“Tidak kok dia itu tampan dan tidak lemah gemulai seperti banci, jadi tidak mungkin dia itu seorang gay!” begitulah komentar seorang ibu terhadap anak remajanya yang baru saja tertangkap sedang berciuman dengan teman sesama prianya ketika berkonsultasi dengan saya di sebuah klinik di kota Bandung. Saya pun berusaha untuk menerangkan dengan sedemikian rupa halusnya agar si ibu tidak mudah tersinggung dalam menerima kenyataan bahwa anaknya adalah seorang gay atau dalam istilah medisnya sering disebut juga sebagai LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki).
Adalah nyata, bahwa tidak setiap LSL selalu di identikkan dengan sifat atau kebiasaan lemah gemulai atau yang biasa disebut juga sebagai kemayu, dimana yang lebih kasarnya disebut juga sebagai kewanitaan atau seperti banci. Bahkan, dari beberapa pengalaman pribadi ketika menghadapi pasien dari kalangan LSL, lebih banyak datang pria yang macho dalam artian mereka tidak kemayu atau feminin, bahkan ironinya beberapa dari mereka sudah menikah dan memiliki anak dengan pasangan tidak sejenis (wanita).
Sangatlah sulit untuk menebak atau menduga bahwa seorang pria adalah gay atau LSL, tidak serta merta bahwa yang bersifat feminin itu adalah seorang gay, atau bahkan sebaliknya kalau macho bukan berarti seorang gay. Orientasi seksual sejenis antar pria ini hanya bisa ditemukan, bila pelakunya mengakui ketertarikannya terhadap sesama jenis.