Gangguan Panik: Ketakutan Hebat dan Ancaman Kematian

Masuk kerja di tempat baru, hari pertama mengikuti kuliah di rantau yang jauh dari keluarga dan belum memiliki teman, presentasi di hadapan klien besar, adalah sebagian dari hal-hal yang bisa membuat kita tiba-tiba berkeringat dingin dan jantung berdegup kencang layaknya derap kuda di arena pacuan. Panik. Sensasi kepala yang terasa ringan, tubuh sempoyongan, mual, adalah respon tubuh saat kita dihadapkan pada situasi yang baru, yang kita belum siap menghadapinya. Hal ini adalah normal karena manusia perlu penyesuaian sebelum dapat berfungsi optimal pada keadaan yang baru.

Ketika serangan panik ini muncul disertai rasa ketakutan yang luar biasa bahkan perasaan akan mati, dengan sumber ketakutan yang tidak dapat diidentifikasi, maka hal ini bukan lagi sesuatu yang normal. Pertanda ketidaknormalan adalah bila serangan panik dirasakan sewaktu-waktu akibat pikiran kompulsif (pikiran tentang suatu hal yang terus menerus timbul dan tidak bisa dilawan). Sensasi di atas juga merupakan gangguan bila dirasakan saat menghadapi suatu fobia. Sensasi panik yang terjadi di waktu-waktu tertentu (episodik) dalam ilmu kesehatan jiwa disebut sebagai gangguan panik. Gangguan panik biasanya disertai dengan ketakutan untuk berada sendirian di tempat umum (agorafobia).

Terjadinya gangguan panik disebabkan karena adanya kekacauan pada sistem neurotransmiter di otak. Kekacauan ini melibatkan bagian otak yang berfungsi dalam mengambil langkah antisipasi serta pengambilan keputusan, sehingga orang dengan gangguan panik tampak memiliki kecemasan yang bersifat antisipatif. Kekacauan neurotransmiter juga membuat orang dengan gangguan panik kebanjiran hormon stres yang memberikan respon fisik, termasuk oleh jantung dan pembuluh darah.

Meskipun gangguan panik muncul tiba-tiba, pada dasarnya memiliki stresor yang secara psikologis bermakna. Stresor ini bisa apa saja, termasuk kehilangan, atau perpisahan secara emosional ataupun secara fisik dengan figur penting dalam kehidupan seseorang. Dalam suatu studi didapatkan hasil bahwa gangguan panik berhubungan secara signifikan dengan perpisahan dan kematian orang tua.

Gangguan panik juga dihubungkan dengan adanya gangguan hubungan pada masa dewasa sebagai gambaran dari perasaan tidak aman dan ketergantungannya (dependency) dalam hubungan dengan orang lain. Hal ini dikaitkan dengan faktor predisposisi berupa kerentanan mekanisme persarafan dalam tubuh, yang kemudian berinteraksi dengan stresor dari lingkungan, dan pada akhirnya menghasilkan serangan panik. Seorang anak yang mudah merasa takut terhadap hal-hal baru yang asing baginya, akan mengatasi rasa takutnya dengan cara bergantung pada orang tuanya untuk melindungi mereka. Saat mereka dewasa, mereka merasa cemas orang tuanya tidak lagi melindungi dan membuat mereka nyaman dan anak tersebut akan merasa marah pada orang tuanya. Namun, di lain pihak anak tersebut takut kemarahannya membuat ia jauh dari orang tuanya. Pada akhirnya hal ini akan membuat anak semakin bergantung pada orang tuanya. Pada masa dewasa, anak tersebut akan kembali bergantung pada orang lain yang membuatnya merasa nyaman. Di mana ketergantungan ini akan membuat ia merasa cemas untuk berpisah dengan orang tersebut. Tapi di lain pihak, ia juga merasa cemas kehilangan kemerdekaannya jika terlalu bergantung. Kecemasan ini kemudian bersatu dan menjadi sebuah lingkaran. Mengacu pada teori Freud, ketidakmampuan seseorang mengatasi rasa cemasnya akan berakhir pada kepanikan yang hebat dan tidak dapat dikendalikan.

Sebagai suatu gangguan jiwa yang sifatnya kronis, orang dengan gangguan panik dapat diatasi dengan pengobatan. Namun perlu diingat bahwa pengobatan terkait dengan masaah kejiwaan tidak memberikan hasil yang seketika. Sehingga diperlukan ketaatan dalam mengonsumsi obat selama periode tertentu. Pada awal pengobatan, bila pasien merasa sudah agak enakan, maka cenderung untuk menghentikan obat dengan berbagai alasan, salah satunya adalah takut kecanduan. Padahal hal ini justru meningkatkan risiko kekambuhan di kemudian hari, karena efek obat di masa awal pengobatan belum sampai ke tahap yang menstabilkan.

Selain itu, pasien akan lebih cepat pulih bila pengobatan disertai dengan psikoterapi, yakni sebuah metode metode untuk memodifikasi perilaku pasien terkait dengan gangguan panik yang dialaminya. Psikoterapi menggunakan cara-cara psikologis yang dilakukan tak hanya kepada pasien, melainkan juga bisa diterapkan untuk keluarganya.

Terhadap pasien:

  • Meyakinkan pasien bahwa hal-hal yang diyakininya selama ini adalah tidak benar.
  • Menginformasikan kepada pasien tentang serangan panik, dan bagaimana cara mengatasinya jika serangan tersebut terjadi lagi
  • Menginformasikan bahwa serangan panik yang dialami pasien tidak mengancam nyawa.
  • Terapi relaksasi dan pernapasan
  • Edukasi pasien untuk kontrol rutin dan tidak menaikkan atau menurunkan dosis tanpa anjuran dokter

Terhadap keluarga:

  • Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita pasien.
  • Meminta keluarga untuk mengajak pasien beraktivitas, dan memperbanyak kontak fisik dengan pasien.
  • Memotivasi pasien untuk melawan keyakinan-keyakinannya yang salah.
  • Meminta keluarga pasien untuk ikut serta mengingatkan pasien untuk kontrol rutin dan tidak menaikkan atau menurunkan dosis tanpa anjuran dokter.

Referensi

Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th Ed.

Artikel Terkait

Wajah Stres Dalam Keseharian Kita

Hipnoterapi: Cara Kerja, Tahapan dan Apa saja Syaratnya

Kecemasan di Usia Produktif

Quarter Life Crisis

ODHIV Boleh kok Berpuasa

Kecemasan

Benzodiazepin: Kegunaan dan Efek Samping

Previous
Next

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.