Selama menjalani tugas di sebuah rumah sakit berskala nasional, saya menjadi sering menjumpai kasus kekerasan seksual pada anak (child sexual abuse-CSA). Setidaknya terdapat satu kasus per hari yang ditangani oleh bagian pelayanan kekerasan dan trauma. Menurut statistik dari A Global Perspective on Child Sexual Abuse: Meta-Analysis of Prevalence Around the World-1982-2008, di seluruh dunia diperkirakan hampir 12% anak-anak mengalami kekerasan seksual. Pada lebih dari 90% kasus pelakunya adalah orang yang dekat dengan kehidupan si anak; misalnya saja saudara yang tinggal serumah atau tetangga. Usia pelaku pun bervariasi, mulai dari orang dewasa hingga teman sepermainan yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Kekerasan seksual pada anak bukan hal yang menyenangkan untuk dibahas, namun penting untuk dibicarakan
Menjaga anak bukan sekedar tanggung jawab orangtua, tapi juga masyarakat. Apalagi kejadian kekerasan seksual membawa konsekuensi yang merugikan di masa depan bila tak ditangani dengan baik. Korban kekerasan seksual di masa kanak dapat mengalami kesulitan psikologis seperti rendahnya rasa percaya diri dan depresi.
Kekerasan seksual pada anak meliputi aktivitas dengan menyentuh dan tanpa menyentuh
Aktivitas menyentuh anak dapat berupa:
- meraba alat kelamin atau bagian tubuh pribadi yang menimbulkan sensasi seksual
- membuat anak menyentuh alat kelamin orang lain, permainan seksual, memasukkan obyek seksual atau bagian tubuh (jari,lidah atau penis) kedalam vagina, mulut atau anus seorang anak untuk mendapatkan kenikmatan seksual
Sementara itu, yang dimaksud dengan kekerasan seksual tanpa menyentuh misalnya menunjukkan hal pornografi pada anak, memamerkan alat kelamin pada anak, memotret anak dalam pose sensual, membuat anak menonton atau mendengarkan hal berbau seksual, serta mengamati anak saat mandi atau berpakaian.
Pada anak yang mengalami kekerasan seksual, tanda-tandanya mungkin tidak mudah untuk dikenali
Hal ini karena anak-anak belum memiliki kemampuan yang baik dalam menyampaikan perasaannya, sehingga sebagai orangtua kita perlu waspada pada tiap perubahan sikap dan perilaku anak. Selain itu tanda fisik juga bisa saja tidak didapatkan. Maka kewaspadaan orangtua pada tiap perubahan kecil menjadi bermakna.
Boks 1 | |
Perubahan Perilaku pada Anak Korban Kekerasan Seksual |
|
Bisa juga ditemukan perubahan fisik pada anak yang mengalami kekerasan seksual, seperti luka gores, luka memar, lecet, atau lebam sekitar mulut, alat kelamin, penyakit kelamin, hamil. Selain itu bisa juga anak mengalami keluar cairan/darah, rasa nyeri, warna jaringan lebih pucat di daerah kelamin, anus, atau mulut. Bila ditemukan hal tersebut, maka baiknya dibawa ke dokter untuk mendapat pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
Pelaku kekerasan seksual pada anak umumnya adalah orang yang kehidupannya dekat dengan korban
Berikut adalah tanda adanya ketertarikan orang dewasa pada anak:
- Membuat diri sibuk mendekati atau bermain dengan anak, tidak atau kurang berinteraksi dengan orang dewasa lainnya.
- Membuat anak tergantung padanya.
- Memaksa mencium, memeluk, anak meski anak tak mau.
- Menunjukan minat atas poertumbuhan perkembangan seksual anak dan remaja.
- Menawarkan diri untuk momong anak setiap ada kesempatan.
- Menghadiahi anak dengan uang ataupun hal yang disenangi anak dan menempatkan anak pada posisi istimewa.
- Seringkali berupaya dekat anak saat anak mandi.
Menjaga anak-anak untuk hidup di dunia yang aman memang tidak mudah, diperlukan sikap berhati-hati dan senantiasa waspada, namun juga tidak berlebihan. Pendidikan seksual sejak dini menjadi penting agar anak-anak mengenalli dirinya dan dan lingkungannya. Cara orangtua berkomunikasi dengan anak juga menjadi salah satu kunci dalam melindungi anak-anak dari tindak kekerasan seksual. Terakhir, ingatlah bahwa menjadi orangtua juga berarti menjadi sahabat anak. Teman terbaik selalu dapat diandalkan, kapanpun dan di mana pun.
Tulisan ini disadur dari materi presentasi Child Sexual Abuse oleh dr. Ratna Mardiati, SpKJ(K)