Apa Yang Salah Dengan Profesi Kedokteran Dan Sistem Kesehatan Nasional Indonesia?

Di bulan November 2015, tiga catatan perasaan dan pikiran tertuang spontan oleh 3 orang dokter Indonesia yang memiliki latar belakang sosial-budaya, minat, keahlian, posisi dan tanggung jawab yang berbeda, namun tulisan mereka mengekspresikan puluhan ribu kegundahan dokter Indonesia yang banyak tertext di berbagai gadget dan media komunikasi lainnya yang ada, termasuk kegundahan pikiran dan perasaanku.

Apa yang salah? Apa yang bisa saya lakukan? Apa yang bisa Anda lakukan?

Menurut saya, ketiga tulisan ini penting untuk dijadikan satu, tersimpan, dan disebarkan. Tulisan ini menjadi bagian dari dokumentasi sejarah akan perjuangan para dokter akan harapan dan aksi perubahan layanan kesehatan yang lebih baik untuk rakyat dan penyedia layanan kesehatan di Indonesia.

Begitu banyak fakta di lapangan tentang ketimpangan layanan kesehatan yang tidak tertulis, tercecer, terselip, dan terlupakan ataupun sengaja dilupakan.

Berikut link ke artikel kesehatan lainnya yang khusus dipersembahkan oleh para dokter Indonesia melalui organisasi Dokter Indonesia Bersatu demi perubahan sistem dan layanan kesehatan Indonesia.

Salam damai, harapan dan aksi perubahan yang lebih baik untuk rakyat Indonesia.

Ketika Tangan Sang Dokter Putus

Oleh Prof. Samsuridjal Djauzi

Suatu pagi rumah dokter dekat Puskesmas di pedalaman Sulawesi Selatan dimasuki rampok bersenjata kelewang. Sang dokter berusaha mengunci kamar namun perampok berhasil masuk dan menyerang sang dokter. Dokter membela diri dan tangan kanannya putus terkena kelewang Perampok melarikandiri dengan membawa rampokannya. Tetangga menolong sang dokter, mengatasi perdarahan dan membawa sisa tangan yang putus . Polisi setempat segera menolong dan membawa dokter dengan mobil langsung ke Makasar dan minta tolong dicarikan tiket pesawat agar korban segera dapat dibawa ke Jakarta. Di RS Cipto, Dr Chaula, spesialis bedah plastik dan tim menyiapkan diri menerima dokter yang menjadi korban.

Operasi penyambungan tangan tidaklah sederhana melibatkan dokter spesialis tulang, pembuluh darah dan bedah syaraf. Dapat dibayangkan betapa rumitnya operasi tersebut, pembuluh darah harus disambung dengan cermat juga syaraf dan otot. Untunglah potongan tangan yang dibawa masih viable. Alhamdulillah operasi berjalan baik. Saya bertemu dengan sang dokter ketika dia sudah sembuh. Tangannya belum berfungsi sempurna tapi sudah mampu mengendarai mobil.

Dia bertemu saya untuk minta nasehat ingin masuk salah satu spesialis yang bukan termasuk bedah. Waktu itu saya sekjen IDI dan saya mencoba membantu sebisa yang saya dapat lakukan. Saya juga menghubungi prodi yang bersangkutan sekadar menjelaskan bagaiman dokter ini telah berbakti dan menjadi korban selama bertugas. Kami tak bernasib baik. Dia dinyatakan tidak lulus seleksi masuk dan ditolak di Prodi ybs. Saya sedih namun tak dapat berbuat banyak karena penerimaan dalam prodi sepenuhnya kewenangan prodi ybs.

Saya mencoba mengingat dokter yang menjadi korban baik korban kecelakaan, kriminal atau sakit yang meninggal ditempat tugas. Seorang dokter perempuan meninggal di Aceh, seorang dokter laki laki yang akan pulang menikah meninggal di Tarakan. Dia mengalami trauma kepala ketika jatuh ke palka kapal. Di pedalaman Kalimantan Timur seorang dokter pria meninggal karena korban kriminlal. Begitu pula di Papua ada dokter yang meninggal karena perbuatan kriminal. Dokter Sitompul, spesialis kebidanan belum lama ini meninggal di Papua karena kecelakaan air. Kemarin kita mendengar Dr Dioni meninggal di P. Dobo karena sakit. Sebenarnya beberapa tahun yang lalu juga ada teman sejawat yang meninggal di Maluku selatan karena sakit.

Meningkatkan layanan Evakuasi Medis

Saya mengingat dokter-dokter yang meninggal karena saya seorang dokter. Saya membayangkan bagaimana keluarga dokter dokter yang masih muda tersebut, yang telah bersusah payah menyekolahkan anak mereka mendengar anak yang mereka cintai meninggal nun jauh di sana. Sebenarnya kita tak hanya peduli pada nasib dokter, mungkin juga banyak penduduk di daerah terpencil yang memerlukan evakuasi medis. Ketika anak dan menantu saya yang kebetulan dokter berdinas di P. Sula dekat P Bacan kami orang tuanya selalu diliputi suasana cemas. Di P. Sula ada rumah sakit tapi tak ada layanan transfusi darah. P. Sula masih beruntung karena ada layanan penerbangan ke kota dengan fasilitas rumah sakit yang memdai. Namun bagaimana dengan nasib perempuan yang mengalami perdarahan masih sewaktu melahirkan. Tak ada layanan transfusi darah. Menteri Kesehatan Achmad Sujudi dulu pernah berusaha keras untuk melengkapi perlengkapan diagnostik dan alat kedokteran rumah sakit di daerah terpencil. Namun sampai sekarang peralatan kedokteran masih kurang, jikapun pernah ada pemeliharaan kurang sehingga jika rusak tak dapat diperbaiki. Sistem evakusai medis kita lemah. Cobalah baca bagaimana sulitnya untuk mengevakuasi Dr Doni dari P Dobo. Meski semua sudah bekerja keras tapi tak ada fasilitas yang dapat mengevakusi segera dengan aman.

Kami para dokter hari ini memakai pita hitam. Mengenang teman kita Dr Dioni yang telah berkorban untuk masyarakat didaerah terpencil. Meninggalnya Dr Dioni mudah mudahan tak akan menyurutkan dokter muda untuk mengabdi di daerah terpencil. Namun semangat pengabdian mereka harus didukung dengan sistem yang menjamin keselamatan mereka yang bertugas di daerah terpencil.

Kita sedang bersedih….

Namun bersedih tak cukup….

Sekaranglah saat kita merencanakan layanan kesehatan di daerah terpencil yang memadai serta sistem evakuasi medis nasional yang mampu menolong warga Indonesia dimanapun dia berada. Entah di puncak gunung atau pulau kecil ditengah laut. Dr Doni kami bangga padamu, semoga kepergianmu juga menyadarkan kami semua untuk memperbaiki layanan kesehatan di daerah terpencil dan membangun sistem evakuasi medis yang mampu menyelamatkan warga saudara kita yang memerlukannya.

Rest in Peace Dr. Dioni Giri Samudra. Kepergianmu Adalah Cambuk Bagi Kami. Kepergianmu Tidak Akan Sia-Sia.

Oleh dr. Erta Priadi Wirawijaya

Turut berduka atas meninggalnya dr. Dionisus Giri Samudra, adik kami, seorang dokter yang sedang tugas internship di kepulauan Aru, Maluku. Beliau meninggal jam 18.17 WITA akibat komplikasi radang otak paska infeksi morbili.

Pendidikan dokter di Indonesia panjang dan melelahkan. Setelah menempuh pendidikan sarjana kedokteran selama 4 tahun lamanya, seorang dokter harus mengikuti program pendidikan profesi dokter selama setidaknya 2 tahun di RS pendidikan. Setelah dinyatakan lulus setelah melalui ujian nasional dan dinyatakan kompeten sebagai dokter, seorang dokter harus mau bertugas dalam program internship atau magang selama 1 tahun lamanya. Antrian panjang program internship saat ini sekitar 6 s/d 1 tahun lamanya. Selama periode itu dokter yang sudah dinyatakan kompeten tadi harus menganggur, atau berprofesi gelap sebagai dokter tembak menggantikan senior-seniornya.

Saat magang, dokter, seorang sarjana yang telah menempuh pendidikan setara S2 harus puas bekerja dengan upah Rp 2,5 juta/bulan. Itupun kadang dibayar tiap 3 bulan sekali. Mereka seringkali harus bekerja di tempat terpencil tanpa uang transportasi tambahan. Saat sakit mereka tidak mendapatkan asuransi kesehatan yang sepantasnya. Bahkan saat meninggal dalam tugasnya, tidak ada kompensasi yang layak untuk keluarganya.

Karenanya menurut saya Internship dokter Indonesia tidak lebih dari sebuah program nasional untuk memanfaatkan tenaga dokter Indonesia dengan murah. Keadaan ini menurut saya sangat tidak layak dan memprihatinkan. Kejadian seperti ini sudah bukan kali pertama terjadi. Seharusnya kemenkes mengambil langkah untuk memperbaiki program ini dengan memperbaiki kesejahteraan tapi juga jaminan berupa asuransi kesehatan & kematian untuk setiap dokter yang bekerja mengabdi untuk negara.

Besok, 12 November adalah hari Kesehatan Nasional, namun besok bukanlah hari gembira. Besok adalah hari dimana kita berduka. Permasalahan kesehatan di Indonesia kita tahu masih sangat banyak namun perlakuan pemerintah terhadap para tenaga kesehatan yang bekerja mengabdi didalamnya masih sangat kurang.

Mari besok kita kenakan pita hitam. Semoga negara, masyarakat, media bisa melihat dunia kesehatan Indonesia saat ini sedang sedih dan berduka atas buruknya perhatian dan perlakuan mereka terhadap kita semua. Selamat jalan dr. Dion, semoga anda mendapatkan tempat yang layak disisinya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan keiklasan (dan tentunya kompensasi yang layak dari pemerintah).

Karena Kami Manusia

Oleh dr. Novi Arifiani

Selamat hari kesehatan 2015 tetapi hari ini kami korps Ikatan Dokter Indonesia berduka yang sedalam-dalamnya atas kepergian sejawat kami dr. Dionisius Giri Samudra yang menambah panjang sejawat kami yang meninggal dalam tugas karena terinfeksi penyakit.

Ijinkan di hari ini kami berkabung. Ijinkan pula kami menumpahkan kekesalan karena ketidakberdayaan kami terhadap sistem yang berjalan saat ini. Karena kami manusia. Sebesar apapun keinginan kami membantu sesama manusia maka akan tetap terkalahkan bila sistem pelayanan kesehatan tidak berkembang menjadi PELAYANAN KESEHATAN YANG MUDAH DIAKSES.

Ini menandakan KAMI MANUSIA, yang dianugerahi Allah SWT sebagian kecil keilmuan untuk membantu sesama manusia. Jangan gantungkan seluruh harapanmu wahai pasien kepada kami karena KAMI MANUSIA. Tetapi perlakukanlah kami sebagai manusia karena KAMI MANUSIA. Kami punya kelemahan, untuk itulah kami bekerja dengan bantuan teknologi dan bukti-bukti ilmiah karena KAMI MANUSIA. Kami butuh fasilitas dan sistem kerja yang aman dan nyaman untuk memanusiakan pasien-pasien kami.

Kami tidak tahu apa yang ada dalam pikiran dan hatimu maka terbukalah kepada kami agar kami dapat membantu anda sebagai manusia. Bantulah kami menelusuri beragam misteri dalam tubuh manusia yang merupakan makhluk sempurna ciptaan-Nya.

Kami manusia yang diikat oleh sumpah kedokteran yang terikat hingga akhirat nanti untuk membantu sesama manusia tetapi karena KAMI MANUSIA maka kami tidak dapat menentukan hasil akhir pengobatan.

Terima kasih kepada para pasien yang telah sabar dan menjadi pasien yang cerdas untuk mencari solusi terbaik bagi keberhasilan bersama. Karena KAMI MANUSIA, kami pun butuh dimanusiakan.

Artikel Terkait

Layanan Kesehatan Ramah Remaja dan Sistem Rujukan

Mengintip Pekerjaan sebagai Dokter Layanan Primer

Energi Sinergi Yang Hilang di Organisasi IDI

Peningkatan Akses Layanan Kesehatan: Meninjau Dampak Peraturan Diskriminatif di Indonesia

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Peluang Besar untuk Kemajuan - Bagian 1

Organisasi Profesi Dokter Indonesia, “Mau Dibawa Kemana?”

Previous
Next

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.