Kadang kita penasaran, apa sih Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling banyak di dunia? Dari banyaknya jenis IMS yang ada, penularan Human papilomavirus (HPV) sangat umum terjadi pada hampir semua pria dan wanita yang aktif secara seksual di beberapa titik dalam hidup mereka.
HPV biasanya tidak berbahaya, dan infeksi sembuh dalam satu tahun, tetapi dalam beberapa kasus virus tersebut tetap ada, dan pelepasan virus terus berlanjut dan menyebabkan kutil kelamin. Infeksi HPV juga memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan berbagai jenis kanker, termasuk kanker serviks, dubur, penis, dan orofaring (mulut dan tenggorokan).
Kita perlu memahami bahwa HPV sangat umum karena HPV dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui sentuhan kulit ke kulit selama aktivitas seksual. Oleh karena itu, seks anal, vagina, oral, atau sentuhan kulit-ke-kulit lainnya saat berhubungan seks memiliki risiko yang sama untuk tertular HPV. Infeksi human papillomavirus (HPV) sebagian besar didapat dalam beberapa tahun setelah menjadi aktif secara seksual baik pada pria maupun wanita. Selain itu, HPV dapat menyebar bahkan ketika orang yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda atau gejala yang terlihat.
Jadi seberapa besar sih angka prevalensi HPV di Indonesia? Dari penelitian CHAI di tahun 2013 di 8 kabupaten di Tanah Papua didapatkan bahwa prevalensi HPV jenis resiko tinggi secara keseluruhan pada populasi resiko tinggi adalah 41,13%.
Prevalensi tertinggi ditemukan pada wanita transgender 75% dan wanita pekerja seks (48.19%). Prevalensi terendah justru di antara laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki (LSL) 21,81% dibandingkan dengan populasi resiko tinggi lainnya.
HPV jenis resiko tinggi juga terdeteksi pada 20,17% orang HIV-positif dan 4,64% pada orang dengan HPV jenis resiko tinggi juga positif menderita kondiloma/kutil kelamin pada pemeriksaan fisik.
Cara terbaik untuk mencegah HPV saat ini adalah dengan cara vaksinasi. Vaksin HPV aman dan efektif serta direkomendasikan untuk pria dan wanita dalam melindungi dari kutil dan kanker tertentu yang disebabkan oleh HPV.
Baca juga: Vaksin HPV: Pilih Yang Mana?
Waktu terbaik untuk mendapatkan vaksinasi adalah sebelum aktif secara seksual, yaitu sekitar usia 9-14 tahun atau paling tidak sebelum usia 26 tahun, jika belum divaksinasi.
Vaksin ini memiliki khasiat dan perlindungan yang baik, dengan sedikit atau tanpa efek samping, seperti nyeri di tempat suntikan. Perlindungan terutama untuk jenis HPV risiko rendah dan tinggi, seperti 6 dan 11 dan/atau 16 dan 18 tergantung pada jenis vaksinnya.
Jangan khawatir dengan keamanan dan efektifitas dari vaksin HPV ini. Di negara-negara yang sudah melaksanakan program vaksinasi human papillomavirus (HPV) yang secara luas, seperti Swiss dan Australia, cakupan untuk anak perempuan usia 16–18 tahun pada awal program mencapai 80% lebih dan vaksinasi telah menyebabkan penurunan 77 persen pada jenis HPV yang paling bertanggung jawab atas kejadian kanker serviks.
Bagi mereka yang berusia lebih dari 26 tahun dan belum divaksinasi tetap masih mendapatkan mafaat dari vaksinasi HPV. Konsultasi langsung ya dengan penyedia layanan kesehatan mengenai risiko masing-masing untuk penularan infeksi HPV baru dan kemungkinan manfaat vaksinasi.
Seperti disebutkan sebelumnya, vaksinasi HPV untuk mereka yang berusia 26 tahun ke atas dan sudah melakukan aktivitas seksual memberikan manfaat yang lebih sedikit dibandingkan dengan seseorang yang belum pernah berhubungan seks. Karena kebanyakan orang dewasa yang aktif secara seksual telah terpapar HPV sehingga vaksinasi mungkin memiliki perlindungan lebih rendah untuk jenis HPV lainnya.
Ada kabar baik bahwa sensitivitas tes pemeriksaan asam nukleat atau materi genetik (NAAT), memungkinkan untuk menggunakan bahan periksa yang diambil tanpa tindakan bedah atau non-invasif, seperti usap serviks atau anal, untuk diagnosis dan skrining HPV.
Dalam salah satu penelitian dan publikasi terbaru yang dilakukan oleh Romyco dan kawan-kawan di tahun 2017 sd 2018. Tes PCR di tempat perawatan yang baru (GeneXpert) akan memungkinkan pengujian yang lebih spesifik untuk infeksi HPV dubur. Dalam penelitian tersebut, dengan menggunakan platform GeneXpert di klinik, mereka mengukur prevalensi HPV pertama kali di LSL (laki-laki melakukan seks dengan laki-laki) di Bali dan dipadukan dengan tes HIV dan sifilis sebagai bagian dari skrining rutin di klinik.
Hasilnya, 71,9% peserta memiliki hasil positif untuk semua jenis HPV dubur, di mana 95 orang (54,59%) berusia antara 20-29 tahun. Usia antara 20-29 tahun memiliki risiko 5,05 kali lipat (1,14-22,32, 95% CI) lebih mudah tertular HPV tipe 16.
Identitas gender, baik homoseksual, biseksual atau transgender tidak memiliki risiko penularan semua jenis HPV yang signifikan.
Status hubungan terbuka dengan banyak orang, memiliki risiko 6 kali lebih tinggi terkena HPV anal 16, dibandingkan dengan status hubungan lainnya. Lulusan non-akademik memiliki 2.55 (1,31 – 4,97,95% CI) dan 1,94 (1,13 – 3,31,95% CI) lebih berisiko terhadap HPV 18-45 dan jenis HPV lainnya.
Memiliki pekerjaan meningkatkan risiko 2,02 kali lipat (1,14 – 3,56, 95% CI) tertular HPV anal daripada orang yang tidak bekerja. Hubungan seks anal tanpa kondom tidak meningkatkan risiko secara signifikan, dibandingkan dengan penggunaan kondom saat berhubungan seks terakhir. Douching dan posisi seks juga dapat meningkatkan risiko penularan.
Memiliki jumlah mitra lebih dari 10 sebagai top atau pemberi dalam 6 bulan terakhir meningkat 5,93 kali lipat terhadap risiko HPV jenis lain dan 9,63 kali lipat untuk HPV apapun. Sebagai bottom atau penerima, memiliki lebih dari 10 pasangan selama 6 bulan terakhir meningkatkan 3,50 kali lipat (1,03-11,91, CI 95%) terhadap penularan HPV jenis lain.
Studi yang dilakukan oleh Romyco dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa LSL merupakan populasi risiko tinggi tertular HPV di Bali. Perkiraan ini menekankan dampak HPV pada LSL Bali dan urgensi program vaksinasi HPV tidak hanya pada wanita tetapi juga pada pria.