Melalui engagement group Civil-20 (C20), Angsamerah ikut terlibat dalam G20 yang baru saja selesai. Angsamerah berperan aktif dalam menyusun paket kebijaksanaan dalam kelompok kerja Vaccine Access and Global Health yang telah diserahkan ke Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Paket tersebut dirundingkan dengan Presiden Republik Indonesia dalam KTT Presidensial Meeting G20 pada 15-16 November lalu.
C20 Vaccine Access and Global Health Working Group bertujuan memenuhi hak setiap orang dalam mencapai dan mendapatkan standar kesehatan fisik, mental, dan sosial terbaik yang menjadi cakupan kesehatan universal yang terpusat pada masyarakat. Mencapai kesehatan tersebut melalui pendekatan berbasis hak, inklusivitas, lintas generasi, dan transformasi gender, yang tentu saja menguntungkan secara ekonomi serta berkelanjutan. Perlu mekanisme/proses transparan dan akuntabel atas kebijakan dan solusi kesehatan yang dihasilkan.
Sering sekali kebijakan dan solusi kesehatan yang dihasilkan pemerintah melupakan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, seperti kelompok marjinal, kelompok rentan, dan populasi kunci. Hal ini terjadi karena tidak optimal melibatkan kelompok-kelompok tersebut dalam pusat strategi dan aksi kesehatan global.
Partisipasi aktif dan inklusif para kelompok/organisasi berbasis dan/atau pimpinan komunitas semua tingkat politik dalam pengambilan keputusan, proses pembuatan, implementasi, hingga pemantauan, dapat menghasilkan kebijakan dan solusi kesehatan yang adil dan setara guna mencapai kesehatan universal untuk semua.
C20 menekankan bahwa setiap keputusan yang memengaruhi dan berdampak pada komunitas global, harus dibuat secara inklusif dengan tidak memperluas jarak yang ada maupun memperlebar celah dalam jalur pemulihan yang diharapkan. Rekomendasi dan keputusan yang berdampak pada komunitas global (termasuk penguatan arsitektur kesehatan global) perlu dilakukan secara inklusif oleh semua negara anggota; dengan melibatkan komunitas dan masyarakat sipil secara aktif.
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan/rapat/diskusi dengan kelompok komunitas/C20, dihasilkanlah beberapa prioritas. Diharapkan prioritas tersebut mendapat perhatian khusus pemerintah/G20 sehingga mencapai kesehatan universal untuk semua.
Beberapa hal yang menjadi prioritas kelompok kerja Vaccine Access and Global Health:
- Membangun ketahanan sistem kesehatan global.
- Menyelaraskan standar protokol kesehatan global.
- Memperluas pusat produksi dan penelitian global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi (PPPR – pandemic prevention, preparedness and response).
C20 melalui kelompok kerja Vaccine Access and Global Health memberikan arahan prioritas kebijakan sebagai rekomendasi utama G20.
- Inklusivitas Arsitektur Kesehatan Global.
Keberagaman berbagai macam organisasi masyarakat sebagai perwakilan yang membentuk/ menciptakan Arsitektur Kesehatan Global didasarkan pada kesetaraan dan inklusif. Juga memastikan keterlibatan yang lebih besar dengan perwakilan yang kuat dari organisasi dan masyarakat sipil. Sumbang saran dari keberagaman dapat menghasilkan/menciptakan Arsitektur Kesehatan Global yang kokoh, transparan, akuntabel, dan fleksibel yang bisa diterapkan di berbagai iklim/negara/organisasi dunia.
- Memperluas akses ke semua komoditas kesehatan dan COVID-19.
Untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dari komoditas kesehatan, yang dapat menyelamatkan banyak nyawa selama pandemi, maka alat-alat kesehatan, vaksin, obat baru berikut reagen-reagennya harus didiversifikasi dan menghentikan monopoli hak paten, praktik, dan harga komersial yang tidak jelas. Negara-negara G20 harus mengakui semua teknologi, alat medis, reagen, bahan medis habis pakai yang menyelamatkan jiwa sebagai barang publik global selama keadaan darurat dan menegakkan mekanisme yang ada (atau mekanisme undang-undang) untuk memastikan bahwa ini disediakan dengan cara adil dan mengenyampingkan atau menangguhkan semua hak kekayaan intelektual (HKI) selama keadaan darurat kesehatan global.
- Penguatan Ekosistem Kesehatan Masyarakat.
Kepemilikan dan keterlibatan penuh negara diperlukan untuk mendorong permintaan danmengidentifikasi kebutuhan, guna menyeimbangkan preskripsi dalam penguatan ekosistemkesehatan. Membuat dan menyusun sistem kesehatan holistik, harus dibarengi dengan kesiapandan mencakup seluruh aspek kehidupan dalam situasi emergensi dan nonemergensi, terintegrasi dengan lembaga, kelompok, dan organisasi lain. Dengan demikian apabila terjadi bencana/kejadian yang tidak diharapkan, semua elemen bangsa sudah mengetahui peran dan fungsi masing-masing. Kita dapat menanggapi ancaman yang tidak diketahui pada masa depan, dengan belajar dari pandemi pada masa lalu dan COVID-19 yang terjadi saat ini. Seperti yang telah kita saksikan dalam respons HIV (termasuk di dalamnya cara informal pemantauan komunitas dan pengumpulan data), COVID-19 telah memperburuk dan menggeser arahan dan sikap global hingga keluar jalur dalam pencapaian target SDG tertentu (termasuk SDG 3.3 untuk mengakhiri epidemi HIV, TB, dan malaria). Sangat penting bahwa G20 mengakui bahwa kesehatan setiap orang bergantung pada interaksi antara manusia, hewan, dan lingkungan, dan bahwa kita harus mencegah penyebaran penyakit dari hewan ke manusia. G20 harus memastikan bahwa kita memantau kebijakan dan ketersediaan data—termasuk data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin dan gender melalui jalur etika, peraturan, dan perizinan yang memperhatikan implikasi gender terhadap keamanan, kemanjuran dan efektivitas, ketersediaan, aksesibilitas, dan kualitas semua komoditas kesehatan yang disediakan selama keadaan darurat.
- Mencapai Universal Health Coverage (UHC).
COVID-19 tidak akan menjadi pandemi terakhir yang dihadapi dunia, dan kami tidak dapat menunda tindakan penting yang diperlukan untuk memperkuat respons kesehatan dalam mencapai UHC. Berikut ini catatan mengenai dampak lanjutan COVID-19 terhadap sistem kesehatan dan kemampuan negara-negara dalam mencapai target SDG 3 pada tahun 2030:
-
- Akses layanan kesehatan dan medis yang berkualitas.
Kemauan dan kemampuan politik—dan yang lebih penting—kepemimpinan dan tindakan, diperlukan untuk mengatasi hambatan, termasuk undang-undang dan praktik perundang-undangan serta norma budaya dan sosial, yang melegitimasi stigma dan diskriminasi, yang mencegah dan mengkriminalkan individu dalam mengakses layanan kesehatan. Ada kebutuhan mendesak untuk memperkuat perawatan dan pelayanan kesehatan primer, termasuk pelayanan kesehatan jiwa/mental dini yang berkualitas, di mana semua pembiayaannya diperkuat/diperbanyak dalam anggaran kesehatan/BPJS kesehatan/asuransi.
- Akses layanan kesehatan dan medis yang berkualitas.
-
- Pembiayaan Kesehatan Berkelanjutan.
Pembiayaan dalam negeri jangka panjang untuk sistem kesehatan harus segera ditangani. Memperkenalkan/menerapkan perpajakan progresif untuk meningkatkan ruang fiskal yang dibutuhkan secara berkelanjutan, dengan mendapatkan sumber pembiayaan kesehatan melalui dana kolektif dari individu/ komunitas/ bisnis/ pemerintahan dengan menempatkan pengelolaan dalam satu kewenangan sistemik (FIF) atau melalui crowd funding untuk oganisasi sipil lainnya.
- Pembiayaan Kesehatan Berkelanjutan.
Dalam pertemuan dan penyusunan C20, paket kebijakan kelompok kerja Vaccine Access and Global Health, kami mengingatkan para pemimpin G20 tentang komitmen mereka untuk tidak meninggalkan siapa pun. Secara kolektif, kita sebagai pemerintah, komunitas, dan masyarakat sipil harus menemukan jalan mengatasi rintangan dalam solidaritas kerangka berbasis hak, transformatif gender, inklusif dengan tata cara yang adil dalam merevitalisasi Arsitektur Kesehatan Global yang akan memperkuat ekosistem kesehatan masyarakat demi mencapai kesehatan terbaik bagi semua.
Untuk mengantisipasi dan mempersiapkan mitigasi secara memadai terhadap pandemi pada masa depan, IHR (International Health Regulation) yang saat ini merupakan kesepakatan yang mengikat secara hukum 196 negara, harus diperkuat agar secara memadai dapat menangani dan mendukung upaya negara global dalam mengantisipasi dan merespons pandemi pada masa depan, terutama dalam mengendalikan penyebaran penyakit lintas batas negara— tentu dengan cara yang berbasis hak asasi manusia.