Gadis kecil itu duduk tertegun. Besok, perayaan 17 Agustus, di sekolahnya ada karnaval. Murid-murid akan berpawai keliling kampung dengan mengenakan pakaian yang sesuai dengan cita-cita mereka. Ia juga ingin sekali ikut karnaval, mengenakan pakaian seragam guru seperti cita-citanya. Kawannya ada yang ingin jadi dokter, tentara, polisi, perawat, dll. Mereka semua telah menyewa pakaian itu untuk pawai.
Tapi ia tahu bahwa ia tak akan bisa ikut kemeriahan tujuhbelasan itu. Ibu dan ayahnya yang miskin mengatakan bahwa kalau ikut karnaval berpanas-panas nanti takut mimisan (keluar darah dari hidung) lalu pingsan. Padahal selama 11 tahun usianya, hanya sekali ia mimisan, dan belum pernah pingsan. Buktinya, setiap hari ia berlarian ke sana ke mari main petak umpet, lompat karet, main galah asin, memanjat pohon, mencari ikan kecil di kali. Dan baik-baik saja…padahal itu lebih melelahkan dibanding cuma berbaris keliling kampung sambil bernyanyi riang….
Ia masih terlalu lugu untuk memahami bahwa sebenarnya ibunya tak punya uang untuk menyewa baju seragam guru untuknya. Kalaupun ada uang Rp 50.000, tentu lebih baik untuk biaya makan mereka berenam karena ayah mereka pengangguran. Ibu mereka yang lebih gigih, berjualan es kelapa muda di terminal bis. Maka dibuatlah alasan bahwa gadis kecil ini penyakitan, mudah lelah, suka mimisan dan gampang pingsan. Dan anak kecil ini meyakini dengan sepenuh hati bahwa ia memang lemah, penyakitan, suka mimisan dan gampang pingsan. Dan ia hidup dengan anggapan itu, karena yang mengatakannya beratus-ratus kali adalah ibu dan ayahnya, tokoh yg dihormatinya. Biarpun orang lain mengatakan ia sehat dan kuat, ia tetap berkeras bahwa dirinya lemah, gampang mimisan dan pingsan. Berapa banyak di antara kita yg hidup dengan pikiran-pikiran negatif yang disosialisasikan oleh orang2 yang kita hormati? Siapa di antara kita yang sering dipanggil dengan sebutan si Gendut, si Item, si Bule, si Gembil, si Tembem, si Tomblo, si Buruk Rupa, si Bodoh, si Oon, si Bloon, si Penakut, si Pelit, si Boros, si Rakus, si Bawel, si Pemalu, si Penakut, si Tonggos, si Cungkring, si Pemalas, si Kecil…dst….
Bagaimana kita mengharapkan tumbuhnya pribadi-pribadi kuat dan berpikiran positif, sementara sejak kecil hingga dewasa selalu disosialisasikan pikiran-pikiran negatif…? Dan yang mensosialisasikannya sejak awal, sering kali adalah orangtua kita sendiri, yang sangat dahsyat pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian anak.
Maka jadilah kita seperti sebutan-sebutan itu.. persis seperti doa-doa yang dirapal dari waktu ke waktu. Dan gadis kecil itu hidup, tumbuh dalam lingkungan keluarga seperti itu.
Ia yakin dan meyakini dirinya tidak bisa ikut pawai tujuhbelasan karena memang lemah, penyakitan, mimisan dan mudah pingsan. Sampai sekarang, ia meyakini dan membentuk dirinya menjadi orang yang lemah, penyakitan, dan mudah pingsan…Bukan karena orangtuanya tak punya uang untuk menyewa pakaian seragam guru…
Kemiskinan memang sangat ampuh memarginalkan seseorang dari lingkungannya. Pikiran-pikiran negatif, pemberian label negatif, dan sosialisasi kata-kata negatif, terutama dari orang tua dan keluarga, sangat dahsyat melumpuhkan self-esteem manusia. Kemiskinan di ditambah dengan sosialisasi pikiran-pikiran negatif, merupakan kombinasi yang sempurna untuk menghancurkan konsep diri seseorang sejak dini.
DO WE LIVE WITH IT, ANYONE?