Saya masih ingat sekali ketika kuliah dan belajar teori Erikson. Kebanyaan teori psikologi perkembangan manusia berhenti pada mas remaja saja, lalu masa dewasa dianggap sudah stabil seterusnya. Berbeda dengan itu, Erik Erikson membagi perkembangan manusia menjadi delapan tahapan. Dialah psikolog pertama yang secara eksplisit membahas tahapan lansia dan menurut teorinya lansia akan dihadapkan pada dua kubu yang integrity versus despair. Lansia bisa menjadi orang yang menemukan integritas diri atau menemukan dirinya dalam suasana nestapa.
Seorang teman yang duduk di bangku sebelah saya pun berbisik-bisik:
“Wah, bagaimana ya rasanya bila nanti kita sudah tua dan hidup kita ini penuh penyesalan, penuh despair?”
Memang sulit bagi kami, yang ketika itu masih muda, membayangkan tibanya masa tua itu. Sungguh bukan hal menyenangkan rasanya bila hidup ini dipenuhi rasa despair.
Masa tua, yang di Indonesia sering disingkat menjadi lansia (lanjut usia), dianggap berawal pada usia 60 tahun. Tidak ada kesepakatan resmi sebenarnya kapan masa tua dimulai, tetapi di Indonesia biasanya dikaitkan dengan usia pensiun, yaitu 58 tahun. Memang batasan itu kini mulai diperdebatkan, karena pensiun adalah istilah yang dipakai bagi mereka yang bekerja sebagai pegawai atau karyawan formal, sedangkan tidak semua warganegara bekerja sebagai pegawai atau karyawan.
Lalu mengapa ditetapkan usia 58 tahun? Karena itulah angka harapan hidup (life expectancy) manusia Indonesia ketika kita baru merdeka. Pada masa sekarang harapan hidup orang Indonesia adalah 73 tahun, sehingga mungkin usia pensiun perlu ditinjau ulang.
Mari kita kembali ke soal masa tua itu. Apa yang sebenarnya terjadi ketika usia kita betambah? Sering dikatakan terjadi perubahan sistem tubuh kita, yaitu perubahan hormonal, ketahanan tubuh, dan metabolisme tubuh. Juga muncul radikal bebas, yaitu jenis molekul yang menyebabkan beberapa sel tak lagi berfunrgsi. Beberapa bagian tubuh mulai usang dan aus. Bermunculan pula penyakit degeneratif, penyakit akibat kurang berfungsinya tubuh secara optimal, seperti keropos tulang (ostereoporosis), berkurangnya kemampuan indera penglihatan dan pendengaran, rambut mulai memutih, kulit tidak lagi kencang dan keriput bermunculan, terutama pada wajah dan tangan. Belum lagi terjadi penurunan fungsi otak, sehingga lansia sering dikatakan cenderung cepat pikun. .
Namun benarkah semua itu akan terjadi pada masa lansia? Ternyata ada beberapa mitos mengenai penuaan. Tan (2011) menyebutkan ada 15 mitos atau salah karpah soal penuaan. Simak uraian di bawah ini.
SALAH KAPRAH #1: Semua lansia itu sama. KENYATAAN: Ada banyak variasi lansia, bahkan perbedaan individu pada masa ini jauh lebih banyak dibandingkan pada masa perkembangan lainnya.
SALAH KAPRAH #2: Kebutuhan dasar lansia itu berbeda dengan kebutuhan dasar orang yang lebih muda. KENYATAAN: Kebutuhan dasar manusia tidak berubah dengan bertambahnya usia.
SALAH KAPRAH #3: Hampir semua lansia itu mulai pikun. KENYATAAN: Sebanyak 80% lansia mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan kemampuan kognitif tetap sehat.
SALAH KAPRAH # 4: Semua lansia tidak lagi mampu berpikir jernih. KENYATAAN: Banyak lansia, bahkan yang sudah demensia pun, masih memiliki kemampuan mengerti, memroses informasi dan membuat keputusan sendiri.
SALAH KAPRAH #5: Lansia sudah tidak produktif lagi. KENYATAAN: Walaupun lansia tak lagi bekerja formal, mereka tetap bisa memainkan peranan penting sebagai kakek-nenek, pengasuh, relawan dalam kegiatan masyarakat.
SALAH KAPRAH #6: Semua lansia cara berpikirnya kaku dan kolot. KENYATAAN: Ada anggapan lansia itu gaptek dan bingung menghadapi teknologi mutakhir. Ternyata 41% lansia itu pengguna internet.
SALAH KAPRAH #7: Semakin bertambah usia, semakin berkurang kemampuan belajar manusia. KENYATAAN: Pola belajar bisa berubah dan kecepatan belajar bisa berkurang, tetapi kemampuan belajar tidak pernah hilang.
SALAH KAPRAH #8: Lebih mudah bagi lansia mengingat hal baru daripada diminta mengingat masa lampau. KENYATAAN: Justru kebalikannya: long-term memory lebih kuat pada lansia.
SALAH KAPRAH #9: Sering lupa adalah awal kepikunan. KENYATAAN: Memory loss dapat diakibatkan pengobatan dalam perawatan atau depresi akibat peristiwa kehidupan. Sering lupa boleh jadi tanda awal demensia, tetapi tidak berarti orang yang sering lupa akan didiagnosis demensia.
SALAH KAPRAH #10: Semua lansia akan mengalami demensia. KENYATAAN: Hanya 6%-8% orang berusia di atas 65 mengalami demensia dan hanya 1/3 yang berusia di atas 85 tahun mengalaminya.
SALAH KAPRAH #11: Semua lansia mengalami depresi. KENYATAAN: Kebanyakan lansia tidak mengalami depresi. Depresi bukan tanda penuaan, tetapi merupakan masalah kesehatan mental yang perlu ditangani.
SALAH KAPRAH #12: Depresi pada usia lanjut lebih sulit ditangani dibandingkan pada mereka yang berusia muda. KENYATAAN: Proses terjadi depresi pada lansia dan kaum muda sama saja. Bahkan respons lansia terhadap pengobatan depresi jauh lebih positif dibandingkan kelompok umur lainnya.
SALAH KAPRAH #13: Depresi lansia terjadi karena faktor psikiatris. KENYATAAN: Depresi lansia lebih berkaitan dengan pengalaman penyakit degeneratif fisik, seperti penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, dan keropos tulang.
SALAH KAPRAH#14: Bila lansia tidak tampak sedih, berarti dia tidak mengalami depresi. KENYATAAN: Depresi mengakibatkan kelelahan, hilangnya nafsu makan, kesulitan tidur, menarik diri dari pergaulan, dan keluhan rasa sakit.
SALAH KAPRAH #15: Bila seorang lansia tampak sedih, maka dia pasti mengalami depresi. KENYATAAN: Depresi sering disalahartikan dengan apatisme, yang merupakn siimptom berbeda.
Jadi sebenarnya menjadi lansia itu tidak selalu harusnya menakutkan, bukan? Meskipun barangkali ke-15 kenyataan yang disebutkan di atas, bukanlah berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, namun tidak ada salahnya menjadi pegangan bagi kita yang mempelajarinya maupun yang akan mengalaminya.
Hoyer dan Roodin (2009) menyebutkan ada yang namanya penuaan positif (successful aging), yaitu kondisi ketika lansia dapat menghindari penyakit atau disabilitas, tetap berfungsi fisik dan psikologis secara efektif, dan terus aktif dalam pergaulan sosial. Hidup menua bukan berarti harus mengurung diri di rumah, tidak lagi bergaul, dan tidak lagi bekerja.
Lalu apa cara menjadi lansia yang sukses itu? Tetap berolahraga dan aktif secara fisik (misalnya membersihkan rumah, memasak, berkebun, berlibur, banyak bergerak, banyak berjalan kaki), tetap aktif secara kognitif (misalnya banyak membaca, bermain sudoku atau games, bermain musik, aktif menghadiri seminar), tetap aktif secara sosial (ikut perkumpulan, sering bergaul, berkumpul dengan teman-teman dan keluarga), mengurangi stres, banyak tidur, mengatur pola makan yang bergizi, dan sekalipun kita sepenuhnya menyadari tubuh tak lagi sehebat masa mudanya, kita tetap mempunyai gaya hidup penuh kegembiraan.
Majalah National Geographic antara 2000-2007 pernah menugaskan seorang penulis melakukan survei ke seluruh pelosok dunia, mencari komunitas yang banyak centenarian (berusia di atas 100 tahun) dan kualitas kehidupan lansianya baik. Penulis tersebut. Dan Buettner (2008), si penulis, kemudian menemukan tiga komunitas terbaik, yaitu masyarakat Okinawa di Jepang, komunitas penganut Advent Hari Ketujuh di California, dan masyarakat Sardinia di Italia. Pada ketiga kelompok tersebut semua lansia tetap berfungsi baik karena menjalankan penuaan secara positif. Mereka punya pola makan sehat, kehidupan sosial yang baik dan tetap bergaul, tetap aktif secara fisik, tetap aktif secara kognitif, dan mempunyai sikap mental positif dalam menjalani usia lanjut.
Kaum muda berusia 30-an saat ini seringkali mengungkapkan kata canda “Ingat, umur!”, bila terlalu sering melakukan aktivitas kegembiraan. Atau bila ada reuni sekolah atau universitas, dan kemudian semua bercanda penuh keceriaan, sering ada komentar “kami seperti lupa usia.”
Padahal kata siapa semakin tua kita harus selalu diam dan pasif? Ada quote menarik dari George Bernard Shaw, sastrawan Irlandia yang mengatakan kita tidak berhenti bermain karena menjadi tua, melainkan kita menjadi tua karena berhenti bermain. We don’t stop playing because we grow old; we grow old because we stop playing.
Jadi kata siapa menjadi lansia tak boleh berdansa dan berpesta? Atau bersenang-senang di alam terbuka? Atau berpakaian gaya mutakhir? Atau bermain musik hingar bingar? Atau tetap senang berjalan-jalan ke mall atau berbelanja? Selama itu hal yang disukainya, sah-sah saja.
Bila kelak kita semua bisa menjalani hidup penuh kegembiraan, namun juga menerima dengan elegan bahwa tubuh kita sudah menurun fungsinya, maka mungkin kubu ekstrim despair pada tahap akhir Erikson tidak akan terjadi. Kita bisa menjadi manusia berintegritas, yang memadukan seluruh pengalaman hidup yang baik maupun yang buruk, dan tetap gembira menjalani hidup ini.