Tahukah Anda bahwa tahun ini, selama 16 hari mulai tanggal 25 November hingga 10 desember ada kampanye bertajuk Orange Day? 25 November biasa diperingati sebagai Hari Eliminasi Kekerasan terhadap Perempuan dan tanggal 10 Desember, yang jatuh pada hari ini, merupakan Hari Hak Azasi Manusia. Sepanjang lebih dari dua minggu kampanye Orange Day, berbagai informasi mengenai kekerasan terhadap perempuan ditampilkan untuk menggugah kesadaran bahwa kekerasan dalam bentuk apapun sejatinya melanggar hak azasi manusia. Dengan kesadaran ini, hendaknya kita sebagai masyarakat dapat menghentikan segala praktik kekerasan.
Kekerasan (violence) merupakan perilaku disengaja yang dapat membahayakan jiwa. Yang termasuk dalam tindakan kekerasan dapat berupa:
– Serangan
– Pemerkosaan
– Perampokan
– Pembunuhan
Tindakan penyalahgunaan fisik dan seksual, baik pada orang dewasa maupun anak-anak juga termasuk dalam kekerasan.
Kekerasan terutama pada perempuan sudah menjadi masalah global, bahkan hingga 70% perempuan pernah mengalami kekerasan dalam satu masa hidupnya. Tindak kekerasan bisa terjadi akibat adanya diskriminasi dan adanya ketimpangan kuasa antara pelaku kekerasan dengan korbannya. Namun penyebab kekerasan tak hanya terbatas pada permasalahan sosial kemasyarakatan semata, beberapa kondisi gangguan jiwa juga dapat menyebabkan timbulnya perilaku kekerasan seperti:
– Gangguan jiwa berat (psikotik)
– Intoksikasi obat dan alkohol
– Reaksi putus zat dari alkohol atau sedatif
– Katatonik
– Depresi teragitasi
– Gangguan kepribadian antisosial
– Gangguan kognitif (kerusakan pada otak bagian depan dan samping)
Beberapa hal di bawah dapat menjadi prediktor terhadap kemungkinan seseorang melakukan tindakan kekerasan:
– Pelaku baru saja melakukan tindak kekerasan terhadap benda mati di sekitarnya (merusak barang-barang)
– Mengeluarkan ancaman fisik dan verbal
– Membawa senjata
– Kegelisahan motorik yang progresif
– Intoksikasi alkohol dan obat
– Gambaran paranoid pada pasien gangguan jiwa berat (kecurigaan berlebihan kalau orang lain akan mencelakakan dirinya)
– Halusinasi dengar
– Penyakit otak
– Rangsangan katatonik
– Mania (eksitasi berlebih yang dapat tampak sebagai marah-marah tanpa alasan)
– Depresi dengan agitasi (keresahan)
– Pasien yang memiliki gangguan kepribadian
– Riwayat perlakuan kejam terhadap binatang
Tindakan kekerasan bukannya tak dapat dihindarkan. Upaya pencegahan merupakan bagian yang sangat penting dan sangat mungkin untuk dilakukan. Maka penilaian risiko terjadinya kekerasan dapat menghindarkan kita dari kekerasan yang sesungguhnya. Caranya adalah dengan melihat:
– Ide melakukan kekerasan, harapan, tujuan, pelaksanaan, dan harapan untuk mendapat bantuan
– Jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, dan dukungan sosial
– Riwayat masa lalu, gangguan impuls (pengendalian diri), penyalahgunaan zat, atau riwayat bunuh diri
– Adanya stresor seperti konflik yang dialami calon pelaku kekerasan
Bila kekerasan tetap terjadi maka kita harus dapat melindungi diri. Sebisa mungkin tidak mengintervensi konflik yang dihadapi oleh calon pelaku kekerasan atau tidak tampil mencolok di depannya. Sementara bila kita tahu calon pelaku mengalami gangguan jiwa berat hendaknya kita tidak mengkonfrontasi tindakannya melainkan segera meminta bantuan untuk mengatasi amukannya.
Pelaku kekerasan akibat adanya gangguan jiwa perlu diberikan penanganan yang sifatnya holistik. Intervensi secara medis mungkin diperlukan dan ditambah dengan intervensi psikososial dengan modifikasi lingkungan hidupnya. Bagaimanapun, pencegahan tindak kekerasan yang utama tetap berasal dari rumah. Orang yang besar di lingkungan dengan keterikatan yang kuat pada keluarga, memiliki perkembangan nurani dan empati yang baik, percaya akan kemampuan dirinya dan mendapat cukup perhatian, akan belajar bahwa kekerasan bukanlah hal yang patut dilakukan terhadap orang lain.
Referensi
Kaplan and Saddock’s Pocket Handbook of Clinical Psychiatry
un.org