Komunikasi Efektif

Selain untuk menyampaikan pesan, salah satu tujuan komunikasi adalah untuk mempengaruhi pola pikir atau bahkan mendorong seseorang untuk melakukan sebuah tindakan. Intinya, komunikasi yang sukses adalah ketika kita dapat merubah perilaku orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan komunikasi yang efektif untuk bisa menghasilkan sebuah transformasi yang kuat.

“Transformasi yang powerful memungkinkan terwujud ketika kita bisa mengkombinasikan berbagai teori komunikasi yang ada dan mempraktikkannya. Ini adalah keahlian tersendiri bagi individu atau organisasi” ujar Dr. Nurlan Silitonga pendiri Angsamerah dalam Training of Trainers (TOT) Komunikasi Efektif yang diselenggarakan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 3 September 2021.

Dengan menggabungkan unsur manajemen klinis, layanan kesehatan swasta dan publik. Pelatihan ini diadakan guna meningkatkan kapasitas dokter di Indonesia agar terampil menangani pasien dengan lebih manusiawi, dan juga agar kualitas pelayanan lebih baik, termasuk jejaring rujukan antara layanan di sektor swasta dan publik.

Belajar dari pengalamannya selama ini Dokter Nurlan menyimpulkan bahwa dalam menciptakan komunikasi yang efektif, sebaiknya kita memahami dan menelaah terlebih dahulu lima elemen komunikasi yang saling berhubungan, yaitu:

1. Pemberi Pesan

Menurut Dr. Nurlan, komunikasi yang baik berawal dari kita sendiri. Kita tidak akan bisa memberikan komunikasi yang baik jika kita tidak mengenal diri sendiri, maka dari itu sangat penting untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan kita. Sehingga sebagai komunikator, kita dapat menganalisa dan mengakali kekurangan, menyesuaikan diri dengan lingkungan guna mencapai tujuan komunikasi.

2. Penerima Pesan

Setelah kita mengenali diri sendiri, kita juga harus mengenali siapa penerima pesan (komunikan). Misalnya, apakah kita sedang berbicara dengan individu? Atau dengan orang-orang di bawah payung organisasi? Apakah kita mengenali latar belakang dan kebutuhan/harapan komunikan? dstnya. Dengan mengenali target audience, pesan yang disampaikan bisa tepat sasaran. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap pemilihan strategi komunikasi yang akan dilakukan, baik itu berkomunikasi secara langsung online, offline maupun dalam media sosial.

3. Isi Pesan

Pesan yang ingin disampaikan sebaiknya straight to the point dan memiliki benang merah. Dokter Nurlan juga menjelaskan bahwa ada baiknya untuk mengetahui tema yang hendak dibicarakan supaya isi pesan yang disampaikan sesuai yang dibutuhkan. Buatlah batasan-batasan dan potong pesan yang tidak perlu, sehingga isi pesan jadi lebih fokus dan terarah. Selain itu, dr. Nurlan juga mengingatkan beberapa poin penting, (1) saat menyampaikan pesan di bawah payung organisasi, sebaiknya pesan yang disampaikan netral dan tidak menggiring sebuah opini. (2) selalu sertakan referensi dari materi yang disampaikan untuk menghindari berita hoax.

4. Cara Penyampaian Pesan

Sebagai komunikator, kita pun perlu memberikan pesan dengan tidak terburu-buru sehingga pesan bisa dimengerti. Persiapkan perangkat atau medium yang sesuai. Jika akan menggunakan materi presentasi, sebaiknya gunakan banyak gambar daripada kata-kata agar tidak membosankan. Komunikasi yang interaktif juga sangat baik, misalnya dengan berbagi pengalaman dengan trainee, atau mendiskusikan contoh kasus yang relevan dengan situasi yang dihadapi sehari-hari para trainee.

Selain itu menurut Dr. Nurlan penting dalam sebuah pelatihan memperhatikan pada output yang akan dicapai, harus terukur dan practicable. Tidak cukup hanya memberikan teori tapi juga sangat baik bila memberikan contoh kasus agar trainee dipersiapkan untuk menghadapi situasi di lapangan.

Dokter Nurlan belajar bahwa bahwa dalam ilmu kedokteran, pastikan trainee tidak hanya menghafal materi tapi juga memahami, dan mengasah strategic thinking, demi merespon berbagai tantangan atau masalah yang kompleks yang dihadapi seorang dokter dalam pekerjaannya sehari-hari, baik isu klinis dan non-klinis.

Jika materi dibungkus dalam sebuah cerita yang sifatnya personal, maka mereka akan fokus dan menaruh perhatian karena pesan ini dianggap penting bagi mereka.

“Tentu saja tidak akan mudah untuk semua orang, karna ada juga yang tidak nyaman berbicara di depan publik. Karenanya perlu banyak latihan. Selain itu pesan yang kita sampaikan ini akan membuat sebuah kesan dan menghasilkan feedback, apakah orang akan tertarik untuk berelasi nantinya, mau untuk berjejaring dengan kita, dapat dipengaruhi juga dengan penampilan kita. Misalnya pakai warna-warna cerah, tersenyum dan ramah supaya memberikan aura positif” jelas Dr. Nurlan.

Perlu disadari bahwa informasi yang disampaikan tidak serta merta akan direspon dalam bentuk aksi, ada banyak faktor yang mempengaruhinya, karena itu untuk mentransformasikan informasi menjadi sebuah aksi bagi komunikan maka pengulangan informasi perlu disampaikan dengan metode berbeda tetapi tetap saling terkait dan kemudian diikuti dengan melakukan follow up dengan trainee.

5. Lingkungan

Terakhir, pastikan tidak ada gangguan lingkungan. Misalnya, pastikan tidak ada suara bising yang mengganggu, pencahayaan diatur dengan baik, sehingga bisa konsentrasi dalam memberikan materi. Harapannya kita dapat memberikan kesan yang baik dan menjual, sehingga tujuan komunikasi tercapai.

Pelatihan dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama para dokter, dimana topik-topik yang dibahas mencakup komunikasi efektif di media sosial sampai dengan kelebihan dan kekurangan Telemedicine. Menurut  dr. Nurlan, kunci layanan Telemedicine saat ini  adalah komunikasi yang baik oleh semua pihak antara penyedia dan penerima layanan, menyelaraskan ekspetasi dan keterbatasan Telemedicine yang tidak merugikan pihak penerima dan penyedia layanan. Dengan komunikasi yang jelas, maka akan terbangun kepercayaan dan bonding antara pihak-pihak yang terkait, dan dapat menghindari miskomunikasi.­­Selain itu penting membuat panduan teknis yang jelas agar semua tindakan dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melanggar aturan. Pastinya layanan Telemedicine akan terus bertumbuh, beradapatasi menjadi salah satu pilihan kebutuhan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan dengan mudah murah dan aman.

Artikel ini ditulis oleh Joan Nadya, merangkum catatan kunci Dr. Nurlan Silitonga, MMed selaku Narasumber kegiatan ToT Komunikasi Efektif Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 03 September 2021.

Artikel Terkait

Mengenal Infeksi Menular Seksual

Bagaimana Dokter Mendiagnosa Keputihan?

Demam, Gejala atau Penyakit?

Seks, Seksual dan Seksualitas

Infeksi Herpes Genital Itu….

HIV dan Nutrisi

Previous
Next

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.