Indonesia membutuhkan banyak pelayanan kesehatan primer
Banyak pasien di Indonesia yang mungkin pernah mengalami pengalaman seperti ini: datang ke klinik atau rumah sakit, tapi tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Entah tak dilayani dengan ramah, dokter yang tak komunikatif, salah diagnosis, antrean panjang, maupun suasana klinik atau rumah sakit yang membuat “ngeri” pasiennya karena bau alkohol yang menyengat hidung.
Hal serupa juga pernah dialami Nurlan Silitonga, dokter kesehatan seksual dan reproduksi, sekaligus pendiri institusi dan klinik Angsamerah di Jakarta. Pengalaman tak menyenangkan ini tak hanya dialaminya ketika berobat di Jakarta, tapi juga di negeri tetangga seperti Singapura yang selama ini tersohor akan layanan kesehatannya.
“Saya pernah mengalami jadi pasien. Saya membayangkan kalau saya sakit, inginnya di rumah, tidak mau di rumah sakit. Saya tidak mau lihat alat-alat medis, tidak mau mencium bau alkohol, mau ada sinar matahari. Ingin disambut orang yang ramah. Itu mimpi saya,” kata Nurlan yang juga pernah mengalami salah didiagnosis beberapa kali.
Sebagai dokter, ia juga menyadari pentingnya keahlian untuk berkomunikasi dengan pasien. “Menurut saya, dokter itu tidak hanya cukup berpikir dari sudut pandang medis, tapi juga perspektif di luar medis. Kombinasi keduanya akan membuat seorang dokter bisa memberikan pelayanan yang lebih baik untuk banyak orang,” ujarnya lagi.
Semua hal yang disebutkan Nurlan, sejatinya menggambarkan pribadinya yang ramah, hangat, dan terbuka. Saat menerima SH di suatu siang di kliniknya di Jalan Blora, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, Nurlan langsung menyapa akrab sambil tersenyum lebar. Tidak sulit mengajaknya mengobrol, berbagai cerita mengalir dari mulutnya, mulai dari yang lucu hingga pengalamannya yang tak menyenangkan ketika menjadi pasien.
Berangkat dari pengalaman pribadinya inilah, Nurlan bermimpi untuk membangun sebuah klinik yang memberikan layanan kesehatan yang tidak hanya ramah, tapi juga berkualitas kepada semua pasien, termasuk remaja. Ia meyakini, Indonesia membutuhkan banyak primary health care (pelayanan kesehatan primer), seperti klinik dengan layanan yang baik untuk mencegah terjadinya penumpukan pasien di rumah sakit.
Impiannya mendirikan klinik dengan layanan yang ramah dan berkualitas mulai diwujudkan tahun 2007. Ia mendirikan institusi Angsamerah. Sebuah organisasi swasta yang profitable dengan napas social entrepreneurship. Institusi ini bertujuan memperbaiki sistem kesehatan Indonesia dengan menyediakan konsultasi kesehatan masyarakat dan menciptakan model-model layanan kesehatan yang inovatif.
Nurlan sudah memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun melakukan penelitian klinis internasional dan konsultan kesehatan masyarakat bekerja sama dengan berbagai organisasi, seperti AusAid, USAID, UNAIDS, dan WHO. Salah satu model layanan kesehatan reproduksi yang merupakan kemitraan dengan UNFPA baru saja diluncurkan pada Juli di Yogyakarta dengan menyasar kalangan remaja.
Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (FK UKI) itu sengaja memilih organisasi swasta karena memberikan ruang lebih luas untuk berkreativitas. Nurlan mengakui, sejak awal mendirikan Angsamerah, sudah dipikirkan bagaimana mendapatkan profit. Dalam institusi layanan kesehatan swasta, profit harus dipikirkan karena dengan profit yang sehat, institusi bisa tumbuh dengan sehat sehingga bisa mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanannya. Institusi itu juga bisa terus beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Dengan profit yang baik, sebuah institusi bisa berkontribusi juga lebih banyak untuk kebutuhan sosial.
Nama Angsamerah dipilih karena melambangkan inovatif, seperti pribadi Nurlan yang selalu ingin menciptakan sesuatu yang baru. Angsa juga bisa diartikan keanggunan, menciptakan riak yang berdampak, seperti yang diinginkan klinik ini.
Reformasi Kesehatan
Setelah mengumpulkan modal, pada 2010, Nurlan berhasil membuka klinik Angsamerah di Jalan Blora, Jakarta Pusat. Beda dari klinik-klinik kebanyakan, begitu menjejakkan kaki di klinik Angsamerah, calon pasien akan disambut sapaan ramah dari para staf dan suasana yang nyaman, seperti di rumah sendiri atau bahkan di lounge.
Suasana bertambah hangat dengan masuknya sinar matahari dari sela-sela tirai jendela. Dibantu suaminya, arsitek berkewarganegaraan Prancis, ibu satu anak itu mendirikan klinik bergaya minimalis dengan interior serbawarna putih yang dilengkapi sofa dan bantal-bantal empuk warna putih dan merah. Tak ada kesan “seram” dari klinik ini. Semua alat medis tersimpan rapi di dalam rak lemari putih di ruang praktik.
Di klinik ini, calon pasien juga tak perlu takut mengungkapkan identitasnya ketika mengisi formulir pendaftaran. Mereka bebas mengisi kolom nama, bahkan nama samaran sekalipun. Ini sengaja dilakukan demi memberi rasa nyaman pada semua pasien. Tak sekadar mengejar profit, 10 persen dari keuntungan klinik ini disubsidi untuk membantu kegiatan yayasan Angsamerah. Sejak Juli 2013, intitusi Angsamerah mendirikan klinik kedua, yakni Klinik Yayasan Angsamerah di Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Klinik ini juga memberikan layanan kesehatan seksual dan reproduksi dengan harga lebih terjangkau.
“Visi saya adalah reformasi kesehatan. Saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Salah satunya adalah dalam menyediakan penyakit-penyakit yang selama ini banyak ditolak di layanan kesehatan Indonesia, yaitu layanan yang ramah terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, yang tidak judgemental (menghakimi), bisa mendiskusikan seksualitas dengan nyaman,” ujar Nurlan yang pada Mei lalu diundang sebagai salah satu dari 16 pemimpin perempuan dari 10 negara di dunia menjadi pembicara di acara “Global Ambassadors Program” di Belfast, Irlandia Utara.
Ketertarikannya pada kesehatan seksual dan reproduksi, diakui Nurlan, memang sudah sejak lama. Terlebih ia pernah tiga tahun bertugas sebagai dokter puskesmas di Timika dan Kwamki Lama, Papua, yang merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi infeksi HIV tertinggi di Indonesia.
Ia menyadari, isu seksualitas masih sangat sensitif di Indonesia. Oleh karena itu, melalui klinik yang didirikannya, ia ingin mendorong semua orang agar tak ragu datang berobat atau sekadar berkonsultasi. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter, Nurlan berpedoman penting menghargai nilai-nilai yang ada masyarakat dan berdiskusi dengan bijaksana.
Walau kini sudah berhasil mewujudkan impiannya, bahkan sudah membuka klinik kedua, Nurlan masih belum puas. Ia bercita-cita para sahabat dokter dan para petugas kesehatan lainnya di Indonesia bisa memiliki lingkungan kerja dan sistem yang sehat untuk membuat mereka bisa bekerja lebih baik dan ramah.
Selain itu, Nurlan sudah menetapkan tidak ingin menjadikan Angsamerah sebagai bisnis keluarga, tapi akan mencari orang yang berkualitas mengelola dan meneruskan visi Angsamerah. “Mimpi saya berikutnya adalah membangun model rumah sakit tanpa kelas,” katanya.