Menemukan Harapan: Bagaimana Memahami Bunuh Diri Dapat Menyelamatkan Jiwa

Fakta

  • Diperkirakan ada lebih dari 700.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun di seluruh dunia. Ini berarti bahwa untuk setiap orang yang meninggal karena bunuh diri, ada lebih banyak orang yang mencobanya namun tidak berakhir dengan kematian.
  • Cara yang paling sering secara global adalah dengan menggunakan pestisida (sekitar 20% dari kasus bunuh diri), gantung diri dan menembak diri
  • Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang signifikan. Berikut ini beberapa poin penting:
  • Bunuh diri merupakan penyebab kematian keempat di antara orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia.
  • Distribusi Geografis: Sekitar 77% bunuh diri global terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
  • Faktor Risiko:
    • Faktor-faktor seperti kondisi kesehatan mental (terutama depresi, kecemasan, dan gangguan penggunaan alkohol)
    • Pengalaman kehilangan
    • Kesepian
    • Diskriminasi
    • Putusnya hubungan
    • Masalah keuangan
    • Nyeri kronis
    • Penyakit
    • Kekerasan
    • Pelecehan
    • Konflik atau keadaan darurat kemanusiaan lainnya
  • Kasus bunuh diri dapat dicegah.

Bunuh diri telah menjadi masalah kesehatan mental masyarakat yang utama di Indonesia. Kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang 1 Januari-15 Maret 2024, 287 kasus paling banyak berada di Jawa Tengah, yakni 97 kasus, setara 33,78% dari total kasus nasional menurut data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI. 

Jadi diperkirakan kasus bunuh diri di Indonesia adalah sebesar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Meskipun demikian, angka pastinya masih belum diketahui karena mungkin saja ada kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan.

Angka tersebut relatif rendah, namun sedihnya kasus jumlah bunuh diri meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia, bunuh diri dengan cara menggantung diri merupakan metode yang paling umum di Indonesia. Kemungkinan karena lebih mudah, murah dan cepat.

Selain faktor risiko yang sudah disebutkan di atas, ada beberapa faktor risiko lain berkaitan dengan peningkatan risiko bunuh diri, antara lain: budaya setempat, tinggal di daerah perkotaan, jenis kelamin laki-laki, dan tingkat pendidikan yang rendah.

Pada remaja, faktor risiko bunuh diri sedikit berbeda, misalnya lebih banyak pada jenis kelamin perempuan, pernah terlibat dalam perkelahian fisik, mengalami perundungan, memiliki masalah kecemasan, merasa kesepian, dan penyalahgunaan zat.

Keyakinan agama yang kuat dicatat sebagai faktor pelindung namun juga menutupi jumlah kasus bunuh diri yang sebenarnya. Semua agama di Indonesia percaya bahwa bunuh diri adalah dosa besar. Oleh karena itu, dianggap memalukan dan merupakan aib bagi keluarga. Jadi bila ada kasus bunuh diri cenderung ditutupi. Namun bisa juga membuat orang yang memiliki keinginan bunuh diri dapat mengurungkan niatnya karena poin tersebut. Terlebih bila ada dukungan yang memadai dari keluarga dan lingkungannya.

Program pencegahan bunuh diri sudah ada di Indonesia, namun sayangnya sebagian besar terpusat di daerah perkotaan atau kota besar, sehingga tidak menyentuh daerah pedesaan. Penelitian lebih lanjut tentang perilaku bunuh diri di Indonesia diperlukan untuk merumuskan strategi pencegahan bunuh diri nasional dengan sukses.

Baca juga: Kenali Faktor Pemicu Bunuh Diri

Siapa yang berisiko bunuh diri?

Memang kasus bunuh diri banyak terkait dengan gangguan jiwa, terutama mereka dengan gangguan depresi, dan pengguna alkohol. Selain itu upaya bunuh banyak terjadi di negara-negara berpendapatan tinggi.

Tidak sedikit kasus bunuh diri terjadi secara impulsif pada saat krisis dimana kemampuan untuk menghadapi tekanan hidup, seperti masalah keuangan, putus hubungan, rasa nyeri berkepanjangan dan penyakit kronis.

Badan kesehatan dunia (WHO) perilaku bunuh diri juga terkait dengan konflik, bencana, kekerasan, pelecehan, rasa kehilangan, perasaan terisolasi. Tingkat bunuh diri juga tinggi di kalangan kelompok yang rentan mengalami diskriminasi, seperti pengungsi dan migran, masyarakat adat, LGBTI (lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks); dan tahanan.

Ada studi yang menunjukkan terdapat gen yang terkait dengan perilaku bunuh diri. Dalam sebuah artikel yang ditulis N.L. Pedersen dan A. Fiske yang berjudul Genetic influences on suicide and nonfatal suicidal behavior: Twin study findings (2010) mengenai saudara kembar tentang ide bunuh diri dan upaya bunuh diri ternyata melibatkan pengaruh genetik, termasuk masalah efek psikopatologi.

Tulisan Eugene Lin dan Shih-Jen Tsai berjudul Genetics and Suicide (2016) mendukung pernyataan tersebut, bahwa ada bukti kuat menunjukkan kerentanan genetik terhadap perilaku bunuh diri, termasuk kemungkinan diwariskan kepada keturunannya dan kejadian umum pada anak kembar.

Perilaku bunuh diri pada remaja ternyata cukup kompleks karena memiliki keterkaitan dengan:

  1. Biokimia : Ketidakseimbangan neurotransmitter seperti serotonin, dopamin, dan norepinefrin dapat berkontribusi pada depresi dan perilaku bunuh diri
  2. Genetik : Ada bukti bahwa kecenderungan untuk bunuh diri dapat diwariskan. Studi menunjukkan bahwa anak-anak dari orang tua yang memiliki riwayat bunuh diri memiliki risiko lebih tinggi
  3. Perubahan hormonal : Remaja mengalami perubahan hormon yang signifikan selama masa pubertas, yang dapat mempengaruhi suasana hati dan perilaku
  4. Kondisi psikologis
  5. Masalah Kesehatan Mental: Depresi, kecemasan, gangguan bipolar, dan gangguan makan adalah beberapa kondisi yang sering dikaitkan dengan risiko bunuh diri pada remaja. Kondisi penyalahgunaan zat juga ditengarai dapat memicu perilaku bunuh diri pada remaja.
  6. Pengaturan Emosi: Remaja sering kali memiliki keterbatasan dalam keterampilan pengaturan emosi, yang dapat membuat mereka lebih rentan terhadap stres dan keputusasaan.
  7. Pengaruh Sosial: Bullying, tekanan teman sebaya, dan masalah keluarga dapat memperburuk.

Pada kejadian bunuh diri, niat atau keinginana dan kematian berkorelasi positif dan berhubungan dengan kelaianan biologis yang sebaguan besar melibatkan sistem kimiawi di dalam otak. Saat ini, diyakini bahwa sistem biologis yang paling masuk akal terkait dengan bunuh diri, kekerasan, impulsif, dan kecemasan dalam sistem serotonergik.

Apa tanda2 akan bunuh diri?

Mereka yang berpikir atau berencana bunuh diri terlihat adanya perubahan dalam pembicaraan, perasaan dan perilaku. Tanda-tanda ini merupakan pengenal yang bisa dipercaya Mereka membicarakan perasaan bersalah, malu, menjadi beban orang lain, lebih baik mati. Rasa pilu atau nyeri yang dalam atau sakit hati yang tak tertahankan, sangat sedih, cemas berlebihan, marah sekali, merasa terperangkap tanpa daya, merasa diri kosong, tidak menemukan alasan untuk hidup. Naik turun mood yang berfluktuasi atau mood swings.

Perilaku mereka juga berubah, antara lain:

  • menarik diri dari pergaulan dan keluarga,
  • merokok atau menggunakan napza lebih banyak
  • banyak atau sangat berkurang tidur
  • makan lebih banyak atau sangat kurang
  • melakukan tindakan berisiko seperti mengebut
  • mempelajari cara bunuh diri dari berbagai sumber
  • menabung banyak obat-obatan
  • membuat rencana bunuh diri
  • membuat surat wasiat
  • pamit-pamit

Pencegahan

Lima Langkah pencegahan yang dikembangkan oleh 988 Suicide Crisis and Lifeline                       

  • Tegur -sapa-tanya ketika ada tanda2 perubahan perasaan, pikiran dan perilaku tanyakan apa yang mereka pikir dan rasa. Jangan takut menanyakan soal bunuh diri, tidak akan meningkatkan niat bunuh diri.
  • Ada untuk mereka. Bisa dengan telepon atau bicara langsung.
  • Jaga mereka tetap aman. Amankan mereka dari semua perangkat yang memungkinkan bunuh diri.
  • Bantu mereka menemui konselor, psikolog, psikiater.
  • Tindak lanjuti bantuan anda. Kunjungi atau telpon mereka, sapa, dengarkan keluhan mereka.

Referensi

Brochures and Fact Sheets Mental Health Information. National Institute of Mental Health. NIH Publication No. 23-MH-6389. Revised 2023

Suicide Prevention. American Psychiatric Association. National Institute of Mental Health. Reviewed by Monica Taylor-Desir, M.D., M.P.H. February 2023

Niamh Mullins, PhD. (2021). Largest Genetic Study of Suicide Attempts Confirms Genetic Underpinnings That Are Not Driven by Underlying Psychiatric Disorders. Press Release. November 2021

Kious, B. M.,  Anna R. Docherty, A. R., Jeffrey R. Botkin, J. R., Brown, T. R., Francis, L. P., Gray, D. D., Keeshin, B. R., Stark, L. A., Brieanne Witte, B., Coon, H. (2021). Ethical and public health implications of genetic testing for suicide risk: family and survivor perspectives. Genetics in Medicine volume 23, (p)289–297

Pedersen, N. L., Fiske, A. (2010). Genetic influences on suicide and nonfatal suicidal behavior: twin study findings. Journal European Psychiatry Volume 25.

Chaudhary, S., Hoffmann, J.A., Pulcini, C.D., Zamani, M., Hall, M., Jeffries, K.N, Myers, R., Fein, J., Zima, B. Z., Ehrlich, P. F., Alpern, E. R., Hargarten, S., Sheehan, K. M., Eric W. Fleegler, E. W., Goyal, M. K. G. (2024). Youth Suicide and Preceding Mental Health Diagnosis. JAMA Network. Children’s Hospital Association Research in Gun Related Events (CHARGE) Collaborative. July 2024.

Artikel Terkait

Lupa di Usia Muda

Relasi Manusia dengan Dunia Luar

Benzodiazepin: Kegunaan dan Efek Samping

Terapi Tertawa Bantu Wanita Mudah Mendapat Kepuasan

Kemitraan: Menyediakan Konseling Kesehatan Jiwa, Mengatasi Tantangan Bersama

Manfaat dan Jenis-Jenis Hipnoterapi

Previous
Next

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.