Siasat Menjadi Ibu yang Bekerja

Each of us, therefore, has the opportunity and responsibility to protect and nurture children.” – Hillary R. Clinton

Bukti bahwa tahun terus berganti dan hidup terus berjalan adalah adanya perubahan. Seiring dengan pergantian fase kehidupan, hal yang menjadi fokus pun tak lagi sama. Hampir tidak pernah terbayangkan kalau saya akan melewati periode di mana lini masa penuh dengan perdebatan topik klasik. Topik yang semakin kencang berhembus dengan gerakan feminisme. Ya, pro kontra tentang ibu yang bekerja (working mom) versus ibu rumah tangga (stay at home mom) memang tidak ada habisnya.

Dari sudut pandang yang sangat sederhana, boleh dikatakan hidup itu adalah pilihan. Apapun pilihan yang kita buat, maka hendaknya kita sudah siap dengan konsekuensinya. Akan bahagiakah kita, atau justru akan sedihkah kita dengan pilihan tersebut. Tapi tentu saja, hidup bukan soal hitam dan putih, melainkan banyak daerah abu-abu di sana. Daerah abu-abu ini merupakan ambivalensi yang wajar dimiliki setiap orang, termasuk oleh perempuan, yang juga merupakan ibu, tanpa memandang status pekerjaannya.

Para ibu yang bekerja seringkali memiliki rasa bersalah karena harus memasukkan anaknya ke day-care (penitipan), meninggalkan si anak untuk pergi ke kantor, tidak melihat perkembangan harian, dan banyak lagi penyesalan lainnya. Tahukah Anda bahwa rasa bersalah pada wanita memang suatu titik yang mudah disulut, mudah dimanipulasi sehingga rasa bersalah dapat membuat seorang wanita kehilangan hidupnya? Itulah yang dilakukan oleh nilai-nilai sosial kita, sehingga apapun pilihan yang dibuat oleh si wanita, baik sebagai ibu yang bekerja maupun ibu rumah tangga, tak ada yang bahagia dengan pilihannya.

Bagi Anda para ibu pekerja, jangan kecil hati, karena sesungguhnya dengan menitipkan anak di day-care, Anda sedang mempersiapkan anak untuk bisa lepas dari kecemasan akibat perpisahan (separation anxiety). Yang lebih penting lagi, sebagai orangtua, Anda juga berlatih! Bayangkan saja suatu saat nanti Anda harus melepas si anak yang beranjak besar untuk sekolah di luar negeri, untuk menikah, untuk bekerja dan tinggal jauh dari keluarga. Jadi, anggap saja ini bagian dari latihan perpisahan. Selain itu, seorang ibu bekerja yang memiliki pandangan positif akan pekerjaan dan kegiatan di day-care, akan dapat menularkan kepositifannya pada si anak. Dengan demikian, anak diharapkan akan tumbuh sebagai orang yang percaya diri dan penuh antusiasme terhadap hal baru.

Seorang ibu yang pencemas, apapun posisinya, akan memberikan pengaruh negatif pada perkembangan si anak. Anak memiliki kepekaan yang tinggi terhadap apa yang dirasakan oleh orangtuanya, dan anak akan memberikan reaksi yang lama-lama dipelajari menjadi sebuah respon. Saat merasakan kecemasan atau kegelisahan ibu misalnya, anak akan mengembangkan respon takut menghadapi sesuatu yang baru, sehingga ia tak berani melakukan eksplorasi. Hal demikian tentunya membatasi kesempatan si anak untuk berkembang. Satu lagi kelebihan yang bisa diperoleh dengan menjadi ibu yang bekerja adalah, biasanya ibu yang bekerja akan menjadi ibu yang lebih sensitif dan responsif saat merawat anak di rumah.Hal ini merupakan bentuk kompensasi positif akibat terbatasnya waktu mereka untuk anak. Anak dari ibu yang bekerja juga akan besar dengan semangat kemandirian yang tinggi, karena mereka tahu apapun dapat dilakukan unuk bertahan dan hidup layak. Anak dari ibu yang bekerja juga lebih fleksibel mengenai pembagian peran berdasarkan gender.

Sebelum akhirnya siap melepaskan anak, ada beberapa hal yang harus disiapkan dan para ibu (dan calon ibu), yaitu:

1. Belajar membedakan rasa bersalah dengan rasa kangen melihat anak
2. Belajar mengenai Co-parenting (berdua menjadi orang tua, apa tugasku dan apa tugasmu)
3. Jika perlu, datanglah kepada terapis untuk melakukan konseling
4. Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang pengalaman yang akan mereka dapat di fasilitas day-care

Pada akhirnya semua ibu ingin hidup dari rasa bersalah, baik karena bekerja maupun yang tidak. Dan tanpa rasa bersalah, dunia akan terasa dalam keseimbangan.

Referensi

Zimmerman, T.S., Stephanie W.B., Ruth M. McBride. Strategies for Reducing Guilt among Working Mothers. 2001

Artikel Terkait

Stockholm Syndrome

Selaras dan Seimbang di Dunia Pekerjaan serta di Kehidupan Pribadi

Keuntungan dan Tantangan Kencan Online

Mengenal Skizofrenia Lebih Dalam

Saatnya berkesehatan jiwa dalam berkomunikasi

Kecanduan Seks

Sebelumnya
Selanjutnya

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.