Author

Angsamerah Articles Gangguan Mental Emosional

10 Juta lebih Penduduk Indonesia Alami Gangguan Mental Emosional

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: 10 Oktober 2015

Tema: Martabat dalam Kesehatan Jiwa

Kemarin, 10 Oktober 2015 merupakan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS). Tahun ini HKJS mengangkat tema Martabat dalam kesehatan jiwa, sejauh mana Indonesia menangani Kesehatan Jiwa, terlebih saat ini digaungkan Revolusi Mental.

Topik Gangguan Jiwa menjadi suatu keprihatinan di Indonesia karena merupakan negara yang memiliki peringkat terendah dalam hal penyediaan layanan kesehatan jiwa di Asia. Penderita gangguan jiwa selama ini, terutama gangguan jiwa berat (Schizofrenia) digambarkan sering mengalami kekerasan dan pemasungan, meskipun mereka juga masih memungkinkan dilakukan pengobatan agar kembali normal.

Undang-Undang Kesehatan Jiwa (Undang-Undang No. 18 th 2014) telah berusia satu tahun, tapi amanat untuk menerbitkan berbagai peraturan setahun setelah undang-undang itu disahkan masih dikesampingkan. Peraturan tersebut mencakup peraturan presiden, peraturan pemerintah, peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan Menteri Sosial.

Kesehatan jiwa tidak akan pernah menjadi prioritas pembangunan kesehatan selama terstigma hanya berbicara tentang kasus-kasus gangguan jiwa ekstrem, seperti gelandangan psikotik yang bertelanjang bulat di tepi jalan dan terabaikan oleh sistem. Gangguan jiwa tidak hanya mencakup psikotik, seperti skizofrenia, tapi juga kasus-kasus neurotik, seperti depresi dan kecemasan.

Berbicara tentang Schizofrenia, menurut Dr A.A. Ayu Agung Kusumawardhani SpKJ(K), Ketua Seksi Skizofrenia PDSKJI, skizofrenia merupakan suatu penyakit jiwa berat dan sering kali berlangsung kronis dengan gejala utama berupa gangguan proses pikir. “Pembicaraan sulit dimengerti, isi pikir yang tidak sesuai realita (delusi atau waham), disertai gangguan persepsi panca indera yaitu halusinasi, dan disertai tingkah laku yang aneh, seperti berbicara atau tertawa sendiri,” kata Ayu. Gangguan jiwa ini kerap muncul di usia produktif yaitu 15-25 tahun, sehingga perlu mengenali gejala, serta terapi sedini mungkin, agar dapat meningkatkan probabilitas pemulihan sempurna (recovery). Konsep recovery saat ini masih dianggap terlalu jauh. Padahal sangat diperlukan untuk kehidupan orang dengan skizofrenia (ODS) dalam jangka panjang.

Gejala psikotik awal skizofrenia dapat menyebabkan ODS kesulitan berinteraksi serta menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan dunia luar. Hal ini tentunya akan mengganggu produktivitas dan kapasitas bekerja serta bersosialisasi di masyarakat.

Saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di seluruh dunia akan mengalami Skizofrenia dalam hidup mereka. Meskipun angka tersebut terbilang tinggi, masih banyak kasus yang diperkirakan tidak terdeteksi akibat kurangnya informasi yang keliru atau kurangnya dukungan dari masyarakat.
Akan tetapi sebenarnya di dalam UU Kesehatan Jiwa tidak hanya mengatur perlindungan bagi masyarakat dengan gangguan jiwa berat saja (Schizofrenia), tapi juga berupaya agar rakyat Indonesia memiliki kesehatan jiwa yang optimal. Dan, bagi mereka yang rentan, sebisa mungkin gangguan jiwa dicegah. Seperti dikatakan oleh WHO, sehat jiwa adalah hidup sehat, mampu bersaing, serta menerima kelebihan dan kekurangan diri serta orang lain.

Bagaimana kondisi di indonesia?

Di dalam menggambarkan kondisi kesehatan jiwa di Indonesia ini dilakukan analisis diskripsi sederhana dari data hasil Riskesdas 2013 dikombinasi dengan Data Rutin dari Pusdatin dengan waktu yang disesuaikan.

Angsamerah-Prevalensi-GKJ-2013

Dari gambaran di atas terlihat bahwa secara Nasional terdapat 0,17 % penduduk Indonesia yang mengalami Gangguan Mental Berat (Skizofrena) atau secara absolute terdapat 400 ribu jiwa lebih penduduk Indonesia. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Jogjakarta dan Aceh sedangkan yang terendah di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu gambaran diatas juga menunjukkan kalau ada 12 Provinsi yang mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat melebihi angka Nasional.

Di bawah ini merupakan tabel jumlah absolute penduduk Indonesia yang mengalami Gangguan Jiwa Berat menurut Provinsinya. Estimasi penduduk diambil dari perhitungan yang dilakukan oleh Pusdatin Kemenkes.

Angsamerah-Schizofrenia-Gangguan-Mental

Jika dilihat jumlah absolute penduduk yang mengalami Gangguan Jiwa Berat, maka Provinsi Jawa Timur yang terbanyak yaitu 63.483 orang. Disusul provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya jika dilihat prevalensi Gangguan Mental Emosional (GME) secara Nasional Prevalensinya sebesar 6,0 % atau secara Absolut lebih dari 10 juta jiwa. Jika dilihat distribusinya menurut provinsi terlihat seperti pada diagram di bawah.

Angsamerah-Prevalensi-GME-Indonesia-2013

Diagram di atas menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi GME terdapat pada Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 11,6 % sedangkan terendah di Provinsi Lampung 1,2% dari penduduk di Provinsi tersebut. Disamping itu terdapat 9 provinsi yang mempunyai prevalensi GME melebihi angka Nasional. Secara jumlah absolute dapat dilihat pada tabel di atas. Dimana jumlah terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang lebih dari 1 juta jiwa.

Apakah schizofrenia ditanggung BPJS?

Sesuai dengan Permenkes No. 59 tahun 2014, penderita Schizofrenia dan Gangguan Mental pengobatannya ditanggung oleh BPJS jika penduduk tersebut terdaftar sebagai anggota BPJS (Baik Mandiri ataupun PBI).

Dengan melihat kondisi yang demikian di atas pertanyaan yang muncul adalah:

1. Seberapa prioritas pelayanan kesehatan Jiwa di Puskesmas ?
2. Apakah sudah waktunya tenaga kesehatan Psikolog masuk dalam pelayanan Puskesmas ?

Demikian sekilas tentang gambaran Kesehatan Jiwa di Indonesia. Semoga Bermanfaat dan mohon maaf jika kurang berkenan.

Artikel Terkait

Bipolar

Komunitas Memimpin dan Berkolaborasi Mewujudkan Kesetaraan dan Peningkatan Kualitas Hidup ODHIV!

Kecemasan

Stockholm Syndrome

Layanan kesehatan mental bagi pria dan wanita

Kanker dan Kesehatan Mental

Previous
Next

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.