Sebagian dari kita, terutama ODHA (orang dengan HIV/AIDS) tentu mengenal pemeriksaan hitung CD4, suatu pemeriksaan yang tidak murah namun menjadi suatu “keharusan” untuk memantau perkembangan penyakit, monitor pengobatan, dan lainnya. Tidak sedikit pertanyaan ini saya jumpai ketika merawat ODHA pada kunjungan poliklinik. Pertanyaan yang sering ditanyakan adalah:
“Apa sel CD4 itu?”
“Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan hitung CD4?”
“Berapa interval pemeriksaan yang ideal untuk mengevaluasi CD4?”
“Apa kemaknaan klinis pada pemeriksaan CD4?”
Pertanyaan di atas sering membuat para klinisi, terutama bila tidak memiliki bekal pengetahuan yang cukup, menjadi bingung. Meski sekarang informasi bisa didapat dengan mudah di internet, tak jarang pasien yang berinisiatif menelusuri dan mencari jawaban ini tersasar ke situs yang mungkin kurang sahih informasinya. Oleh karena itu, saya memutuskan menulis artikel ini agar dapat memberikan pengetahuan pada pembaca mengenai CD4 dan perannya pada infeksi HIV.
Apakah sel CD4?
Sel CD4 merupakan bagian sel darah putih yang bertugas untuk menjaga kekebalan tubuh. Tentunya kita tahu terdapat sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit) dalam tubuh kita. Leukosit terdiri atas berbagai tipe sel, salah satunya adalah limfosit. Limfosit diproduksi oleh sel punca hematopoietik di sumsum tulang dan mengalami maturasi di bursa (limfosit B) dan timus (limfosit T).
Kedua sel limfosit tersebut memiliki fungsi yang berbeda, limfosit B menghasilkan antibodi untuk melawan zat atau bakteri atau virus yang menginfeksi tubuh, sedangkan limfosit T berfungsi sebagai imunitas adaptif untuk menghancurkan sel yang telah terinfeksi virus dan menjadi jembatan dalam berbagai proses imunologis. Persamaan dari kedua sel tersebut adalah kemampuannya untuk mengingat proses imunologis sehingga bila dirangsang untuk kedua kalinya, maka limfosit dapat menghasilkan antibodi atau segera menghancurkan proses yang berpotensi melukai kita. Perannya sebagai jembatan dalam berbagai proses imunologis dilakukan oleh sel limfosit T yang memiliki glikoprotein CD4 pada permukaan sel nya.
Muncul pertanyaan lanjutan apakah ada sel limfosit yang non CD4? Jawabannya ada. Terdapat dua jenis limfosit berdasarkan jenis glikoprotein pada permukaan selnya, yaitu limfosit CD4 dan CD8. Proses perkembangan sebuah limfosit menjadi limfosit CD4 dan CD8 melalui proses yang rumit pada timus. Kedua sel ini memiliki peran yang berbeda. Sel CD4 berfungsi sebagai jembatan proses imunologis, sedangkan sel CD8 berperan dalam imunitas sel.
Infeksi HIV diketahui memiliki hubungan yang erat terhadap menurunnya sel CD4, namun bagaimana proses sebenarnya masih merupakan misteri yang terus diteliti. Satu hal yang pasti pada infeksi HIV ialah terjadinya penghancuran sel CD4. Akibatnya, fungsi limfosit akan lumpuh dan tidak dapat bekerja sebagai jembatan reaksi imunologis terhadap tubuh. Kondisi ini terlihat sebagai daya tahan tubuh yang menurun.
Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan CD4, interval, dan kemaknaan klinis CD4?
Pemeriksaan CD4 adalah pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa jumlah sel CD4 di dalam darah. Rentang nilai normal CD4 pada individu dewasa sehat antara 500-1.600 sel/mm3. Metode pemeriksaan ini mudah dan dapat menggambarkan fungsi sistem imun kita secara garis besar. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi nilai CD4 antara lain olah raga dan penggunaan obat antiretroviral (ARV). Kedua aktivitas ini akan meningkatkan nilai CD4. Bila pemeriksaan dilakukan pada orang yang kurang istirahat dan merokok maka bisa didapati nilai CD4 yang menurun.
Pemeriksaan CD4 merupakan pemeriksaan yang disarankan dilakukan ketika seorang ODHA akan mengonsumsi obat antiretroviral. Nilai CD4 pada saat itu akan menjadi titik nol atau baseline sekaligus menilai status imunitas pada ODHA. Semakin rendah nilai CD4, maka status imunitas ODHA akan semakin buruk pula. Nilai CD4 pada saat ini akan membantu para klinisi untuk memberikan edukasi yang tepat pada ODHA. Dengan adanya nilai baseline, respons terhadap pengobatan dapat dievaluasi dengan baik sehingga membantu para klinisi untuk memberikan pengobatan yang tepat pada penderita.
Menurut rekomendasi dari Panel on Antiretroviral Guidelines for Adults and Adolescents, interval pemeriksaan CD4 sebaiknya dilakukan tiap 3-6 bulan sekali selama 2 tahun pertama pengobatan. Setelah itu dilanjutkan 1 kali pemeriksaan CD4 tiap tahun atau bila didapatkan indikasi seperti adanya kegagalan pengobatan maupun indikasi klinis lainnya. Menunda waktu pemeriksaan CD4 juga disarankan bila saat waktu pemeriksaan ODHA baru saja sembuh dari infeksi atau sakit lainnya. Hal ini karena memertimbangkan hasil CD4 yang akan muncul lebih rendah, dan tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya saat stabil.
Pemahaman yang baik dan benar mengenai CD4 hendaknya dimiliki oleh klinisi maupun ODHA. Hal ini karena CD4 memiliki peranan penting dalam menjaga kekebalan tubuh seseroang, serta semakin luasnya penyebaran infeksi HIV. Dengan pengetahuan yang baik dan benar, maka kita akan terhindardari kepercayaan terhadap mitos yang mungkin menyesatkan. Tetaplah semangat dan periksakan CD4 anda secara berkala karena memiliki manfaat bagi anda dan kami para klinisi.