Hentikan Kekerasan Terhadap Dokter

​Beberapa hari terakhir ini media sosial dan media cetak sibuk memberitakan pemukulan yang dialami oleh seorang dokter di salah satu Rumah Sakit di Bali. Kali ini korbannya, seorang dokter perempuan. Walaupun korban tidak sampai mengalami luka apapun, tetapi kekerasan fisik seperti itu tidak boleh terjadi.

Kekerasan fisik dan psikis yang menimpa dokter telah beberapa kali terjadi di beberapa daerah. Masyarakat pasti tidak lupa ketika seorang Gubernur yang kini terlibat korupsi, melakukan razia pada suatu malam sambil teriak dan menendang meja karena menemui dokter jaga sedang tidur.

​Kekerasan secara psikis juga terjadi di Nias ketika seorang dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan dipindahtugaskan ke Puskesmas. Ini sama saja dengan kekerasan psikis karena memindahkan dokter spesialis ke tempat pelayanan kesehatan yang tidak punya fasilitas bagi seorang dokter spesialis itu, sama saja dengan penyingkiran.

Mengapa kekerasan terhadap dokter terus berulang, dan pelakunya juga orang yang sesungguhnya mengerti tidak pantas melakukan itu?

Pada umumnya seseorang menjadi marah dan sampai melakukan kekerasan kalau berada dalam kedaan tidak nyaman sedangkan apa yang diinginkan tidak terpenuhi.
​Dalam kaitan dengan pelayanan dokter, tentu semua orang menghendaki pelayanan yang cepat dan profesional agar si sakit segera ditolong. Semua dokter tentu mengerti karena ini memang menjadi kewajiban profesionalnya yang diikat oleh Sumpah Dokter.

​Tetapi sayang tidak semua orang mau mengerti bagaimana kondisi di sarana kesehatan pada saat itu. Banyak orang tidak mau mengerti bahwa pada saat itu dokter mungkin sedang sibuk menangani pasien lain. Banyak orang tidak mau mengerti bahwa jumlah dokter yang bertugas mungkin terbatas. Banyak orang tidak mau mengerti bahwa dokter juga manusia yang sedang letih karena sekian jam telah menangani sejumlah pasien bahkan tidak sempat tidur.

Lalu dengan emosi tak tertahan, orang seenaknya melampiaskan kemarahan disertai caci maki, bahkan memukul dokter, termasuk dokter perempuan. Orang seakan lupa bahwa dokter bukan robot yang seenaknya bisa dihidup matikan sesuai tombol yang dipencet. Orang lupa bahwa dokter juga bisa sedih dan menangis kalau gagal menyelamatkan pasiennya. Orang lupa bahwa dokter bisa lelah dan jemu setelah sekian lama berhadapan dengan pasien sementara jumlah dokter di situ terbatas.

​Banyak orang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, seolah orang lain harus ditinggalkan dulu. Kalau keinginannya tidak segera dipenuhi, marahlah dia, dan dipukullah si dokter yang bukan robot itu. Apalagi kalau dia merasa punya kuasa atau merasa dirinya orang punya kuasa. Akhirnya kembali kepada moralitasnya.

Tetapi sampai kapan budaya primitif ini kita biarkan menimpa para dokter? Terbayangkah di benak mereka kalau para dokter mogok kerja satu hari saja? Atau perlukah mogok dokter terulang lagi seperti pada kasus dokter Ayu beberapa tahun yang lalu?

​Kita bersyukur Polisi segera turun tangan menyelesaikan kasus di Bali yang menimpa dokter perempuan itu. Kita angkat hormat yang tinggi kepada Polri yang tegas bertindak dalam kasus kekerasan itu.

​Selanjutnya janganlah kekerasan terhadap dokter terjadi lagi. Sekali lagi saya ingatkan, dokter juga manusia yang punya perasaan dan harga diri juga. Ikatan emosional dan profesi dapat menyatukan para dokter di seluruh negeri ini untuk bertindak menegakkan keadilan dan kebenaran, dan tentu juga harga diri.
Salam hormat kepada semua dokter di seluruh penjuru negeri. Salam Pancasila!

Artikel Terkait

Layanan Kesehatan Ramah Remaja dan Sistem Rujukan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Peluang Besar untuk Kemajuan - Bagian 1

Nasib Rakyat di Tangan Dokter

Kesehatan Universal

Mengintip Pekerjaan sebagai Dokter Layanan Primer

Organisasi Profesi Dokter Indonesia, “Mau Dibawa Kemana?”

Previous
Next

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.