Tes HIV, perlukah?

Tes HIV, Perlukah?

Sebagai anak muda yang punya banyak teman yang berasal dari generasi 90-an, tentu saja saat ini saya banyak menemui teman-teman yang sedang merasakan yang namanya “quarter-life crisis”. Ada yang masih kaget akan tanggung jawab yang sekarang harus dipikul, yang masih merasa jiwanya kok kayaknya sama aja dengan waktu masih SMA, sampai yang mulai galau urusan harus menikah sementara masih berjiwa “petualang”. Dibalik krisis jati diri yang mereka hadapi saat ini, banyak kenalan dan kerabat dekat yang mulai berani terbuka dan penasaran mengenai kesehatan seksual mereka. Mereka pun memberanikan diri untuk mencari informasi tentang hal tersebut lewat saya, “mumpung punya temen dokter” katanya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa selain makhluk sosial manusia juga adalah makhluk seksual, sehingga nafsu dan kegiatan seksual sangatlah wajar untuk dialami dan dilakukan oleh manusia. Maka topik ini pun menjadi sesuatu yang menarik untuk dibicarakan, apalagi kalau sudah mulai bicara mengenai risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat hubungan seksual. Hmmm, ga jarang teman-teman mulai bergidik, terutama ketika pembahasan mulai merembet ke arah HIV.

HIV tentu bukan lagi hal yang asing dari telinga kita, tapi tetap saja, setiap bicara soal HIV pasti bicara stigma. Stigma pada akhirnya dapat membentuk pola pikir yang membatasi diri, diantaranya membuat kita menjadi ragu untuk tes HIV untuk berbagai alasan. Jangankan untuk tes, untuk membicarakannya saja seringkali masih risih. Nah, berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang sering saya dapat dan coba saya bagikan informasinya…

Apa sih HIV?

HIV adalah nama virus, Human Immunodeficiency Virus. Sesuai dengan namanya, virus ini bisa menurunkan daya tahan tubuh manusia. Hal ini diakibatkan oleh mekanisme perkembangbiakan virus HIV yang membutuhkan sel pertahanan tubuh manusia yang terkandung dalam sel darah putih. Nah, semakin lama seiring bertambahnya jumlah virus, sel pertahanan tubuh manusia akan semakin berkurang, hingga mencapai suatu kondisi yang disebut dengan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). AIDS adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat berkurangnya daya tahan tubuh karena aktivitas dari virus HIV. Pada orang yang terinfeksi HIV, tubuhnya akan menjadi rentan terhadap berbagai infeksi oportunistik.

Siapa aja sih yang harus periksa HIV?

Siapapun boleh saja periksa HIV, karena pada dasarnya HIV dapat menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Meskipun demikian, ada beberapa kategori perilaku yang dianggap berisiko terhadap infeksi HIV. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi orang yang memiliki perilaku berisiko untuk melakukan pemeriksaan tes HIV.

Apa saja perilaku yang berisiko untuk terkena HIV?

Seperti yang kita tahu, HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual yang melibatkan kelamin (vaginal, anal, ataupun oral), jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, transfusi darah, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Kalau berhubungan seks sesama jenis pasti bakalan kena HIV atau infeksi menular seksual lainnya?

Ini adalah statement yang sering banget muncul, oleh karena beragam alasan hubungan seks sesama jenis kerap kali dianggap sebagai akar dari infeksi menular seksual terutama HIV, apalagi kalau mendengar kasus ada laki-laki seks sama laki-laki, padahal tidaklah demikian.

Penularan HIV dan infeksi menular seksual lainnya dipengaruhi oleh aktivitas dan perilaku seksual seseorang. Apabila seseorang aktif melakukan hubungan seksual yang berisiko, tanpa mengutamakan keamanan, maka tentu saja risiko tertular HIV akan meningkat. Sekali lagi coba dicermati, yang memegang peranan dalam penularan infeksi menular seksual adalah AKTIVITAS seksualnya, BUKAN ORIENTASI seksualnya. Orientasi seksual adalah suatu bentuk preferensi, bukan serta merta menjadi faktor risiko infeksi menular seksual. Jika seseorang aktif berhubungan seksual, namun dilakukan secara aman dan tidak sembarangan, risiko tertular penyakit tergolong minimal, sekalipun hubungan ini dilakukan dengan sesama jenis. Perlu diingat hubungan seks secara oral, vaginal, maupun anal, memiliki risiko terhadap penularan HIV.

Gejala HIV apa aja sih?

Nah banyak orang beranggapan, kalau terinfeksi HIV berarti sudah barang tentu akan langsung kena gejala-gejala yang berat, padahal faktanya seseorang dapat terinfeksi HIV dan bertahan tanpa gejala hingga 5 sampai 10 tahun!

Jadi pada dasarnya begini loh perjalanan infeksi HIV dalam tubuh seseorang. Pada awal seseorang terinfeksi HIV, tubuh akan berusaha mengenali virus HIV yang terdeteksi sebagai benda asing (antigen), setelah itu tubuh akan berusaha melawannya dengan membentuk sistem pertahanan tubuh (antibodi). Ibarat rumah yang diserang maling, maka satpam pun akan menghampiri. Proses pembentukan antibodi ini membutuhkan waktu 2 minggu – 3 bulan, yang lebih dikenal sebagai masa jendela (window period). Selama masa ini, di dalam tubuh orang tersebut sudah terdapat virus HIV dan sudah dapat menularkannya, meskipun bisa saja belum terdeteksi reaktif secara laboratoris, karena antibodi belum cukup terbentuk untuk bisa dibaca oleh alat.

Setelah melewati masa jendela, maka akan memasuki tahapan tanpa gejala. Pada tahapan ini, antibodi HIV sudah dapat terdeteksi reaktif. Meskipun HIV tetap berkembang dan merusak sistem kekebalan tubuh manusia, pada tahapan ini jumlah daya tahan tubuh masih mampu untuk mengatasi serangan dari berbagai macam bakteri atau virus penyebab penyakit, sehingga orang tersebut masih tetap sehat, dan tahapan ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan hingga 5 sampai 10 tahun, tergantung pada kondisi kesehatan dan kekebalan tubuh masing-masing orang.

Jumlah HIV didalam tubuh seiring waktu akan terus meningkat, dan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh manusia akan semakin luas. Akibatnya, tubuh akan menjadi rentan terhadap berbagai serangan penyakit akibat bakteri maupun virus. Serangan ini disebut sebagai infeksi oportunistik karena adanya opportunity (kesempatan) bagi bakteri dan virus untuk dengan mudah masuk ke dalam tubuh manusia akibat barrier pertahanan tubuh sudah tak mampu lagi melawan bakteri dan virus. Tahapan ini kita sebut sebagai tahapan dengan gejala. Bila kondisi ini didiamkan saja tanpa mengetahui status HIV-nya, maka seseorang dapat masuk ke dalam tahapan AIDS yang merupakan tahapan akhir. AIDS ditandai dengan adanya berbagai jenis infeksi oportunistik seperti radang pada paru-paru, infeksi jamur yang meluas pada sistem pencernaan dan pernafasan, herpes berulang, tuberkulosis (TB) paru dan ekstra paru, diare kronis, dll. Keadaan umumnya pun dapat terlihat sangat buruk; misalnya demam bisa dialami lebih dari 3 bulan, berat badan menurun drastis, kesadaran mulai terganggu, dan sebagainya. Pada akhirnya seseorang dapat kehilangan nyawanya akibat penyakit-penyakit infeksi oportunistik tersebut.

Terus kalo positif terinfeksi HIV harus gimana?

Kalau seseorang sudah tahu statusnya HIV positif, tentunya akan sangat baik biila ia mendapat pengobatan. Tujuannya agar orang yang terinfeksi HIV tidak semakin turun kondisinya. Memang hingga saat ini pengobatan HIV belum bisa menyembuhkan secara tuntas, akan tetapi pengobatan berguna untuk mengendalikan perkembang biakanan virus HIV dalam tubuh. Kalau sepak terjang virus HIV dapat dikendalikan, maka daya tahan tubuh manusia diharapkan meningkat. Pengobatan ini menggunakan regimen terapi yang dikenal dengan nama ARV (Anti-Retroviral). Obat ini perlu dikonsumsi seumur hidup supaya infeksi HIV bisa dikendalikan, untuk itu membutuhkan komitmen dari pasien.

Walaupun HIV merupakan infeksi yang bisa jadi membahayakan, banyak orang yang sudah terinfeksi HIV menjalani kehidupan yang lebih panjang dan lebih sehat dengan adanya perawatan yang efektif dan efisien. Yang terpenting adalah memastikan orang yang terinfeksi HIV berada dalam penanganan seorang dokter yang memahami pengelolaan infeksi HIV. Konseling setelah tes dilakukan sangat berguna untuk menangani masalah berkaitan dengan kekebalan, higienitas, kesehatan fisik, serta kebutuhan psikologis.

Jadi kapan sih mestinya periksa HIV? Enaknya dimana kalo periksa HIV?

SEGERA! Apalagi kalau sudah baca yang tadi di atas dan kamu merasa sudah sempat melakukan hal yang tergolong berisiko dan belum pernah periksa HIVsama sekali. Pemeriksaan bisa di lakukan di laboratorium terdekat, maupun Rumah Sakit, Poli VCT dan klinik IMS terdekat yang kamu percayai. Pemeriksaan untuk HIV atas inisiatif diri sendiri biasanya disebut dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing).

Idealnya pemeriksaan HIV dilakukan setelah melewati masa jendela, supaya hasil yang diterima sudah valid, tanpa harus menunggu pengulangan tes setelah masa jendela untuk konfirmasi. Usahakan pemeriksaan dilakukan di tempat yang memiliki konselor, supaya enak untuk cerita dan bertanya apapun mengenai HIV secara bebas tanpa harus jaim.

Di Angsamerah, seluruh tenaga medis yang ada sudah sangat familiar dengan kegiatan VCT, sehingga kamu bisa bebas bercerita apapun tanpa harus malu ataupun takut, karena data dan keterangan yang kamu berikan akan dijaga kerahasiaannya dan akan sangat berguna bagi kami untuk menentukan diagnosa dan merencanakan tatalaksana bila diperlukan. Jangan ragu untuk bertanya apapun kepada kami, agar kamu bisa memperoleh informasi selengkap-lengkapnya mengenai HIV dan juga status kesehatan kamu. Jangan lupa, kalau sudah dapat informasi yang kamu butuhkan, bagikan informasi tersebut kepada teman-teman dan kerabat dekat, supaya mereka pun ikut waspada dan berani untuk tes HIV.

Jadi gimana menurut kamu? Perlu ga tes HIV?

Website penting terkait HIV

Artikel Terkait

HIV dan Nutrisi

Pusat Pembelajaran Angsamerah

Penguatan Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia

Training “Treatment of Hepatitis C and HIV co-Infection using the DAAs”

Q! Film Festival 2015

Asia Pacific HIV Practice Course

Singapura 2016

Learning about Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP) with Dr. Dariusz Olszyna

Previous
Next

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.