Hidup adalah sebuah perjalanan memahami diri. Sahabat pernah mendengar tentang self-awareness? Self-awareness merupakan kesadaran akan karakter, perasaan dan keinginan diri. Memahami hal ini akan membuat kita mempelajari diri dan mengembangkan diri. Pada dasarnya, keberhasilan bisa dicapai jika kita benar-benar memfokuskan diri pada apa yang dituju. Nah, dalam mencapai tujuan, tidak jarang perhatian kita teralihkan oleh hal-hal lain, sehingga membuat kita menjadi tidak fokus terhadap apa yang harus diselesaikan. Maka demikian, kali ini kita akan membahas tentang pentingnya peningkatan kesadaran diri (self-awareness); bahwa dalam setiap langkah kita memerlukan pemusatan perhatian.
Mengutip perkataan John Hain di Pixabay, “Kesadaran diri merupakan prasyarat untuk pertumbuhan profesional dan pribadi”. Dengan merefleksikan pemicu, kebiasaan, dan titik buta diri dapat membantu menyadari penyebab gangguan dalam suatu masalah. Menyadari akan adanya gangguan dapat membantu mengubah pola mendasar yang berkontribusi pada gangguan tersebut. Selain itu, meningkatkan kesadaran diri adalah kunci untuk menemukan kedamaian dalam hidup, untuk membantu diri memfokuskan energi, emosi, dan perilaku.
Jika kita ingin mendalami tentang kesadaran diri (self-awareness) maka dapat dimulai dengan peninjauan definisi, teknik pengukuran, efek dan fungsi perhatian diri, serta anteseden kesadaran diri. Konsep kunci yang berhubungan dengan diri sendiri (misalnya, minimal kesadaran reflektif) dibedakan dari gagasan sentral kesadaran diri. Peninjauan ini biasanya bisa dilakukan dengan mengisi kuesioner, melakukan tugas implisit, sampai akhirnya ada pengakuan diri. Terdapat dua model kesadaran diri yaitu; neurokognitif dan sosioekologis. Kedua model ini dapat dilihat dalam peran interaksi tatap muka, penilaian yang direfleksikan, cermin, media, ucapan batin, citra, pengetahuan otobiografi, dan struktur neurologis.
Kesadaran diri terletak pada otak kita, sehingga membuat ucapan batin memiliki peran penting dalam pemrosesan referensi diri. Berbagai pertanyaan lantas bermunculan. Bagaimana kerja otak pada proses kognitif, apakah lingkungan sosial bisa menimbulkan kesadaran diri kita? Mengapa kita sadar diri? Apa fungsinya layanan refleksi diri? Kapan atau dalam situasi apa, kita paling mungkin terlibat dalam pengamatan diri?
Apa itu kesadaran diri?
Singkatnya, kesadaran diri adalah suatu keadaan dimana seseorang secara aktif mengidentifikasi, memproses, dan menyimpan informasi tentang diri sendiri. Menurut sosiolog George Herbert Mead (1934), ada perbedaan klasik antara memusatkan perhatian ke luar terhadap lingkungan (kesadaran), dan ke dalam diri (self-awareness). Ketika ‘sadar’, suatu organisme dapat berhasil memproses informasi yang masuk dari lingkungan dan meresponsnya secara adaptif (Natsoulas, 1996). Bayangkan ketika Sahabat tidak sadar, berarti Sahabat tidak memproses informasi baik dari lingkungan maupun diri sendiri. Hal ini terjadi ketika kita sedang tertidur atau dalam kondisi koma.
Dalam bukunya Insight, Tasha Eurich menjelaskan dua jenis kesadaran: internal dan eksternal. Kesadaran diri internal berarti kita dapat dengan jelas melihat nilai, pikiran, perasaan, dan emosi kita sendiri. Kesadaran diri eksternal adalah tentang memahami bagaimana orang lain melihat kita mengenai aspek-aspek yang sama. Umpan balik membantu kami mengungkap kelemahan seseorang.
Faktor-faktor yang bisa mengganggu perhatian
Menurut Marty Nemko, Ph.D, Kokus manusia pada perhatian bisa terganggu oleh beberapa hal sbb:
- Misalnya saat sedang bekerja, Sahabat terdistraksi untuk membeli atau memposting sesuatu di media sosial. Selama bisa kembali bekerja setelah pengalihan cepat itu, itu tidak masalah, menjadi masalah ketika gangguan cenderung membuat fokus Sahabat menjadi menyimpang dan teralihkan kepada hal lain.
- Mungkin di tempat kerja, Sahabat memiliki atasan yang mengingatkan pada sikap orang tua Sahabat yang buruk. Atau orang dengan penampilan tertentu mengingatkan Sahabat pada ketakutan dimasa lalu. Atau ketika seseorang mempertanyakan kecerdasan Sahabat, justru membuat Sahabat sangat tersinggung. Beberapa pemicu cukup ringan untuk tidak perlu dikhawatirkan, namun ada beberapa yang sangat mengganggu sehingga membuat Sahabat bereaksi berlebihan.
- Sebagian besar kebiasaan kita adalah kebiasaan yang baik, yang diasah sejak kecil dan membuat hidup lebih mudah. Tapi terkadang, kebiasaan menjadikan diri merasa sakit. Contohnya penggunaan ganja, bermalas-malasan dalam memulai hari, menunda aktivitas harian, dsb.
- Titik buta. Sangat mudah untuk menjadi buta terhadap kelemahan diri pribadi, dan akan lebih menyenangkan untuk mengabaikan atau mencoba merasionalkannya. Contoh:
- Berat badan yang tidak sehat: “Saya tidak terlalu gemuk kok, dan saya pantas menikmati makanan berkalori.“
- “Ya, saya pasif. Saya tidak suka orang yang terlalu keras kepala.“
- Etos kerja yang buruk: “Ah, ada banyak orang yang lebih buruk dari saya.”
Bagaimana meningkatkan kesadaran diri?
“Prinsip pertama adalah kita tidak boleh membodohi diri sendiri dan Anda adalah orang yang paling mudah untuk dibodohi,” –Richard Feynman. Pahamilah diri sendiri (know yourself) merupakan saran terbaik, mudah dikatakan namun sulit dilakukan. Kita cenderung berpikir bahwa kita memahami diri sendiri walaupun nyatanya banyak hal yang kita tidak ketahui tentang diri kita sendiri. Yang menjadi tantangan terbesarnya adalah ilusi diri. Sebagian besar dari kita percaya bahwa kita mengenal diri kita sendiri, tetapi seperti yang dijelaskan oleh peraih nobel Daniel Kahneman dalam bukunya Think Fast and Slow, kita cenderung terlalu percaya diri dalam hal pengenalan diri, tetapi sebagian besar tidak tepat.
Untuk mengenal diri sendiri, pertama-tama Sahabat harus menghilangkan segala sesuatu yang mendistorsi kesadaran Sahabat. Agar dapat melihat diri dengan jelas, buatlah jarak. Diri yang mengamati berbeda dengan diri Sahabat yang berpikir, diri emosional, atau diri yang berfungsi (fisik). Ini memungkinkan untuk mengamati seolah-olah Sahabat sedang menonton film atau kehidupan orang lain, bukan milik Sahabat sendiri. Diri yang mengamati menciptakan ruang antara Sahabat dan tindakan, pikiran, dan emosi, sehingga Sahabat bisa melihat dengan lebih objektif.
Sediakan lebih banyak waktu untuk introspeksi, untuk belajar tidak melekat pada emosi kita. Geser pandangan eksistensial (saya) ke fisiologis (saya mengalami). Sahabat bukan emosi; Sahabat hanya mengalami suatu perasaan—Sahabat tidak marah; Sahabat merasa marah. Daripada bereaksi di saat yang panas, Sahabat dapat bertindak dengan pengertian, ketenangan, dan kebijaksanaan.
Ketika kita menyadari bahwa kita mengenali diri sendiri, maka kita berhenti mencari “apa yang salah” pada diri kita. Namun, perlu diingat bahwa dalam memperbaiki self-awareness membutuhkan kesabaran dan kerendahan hati.