerja disini. Aku meminta Putri untuk merahasiakan kepulanganku, sekali pun sama Sonny.
Di bandara Soekarno Hatta, hanya Putri yang menemaniku untuk melepas kepergianku.
“Kakak tidak balik lagi kensini?” tanyanya sambil berulang-ulang melihat jam tangannya.
“Kurang tahu Put, liat nanti saja” jawabku ragu.
“Putri harap kakak kembali lagi kesini…” dengan suara yang mulai memudar.
Dan kudapati Ia meneteskan air mata air mata nya. Panggilan Boardding pesawat tidak memberi waktu untuk kami duduk bersama lebih lama.
“Dah kak, tuh panggilan pesawat kakak sudah siap.” sambil berdiri menantapku ia pun tak mampu lagi membendung air matanya yang tepat berdiri di hadapanku.
“Maafkan kakak ya Put” Aku pun langsung memeluknya.
“Sebenarnya kakak sayang sama kamu sejak pertama kali kakak melihat mu. Tapi entah kenapa kakak baru berani mengungkapkannya sekarang, setelah kakak merasakan cinta yang salah. sekali lagi maafkan kakak” tambahku.
“Tidak kak, tidak ada yanag salah dengan cinta. Karena cinta terlahir dari rasa yang tak mungkin kita mampu untuk melawannya.
“Asal kaka tahu, sebenarnya Putri juga memiliki rasa yang sama. Itulah salah satu alasan kenapa aku masih menghargai & menghormati kakak. karena aku tak mampu berbuat apa meskipun aku merasa sakit saat melihat kakak bersama Pak Sonny.”
“Tapi akan lebih menyakitkan kalau aku harus jauh dari kakak”

Ketenangan jiwa akan ada apabila orang yang kita sayangi berada di dekat kita.
Meskipun tanpa harus memilikinya dan hanya cukup dengan menatapnya.

Terimakasih Jakarta, Kau telah banyak mengajarkan aku tentang kehidupan.
Kayu Agung, kampung halamanku kini aku kembali kepadamu, begitu aku rindu dengan harumnya tanahmu dan hijaunya hamparan kebun kelapa sawit mu.

“Assalamualaikum…”
“Waalaikum salam, Willy anak ku, kapan kamu datang nak?, sama siapa?, mana burhan nak?”
“kenapa tak mengabari mamah lebih dulu, biar mamah bisa jemput kau nak.”
Tak mampu rasanya aku menjawab semua pertanyaan yang terlontar dari mamah. Aku hanya mampu memeluknya, kulepaskan kata maafku dan rinduku dengan tangisan.
“Maafkan willy ya mah… maafkan Willy”
“jangankan Emas Monas, apa yang mamah harapkan kan pun Willy tak mampu mewujudkannya”
‘Tak apo lah nak, yang penting engkau pulang dengan selamat, itu sudah lebih cukup bagimamah.”
Tak terasa sudah satu minggu aku berada di kampung, tiba-tiba “Kring-kring” HP ku berbunyi, kuliaht layar atas nama Sonny yang memanggil ku. Meski sedikit ragu, aku pun mengangkatnya.
“Iya Son, ada apa?” tanya ku.
“Aku akan menjemput mu ke Palembang” Jawab Sonny.
“Ngapain…???!!!, besok juga aku berangkat kok.” kilah ku.
“Tidak bisa tidak Will, aku sudah berada di depan rumahmu”
“Appa????” tanya ku kaget, kaget ku bukan karena dari mana dia tahu alamatku. Karena aku tahu dia memegang alamat lengkap di surat lamaran kerjaku.
Tapi kenapa dia harus datang kesini, apa yang akan terjadi kalau mamah sampai tahu. Aku pun langsung berlari keluar, langsung menghampirinya.
“Bodoh kamu Son..!!!, Gimana kalau mamah tahu, matilah kita!!”
“Tidak mungkin mamah kamu tahu kalau bukan kita yang memberi tahu.”
Tiba-tiba mamah keluar dari rumah,
“Eehhhhhhhhhhhh…. ada tamu, siapa ini nak?” tanya mamah padaku.
“Ini… ini…..”
“Saya Sonny Tante, atasannya Willy” Jawab Sonny sebelum aku sempat menjawab pertanyaan mamah.
“Oww… atasan Willy, ya udah silakan masuk nak. Jangan panggil tante, panggil mamah aja, anggap saja rumah sendiri.”
Begitu bangganya mamah sama Sonny, dan langsung menggandeng tangannya masuk kerumah. Tanpa peduli dengan anaknya sendiri, dan membiarkan kan ku menatap semua kekeliruan ini. Sonny pun hanya tersenyum menoleh kepadaku sambil mengedipkan sebelah matanya.
Mamahku sibuk dengan menyiapkan hidangan yang beragam untuk Sonny, kekasihku, cintaku. Yang mamah anggap sebagai atasan bijak yang peduli dengan bawahannya, hingga Ia relakan jemput bawahannya, yang tak mungkin di lakukan atasan lain, mungkin itu yang ada di pikiran mamah ku.
Sonny pun bermalam di rumahku, Ia melepaskan rasa rindu nya kepadaku, begitu juga denganku.Maaf kan aku mah, kubawa kebohonganku ke hadapan mu, maafkan juga kamarku, kau telah menjadi saksi bisu pertempuran dua insan yang saling mencintai, yang bersembunyi di balik hubungan atasan dan bawahan.

Pagi hari jam 6:30 aku siap-siap kembali ke Jakarta, tidak perlu waktu lama aku untuk memacking baju, karena sudah aku persiapkan dari kemarin. Aku pun berpamitan untuk kedua kalinya, Dulu dan sekarang.
“Willy pamit dulu ya mah, jaga diri baik-baik ya mah.”
Sonny pun meniru apa yang aku lakukan sama mamah, cium tangan & memeluknya seakan dia sudah kenal lama dengan mamahku. Belum sempat kakiku melangkah keluar pintu rumah, tiba-tiba HP mamah berbunyi “Kring-kring”.
“Tunggu nak” mamah menahanku untuk melangkah.
“Sapo nih” tanya mamahku sama orang yang menelphone di sebrang sana.
“Apo kabar nak Burhan, Apo kau tak balik bareng Willy?. Ternyata yang menelphone adlah Burhan.
Mamah asik berbincang dengan Burhan, namun tidak buat ku dan Sonny. Jantungku berdebar saat mamah menyebut nama Burhan. Aku dan Sonny bertoleh bersamaan dengan penuh rasa cemas. Kuperhatikan wajah mamahku yang bersinar karena bahagia berbincang sama Burhan, sekilas sinarnya mulai pudar dan meredup. Bagaia Sang sura yang telah waktunya meneggelamkan diri, membiarkan alam dicekam kegelapan.
“Apo, ndak mungkin, Kau tak lagi menipuku kan?
Mamahku mematikan HP nya penuh rasa kekecewaan. Tanpa kusadari tangan Sonny pun memegang erat tangan ku, entah saratnya agar aku tenang atau siap mengajak ku lari untuk menghindar dari terkaman macan yang garang, yang siap memangsaku.
Kali ini benar apa yang ku pikirkan.
“Apa nih…!!!” Mamah menepis paksa tangan kami yang erat berpegangan hingga terlepas.
“jahat kamu Sonny, kau hancurkan anak ku. Kau ajarkan anak ku mengikuti hidup mu yang melenceng keluar dari agama dan norma-norma kehidupan.
“Plak, Plak, plak…” Berulang kali mamah menampar Sonny.
“Pergi kau dari sini, jangan ajak anak ku” Usir mamah dengan caci maki kata-kata yang kasar, yang baru kali ini aku mendengarnya dari bibir mamah yang lembut dan penyayang.
Mamah menatap tajam ke arahku yang hanya diam dalam tangis. Apapun yang akan mamah lakukan aku siap, rintihku dalam hati. Namun mamah hanya mengambil koperku dan mengeluarkan semua isinya.
“Tidak nak sekarang mamah tak akan pernah lagi mengijinkan kamu pergi untuk yang kedua kali.” Ucapnya dengan suara tangis yang memekik di telingaku.
Sonny pun tak menyerah sampai disitu saja Ia pun masuk lagi kerumah dengan mengatakan begitu tulus mencintaiku. Mamah ku bukanya luluh dengan perkataan Sonny yang memelas, melainkan Ia melayangkan Koper kosong tepat menghantam wajahnya. Darah segar pun mengalir dari hidung Sonny. Tubunhnya sedikit oleng, darah segar yang mengalir dari hidung Sonny tak cukup membayar kekecewaan mamah. Mamah ku pun terus memukuli Sonny.
“Mah, mah sudahlah mah, tolong hentikan mah. Ini bukan hanya kesalahan Sonny, hukum willy juga mah, Karena Willy juga mencintainya. Aku bersujud dan memeluk kakinya.
“Apa nak, kau tega. Bukan hanya mamah yang kau kecewakan, tap i juga almarhum ayah mu juga, yang telah menyimpan setumpuk harapan kepadamu nak.”
Tangan kanan nya mengakat ke atas siap menampar wajahku. Tiba-tiba dia berhenti, dan tangan kirinya meraba dada kirinya.Napasnya terengeh-engah menahan rasa sakit karena kekecewaannya.
“Mah… mah…” Teriak Willy.
“Maafkan Willy mah, Tolong jangan tinggalkan Willy mah, apa tega mamah meninggalkan Willy?” Ratapku dengan harapan mamah memaafkan ku dan kuat menghadapi penyakit jantungnya.
Sonny pun sama menangis memanggil manggil mamah, meskipun mamah berulang kali memukulnya.
“Will, Cepat kamu cari bantuan, kamu yang tahu daerah sini, kita bawa mamah ke rumah sakit, biar aku yang jaga mamah disni Will”. Sonny membentakku dengan tangis yang tak kalah hebatnya dengan ku.
“Willy tak usah nak, mamah sudah tidak kuat, sini mamah mohon mendekat” tahan mamahku.
Aku pun kembali duduk di sampingnya.
“Nak, dulu mama rela melepas kamu karena mamah yakin ada Burhan yang menjagamu, kini mamah pun ikhlas meninggalkanmu, kamu jangan takut sendirian nak, karena mamah yakin ada Sonny yang tulus mencintai mu, yang akan menjagamu.”
“Sonny… apa kamu sayang juga sama mamah nak?”
“Demi Tuhan mah, Sonny sayang sama mamah” Jawab Sonny.
“Mamah tidak ragu lagi akan cintamu sama Willy, karena mamah sudah melihat dengan jelas dari air matamu.”
“Sonny, mamah punya satu permintaan sama kamu nak. Dan mamah yakin kamu pasti akan mematuhinya.” Lanjut mamah
“Pasti mah… pasti” Jawab Sonny dengan suara tersegal-segal.
“Tolong jaga Willy dan cintai dia sepanjang hidupmu. Tapi bukan sebagai kekasih, melainkan cintai dia sebagai adik mu. Jadilah penggati kami yang selalu mencintainya.”
Mamah pun menghembuskan napas terakhirnya tanpa memberi waktu Sonny untuk menjawab. Tangis kamipun pecah dalam kepiluan yang teramat sangat.
Setelah lama menunggu tetangga berkumpul karena jarak yang cukup jauh, akhirnya kurang lebih pukul 03:00 kami pun mengantar mamah ke tempat pembaringan tererakhirnya. Tanpa aku duga sama sekali tiba-tiba Burhan dan Putri pun datang ke pemakaman. Mungkin mereka tahu setelah Sonny mengabarkan ke kantor kalau keberangkatan kami di tunda.
Pemakaman telah usai, satu demi satu warga meninggalkan pemakaman hingga tersisa empat orang. Aku, Sonny, Putri dan Burhan.
“Kak sabar ya, masih ada kami disisi kakak.” Ucap Putri.
“Willy maafkan atas kebodohan ku.” Burhan menyusul dengan raut wajah yang penuh rasa bersalah.
Sonny sepontan mengepalkan tangan dan hampir memukul Burhan.
“Brengsek, Bajingan, Puas loe sekarang !!!” Maki Sonny penuh amarah.
“Sabar Son..” Aku pun dengan sigap menahan Sonny, untuk menenangkan nya.
“Tak ada yang perlu disalahkan lagi sekarang, mungkin ini sudah jadi suratan dari-Nya. Sekarang masalah hanya ada pada diri kita bagaimana kedepannya.” Tambah Willy
Namun Sonny tak memberi jawaban apapun, hanya isak tangisnya yang terdengar dengan mata tertuju ke nisan mamah.
“Gimana Son?” Ku lontarkan lagi pertanyaan padanya yang belum sempat Ia jawab.
“Will, kamu jangan memanggilku dengan sebutan nama ku lagi. Bukan pula Bapak, melainkan panggil aku Kakak sesuai yang mamah amanatkan padaku.
Sonny pun memegang tanganku dan Putri.
“Will kakak tahu kamu mencintai Putri kan? Begitu juga kamu kan Put? Tanya Sonny padaku dan Putri.
“Iya Pak,” Jawab Putri tersipu malu.
“Husss…. jangan panggil aku bapak lagi, panggil aku kakak. Karena aku calon kakak iparmu sekarang” dengan sedikit melebarkan bibirnya.
“Trus kakak?” Tanyaku pada kak Sonny.
“kakak akan selalu mencintaimu sampai akhir hayatku, tentunya sebagai kakakmu. Tidak akan pernah ada Willy yang lain di hati kakak selain kamu. Sampai Tuhan memepertemukan Putri yang lain untuk kakak. Yang mau menerima kakak apa adanya seperti Putri yang selalu mencintaimu. Meskipun sudah tahuaka jati diri kita yang sebenarnya. Batu nisan menjadi saksi perjanjian kita.”
“Mamah terimakasih atas amanah yang mamah percayakan padaku. Insya’Allah aku akan menjaga amanahmu hingga akhir hayatku.” Tambah Kak Sonny sambil mencium nisan mamah ku. Mamah kami.

Rencana-Nya di luar dugaan manusia,
Benar salahnya hanya Tuhan yang berhak menilainya,
Hadapi kehidupan dengan penuh senyuman dan penuh rasa syukur,
Karena hanya Ia yang mampu merubah:
Gelap jadi Terang;
Salah jadi benar;
Musuh jadi saudara;
Hina jadi Mulia,
Karena sesungguhnya Kesempurnaan hanya milik-Nya.

Jangan pernah salahkan kebenaran akan rasa sayang dan cinta,
karena hakikatnya cinta terlahir dari rasa yang di lahirkan dari Sang Maha Pemilik Rasa.

Catatan dari penulis – Kendy Ali Irawan

Teruntuk Keluarga besar Angsamerah, Saya Kendy Irawan Bin Ali mengucapkan terimakasih atas pujian Lentera Hati. Dari situ Saya sebagai kendy Ali Putra, merasa terbangunkan keyakinan untuk membuat lebih dari sekedar puisi, Karena motifasi Ibu Nurlan Silitonga, dan dokter-dokter muda yang lain, tentunya Kak Erik dan abangku Bang Ariston, Kucoba untuk melayangkan CERPEN karya pertamaku. Jujur baru kali ini saya membuat cerita, saya akui saya bukan pujangga yang mampu merubah kata-kata biasa menjadi luar biasa.
dan penghargaanya yang saya terima, atas puisi ”
Dengan sangat sedehana saya persembahkan…

Artikel Terkait

A “Heart” Disease

Dan Aku pun bisa tegar

Sexual Abuse: A Survivor Story

Sebelumnya
Selanjutnya

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.