Saya pertama melakukan prilaku berisiko oktober 2008 ML dg wanita yg baru saya temui, sblm ktmu saya kenal dia lewat telpon dan saya dpt no handphone dia dari acara jomblo di radio. Wanita itu sendiri yg membuka baju dan celana saya. Wkt itu usia saya msh 18 thn. Dia 24 thn. Bln maret 2010 saya merasakan seperti gejala hiv. Ada belasan gejala yg saya rasakan. Kemudian saya test hiv di RS "A" dan Hasilnya non reactif. Tp saya masih merasakan gejala seperti hiv salah satunya didalam penis saya gatal. Kemudian saya datang ke poli kulit dan kelamin di RS "B" Saya curhat dan menceritakan semuanya ke perawat dan dokter yg berada di poli tersebut. Doktet di poli tersebut memanggil dokter yg biasa menangani hiv. Kemudian saya cerita lagi ke dokter yg biasa menangani hiv. Kemudian dokter itu menelpon RS "A" sambil marah2. Dan dokter tersebut menyarankan saya untuk test lagi. Tp sampai skrng saya blm test lagi. Nah stlh saya dari RS "B" beberapa bln kemudian saya tes hbsag di RS "A" kembali. Dan wkt itu saya sedang berobat jalan hepatitis b di pengobatan tradisonal. Hasilnya hbsag non reactif. Tp sgot dan sgpt tdk normal. Wkt itu saya senang karena saya mendapatkan hasil non reactif hbsag tp saya tdk yakin karena saya merasakan msh blm sembuh. Karena saya senang, saya berinisiatif untuk divaksin dan seminggu kmudian saya pergi ke biofarma RSHS. Klo mau divaksin kan pasti diambil darah dulu dilihat hbsag nya dan ternyata msh positif dan tdk bisa divaksin. Nah makanya sampai skrg saya ragu dg hasil test hiv saya yg non reactif di RS "A" tersebut Karena hasil hbsag saya saja tdk akurat ? Apalagi hasil test hiv ? Kemudian wkt itu knp dokter yg di RS "B" menyarankan ke saya untuk test hiv 3 bln lagi ? Sedangkan saya mendapatkan hasil non reactif hiv setelah saya 17 bln melakukan prilaku berisiko ? Dan knp dokter yg di RS "B" marah2 ke pihak RS "A" ? Perlu diketahui saya divonis kena hepatitis b wkt awal 2008 sblm saya melakukan perilaku berisiko, pas saya mau daftar polisi dan saya dianjurkan untuk disembuhkan dulu hepatitisnya kalau mau daftar polisi. Dan perlu diketahui jg wkt saya tes hiv di RS "A" tdk ada yg menyuruh dan tdk ada konseling sblm dan sesudah saya test hiv. Bagaimana jawaban dan tanggapan menurut anda dari cerita dan pengalaman saya ini dok ? Saya mohon anda bisa menjawabnya. Terimakasih sebelumnya. Saya doakan angsa merah lebih maju. Saya lihat blog angsa merah luar biasa. Jaya selalu untuk orang-orang yg berada di angsa merah.
Salam mas, test HIV memang lebih baik dilakukan 12 minggu setelah perilaku beresiko terakhir. Tidak hanya hubungan seks, mungkin tattoo, penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Mungkin itu menjadi pertimbangan pemeriksaan. Mengenai mengapa dokter marah, silahkan anda tanyakan pada dokter yang bersangkutan karena saya tidak mengetahui permasalahan tersebut.
Bila anda melakukan test di laboratorium swasta langsung biasanya tidak dilakukan konseling. Laboratorium tersebut baru mengusulkan anda melakukan konseling setelah hasilnya keluar. Jadi bila konseling umumnya dilakukan di fasilitas kesehatan yang memiliki layanan HIV seperti puskesmas kecamatan, RSUD, klinik angsamerah, atau klinik lain