Kajian Mengenai Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan 76 Kematian Bayi Baru Lahir di 6 Rumah Sakit

Rangkuman Laporan

Latar Belakang

Dengan didukung oleh sejumlah kebijakan dan program yang difokuskan untuk mengurangi angka kematian bayi baru lahir, pada tahun 1990an rasio kematian bayi baru lahir di Indonesia sudah mulai menurun. Pada tahun 2007, Angka kematian bayi (AKB) berkurang menjadi 19 per 1000 kelahiran dari sebelumnya 30 kematian pada tahun 1994. Namun sejak 2007 penurunan signifikan kematian bayi baru lahir belum dapat diwujudkan.

Hasil terbaru dari survei kependudukan dan kesehatan Indonesia (2012) mengindikasikan bahwa AKB cenderung stagnan di angka 19 kematian per 1000 kelahiran hidup. Kematian bayi baru lahir mencangkup bagian yang besar dari keseluruhan kematian bayi dan anak. Enam puluh persen dari kematian bayi dan hampir 50 persen dari kematian anak dibawah usia 5 tahun terjadi pada waktu baru lahir.

Tantangan untuk memberikan pelayanan yang memadai untuk kesehatan bayi baru lahir di Indonesia termasuk diantaranya: terbatasnya akses untuk fasilitas kesehatan yang berkualitas, terbatasnya jumlah tenaga kesehatan untuk mengatasi komplikasi, kurangnya kesadaran  dan hambatan budaya terkait kehamilan yang aman, nutrisi rendah dan status kesehatan perempuan dan sistem yang lemah dalam merekam kematian bayi baru lahir.

Keterbatasan data semakin menyulitkan dalam memahami penyebab tingginya angka kematian bayi baru lahir. Pada April 2015, EMAS berkolaborasi dengan UKK Perinatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) untuk melakukan kajian kematian bayi baru lahir di rumah sakit dukungan EMAS. WHO memperkirakan bahwa sebagian besar penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah kelahiran prematur (44%), diikuti dengan sesak nafas (asphyxia) dan trauma kelahiran (21%), kelainan bawaan (13%), dan sepsis dan infeksi lainya (11%).

Data dari rumah sakit EMAS umumnya menunjukan pola yang sama dengan indikasi WHO diatas. Selama periode kajian, kematian bayi baru lahir di fase 1 dan fase 2 program EMAS kebanyakan berhubungan dengan berat badan rendah (43%), diikuti dengan sesak nafas (24.5%) dan infeksi (12%). Sisanya, sebesar 20% penyebab kematian bayi baru lahir dikategorikan sebagai lain-lain.

Tujuan Dan Proses Kajian

Tujuan dari pelaksanaan kajian ini adalah agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kasus kematian bayi dengan berat badan diatas 2000 gram yang meninggal di minggu pertama kehidupan.

Selain itu, untuk dapat mengetahui faktor-faktor kontektual yang berhubungan dengan penyebab kematian seperti, sumber rujukan dan perawatan sebelum tiba di rumah sakit ,kuwalitas pelayanan yang disediakan di fasilitasi kesehatan dan hambatan-hambatan yang berkontribusi atas kematian bayi baru lahir (misalnya ketepatan waktu pelayanan, ketersediaan pegawai atau peralatan atau administrasi yang tepat atas pelayanan dan pengawasan, dan pengambilan keputusan mengenai apakah kematian tersebut dapat di cegah.

Kajian ini juga dapat di jadikan sebagai informasi untuk penelitian di masa depan, dan intervensi untuk mengurangi kematian yang dapat di hindari. Secara keseluruhan, 6 RSUD di 5 provinsi EMAS berpartisipasi dalam proses kajian. Kasus yang dipilih yatu bayi baru lahir dengan berat badan lebih dari 2000 gram yang meninggal pada 7 hari pertama kehidupan. Kriteria ini untuk mengkaji bayi-bayi yang tidak dapat bertahan hidup walaupun memiliki kesempatan tinggi untuk bertahan hidup. Kasus dengan kelainan bawaan tidak disertakan.

Neonatologis mengkaji kasus individual berdasarkan rekam medis untuk kematian bayi baru lahir yang terjadi di 6 rumah sakit terpilih mulai januari hingga juli 2015. Ruang perawatan dan ruang observasi dan tinjauan umum dokumentasi.

Kajian terbatas atas kematian yang berlaku surut dan berdasarkan data tunggal – dokumentasi grafik yang tersedia bervariasi kelengkapannya dengan berbagai contoh dokumen dan data yang kurang lengkap yang membatasi kemampuan pengkaji untuk mendapatkan kesiampulan mutlak mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan setiap kematian.

Temuan Utama

  • 30 persen dengan kasus salah diagnosa.
  • Pada 43 persen kasus,bayi baru lahir tidak menerima manajemen klinis yang memadai dengan jumlah intervensi klinis yang tidak sesuai dengan SOP.
  • Adanya ketimpangan informasi rekam medis atas jumlah variable yang ditinjau dan tidak lengkapnya rekam medik harian pada 42 persen kasus.
  • Tertundanya pemberian perawatan pada 33 persen kasus juga memberikan konstribusi kepada kematian.
  • 25 persen karena keterlambatan dalam menangani kasus gawat darurat.
  • 55 persen kasu kematian bahkan tidak pernah dievaluasi oleh dokter spesialis anak.
  • Penundaan mencari perawatan terlihat pada 27 persen kasus rujukan.
  • 84 persen kasus dirujuk oleh bidan atau dokter, namun 30 persen diantaranya tidak mendapatkan stabilisasi sebelum rujukan.
  • 31 persen karena keterlambatan pengambilan keputusan untuk merujuk sebuah kasus.

Pendapat ahli menetapkan bahwa 70 persen kematian dapat dicegah dengan diagnosa yang lebih akurat dan ketepatan manajemen klinis dan rujukan.

Hasil Laporan ini telah dipresentasikan oleh UKK Perinatologi dihadapan IDAI pada rapat kerja pengurus IDAI, yang dimpimpin oleh dr Arman Pulungan di Jakarta pada Juli 2015, dan di Lokakarya GKIA September 2016 yang didukung oleh USAID melalui Program Emas dan AT&T melalui Jhpiego.

Read More

Gerakan Nasional Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA)
Angsamerah-Rangkuman_Kajian_Kematian_Neonatus_2015.pdf

Artikel Terkait

Kajian Mengenai Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan 112 Kematian Ibu di 12 Rumah Sakit

Sebelumnya
Selanjutnya

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.