Lelaki itu bengong menatap kertas hasil tes HIV di depannya. Ia bertanya, mengapa saya bisa HIV positif? Ia (pura-pura) heran, tak habis pikir, atau mungkin tak punya konsep tentang risiko?
Usianya menjelang 60 tahun, beranak 3, bercucu 4 orang.
Walaupun perutnya sudah mulai membuncit, penampilannya masih lumayan menarik. Ia seorang yang pendiam, agak nyentrik, dan senyum tipis sinis menghiasi bibirnya. Dari balik kacamatanya, tatapannya yang tajam selalu siap menguliti perempuan cantik yang berada di dekatnya. Selama 35 tahun perkawinannya, belum pernah ada satu tahun pun yang dilewatinya tanpa pacaran diam-diam dengan perempuan lain.
Dengan bangga ia bercerita tentang petualangannya. Ia sudah tak ingat lagi, berapa persisnya jumlah perempuan yang pernah bersenggama dengannya, mungkin lebih dari 21 perempuan silih berganti dalam hidupnya. Jangan pula tanya nama-nama mereka, kebanyakan ia tak menyimpannya dalam ingatan. Sejak di bangku SMA, ia sudah aktif berhubungan seksual secara casual. Tentu saja tanpa pernah bilang pada orangtua, atau lapor pada tokoh masyarakat di komunitasnya. Tampangnya yang agak urakan, mencitrakan “bad boy” namun lembut, merupakan daya tarik bagi teman-teman perempuannya. Ia merasa sampai sekarang masih menarik bagi lawan jenisnya. Terbukti sampai sekarang ia masih punya selingkuhan yang muda, cantik, dan segar…
Peristiwa yang dapat diingatnya dengan jelas adalah saat 35 tahun yang lalu, sehari menjelang hari pernikahannya. Ketika calon istrinya sedang menjalani ritual masa pingitan dan mendandani diri untuk calon suami, lelaki ini dengan riang gembira tidur (maksudnya: having sex) dengan pacarnya yang ke-sekian. Bahkan hanya 3 hari setelah pernikahan, ia kembali tidur (having sex) dengan pacarnya itu. Sepanjang masa perkawinannya, lelaki ini memperlihatkan diri sebagai suami idaman yang membaktikan diri untuk istri dan anak-anaknya. Ketika istri masih bekerja di kantor, setiap pagi selama berpuluh tahun, ia mengantar istri ke kantor dan anak-anak ke sekolah. Lalu ia sendiri pergi ke kantor. Istrinya yang super bawel dan curigaan, berasal keluarga yang mengagungkan pernikahan dan taat beragama. Ia didukung oleh keluarga besarnya yang mengancam si lelaki ini jika ketahuan mempermainkan istri (berarti kalau nggak ketahuan, ya, amaann…). Istri sangat ketat mengontrol jadwal suami. Maka suami pun menjelma menjadi “suami takut istri” yang selalu pandai mencuri kesempatan untuk selingkuh, sepanjang hayat dikandung badan.
Setiap sore ia diwajibkan menjemput istri pulang kantor menuju rumah mereka di pinggiran Jakarta. Jika jadwal kerjanya mengharuskan sampai malam di luar rumah, istri sangat rajin menelpon untuk mengontrol dimana ia berada, sedang ngapain, sama siapa, dan pulang jam berapa. Tentu ia bukan lelaki bodoh yang tak bisa mengarang alasan. Bila istri menelpon ketika ia sedang bersama pacarnya, ia akan menyuruh sang pacar yang sedang berada dalam pelukannya untuk diam sejenak dan ia akan meladeni interogasi istrinya dengan mengarang alasan macam-macam. Salah satu syarat yang dimintanya kepada pacar-pacarnya adalah tidak boleh menggunakan parfum, dengan alasan ia tak suka bau parfum. Padahal sebenarnya ia takut bau wangi parfum pacar akan diendus oleh hidung istrinya yang tajam, yang selalu sibuk memeriksa setiap lekuk sudut kemeja, celana dalam dan celana panjangnya untuk mengecek keberadaan perempuan lain. Bau parfum dan bekas lipstik tentu akan mudah dipindai oleh sang istri.
Akhir pekan, ia diwajibkan istri untuk selalu bersama istri dan anak-anak, baik untuk acara kumpul keluarga, arisan, beribadah, makan bersama, atau berbelanja bersama keluarga ke mall. Di hadapan keluarga besarnya dan keluarga besar istri, ia adalah suami idaman yang dibanggakan istri karena sangat patuh dan bakti kepada istri. Bahkan pada suatu pesta keluarga di Jakarta, ia harus bersedia kembali ke rumah mengambilkan sepotong pakaian anak yang tertinggal, atas suruhan istri yang ditakutinya.
Seiring berjalannya waktu, anak-anak sudah lulus kuliah, bekerja dan menikah. Si bungsu masih di SMA, tetap diantar jemput oleh istri yang sudah 15 tahun terakhir tak lagi bekerja. Lelaki ini pun sudah 20 tahun terakhir tak bisa lagi bangun dengan istrinya, alias IMPOTEN. Katanya, ia sudah tak tertarik lagi pada istrinya secara seksual, jadi perasaannya seperti kepada saudara saja (tapi kalau dengan pacar, ereksinya dahsyat..!!).
Sejak berhenti bekerja, istri mengalami sakit yang aneh, tak kunjung sembuh, sehingga pergaulannya menjadi terbatas. Ia malu ke luar rumah karena tak tahan jika ditanya ini-itu oleh orang yang melihatnya. Apalagi ia sudah tak bekerja, sehingga sepenuhnya tergantung pada penghasilan suami. Dahsyatnya lagi, suami tetap rajin mengantar istri berobat ke dokter, menengok dan menungguinya jika harus opname di rumah sakit. Dan Anda silakan tebak, siapakah yang memandikan istri, mengoleskan salep di luka-lukanya, memakaikannya celana dalam dan baju, serta menyuapinya makan? SUAMI !! Tapi selingkuh tetap jalan dengan damai sentosa dan jaya raya hingga hari ini…
Mulai dari pacar pertama sejak di SMA (yang tentu saja sudah having sex), pacar berikutnya seorang penari, pacar berikutnya lagi seorang karyawati, lalu mahasiswi, penyanyi, dan berbagai profesi lain silih berganti… rata-rata isteri orang… Dalam satu waktu yang bersamaan, kadang ada 2-3 perempuan yang sekaligus diselingkuhinya tanpa saling tahu.
Dan istri, dengan indera kecurigaannya yang sudah terasah selama 35 tahun lebih, selalu menjadi orang yang paling belakangan tahu kalau suaminya selingkuh, atau bahkan sudah menikah dengan perempuan lain. Sekitar 8 tahun yang lalu, untuk kedua kalinya, baru ketahuan oleh istrinya bahwa sang suami sudah pindah memeluk agama lain –agama yang dianut pacar terakhirnya saat itu, dan perempuan itu sudah dinikahinya (tentu saja tanpa lapor pada istrinya). Istri sampai menggunakan jasa beberapa orang dukun dan paranormal karena menganggap suami diguna-guna perempuan sehingga mau pindah agama dan menikah lagi.Anak-anak pun tahu semua riwayat perselingkuhan sang ayah.
Sejak ketahuan menikah diam-diam, istri makin galak dan memperketat gerak gerik suami. Apalagi perempuan ini yang pada dasarnya memang kurang cantik, sekarang sakit-sakitan sehingga semakin mudah memanipulasi rasa kasihan dan rasa bersalah pihak suami. 2 kali seminggu harus diantar kontrol ke rumah sakit. Seminggu sekali beribadah bersama. Weekend mengunjungi atau dikunjungi menantu, besan dan cucu-cucu. Tapi, jangan sediiiihhh… tentu suami tak kehilangan akal. Ia sudah belajar banyak untuk lebih sophisticated menyembunyikan semua kebohongan ini…
Itu berkat kelihaian suami yang sudah terlatih selama 35 tahun untuk mempercanggih modus-modus baru dalam mengelabui istri. Ilmunya kira-kira sama dengan para peselingkuh lain: cincin kawin selalu dipakai, nama-nama perempuan di address book HP diganti dengan nama laki-laki, juga nama-nama perempuan di kontak BB diganti dengan nama yang ambigu. Kalau lupa nama kontak di BB, tinggal pura-pura broadcast TC (test contact), padahal sebenarnya ingin ngecek siapa nama orang yang dicari. Semua pesan BBM langsung dihapus, tidak boleh ada bekas, supaya tidak jadi bahan interogasi isteri. Kebanyakan nama pacar akan di end-chat sebelum ia tiba di rumah. Besok tinggal invite lagi, beres. Sebisa mungkin ia tidak melakukan panggilan telpon keluar supaya tidak ada bekas nomor telepon pacar di tagihan rekening telepon seluler tiap akhir bulan. Biar saja pacar yang menelpon berjam-jam…
Handphone dan BB selalu dikantongi kemana-mana, termasuk ke WC. Kalau mau tidur, semua handphone dan BB dimatikan. Kalau perlu baterenya dicopot. Ia selalu rutin mengganti password HP dan BB sehingga sulit dibuka istri. Di kantor ia menyimpan SIM Card rahasia di tempat super rahasia. Kalau sudah tiba di rumah, semua pacar dilarang nelpon supaya istri tak curiga. Khusus Sabtu dan Minggu, semua pacar sudah tahu bahwa ia adalah suami yang manis di akhir pekan, jadi mereka tahu-sama-tahu untuk tidak menelpon atau BBM. Kalau pun ada pacar baru yang menelpon karena belum terlatih dengan pola Sabtu-Minggu ini, maka si lelaki akan berpura-pura bicara seolah itu adalah telpon dari laki-laki. Dan yang dibahas pun seolah-olah masalah pekerjaan. Padahal mungkin di seberang sana pacarnya bertanya, “Sayang, kok kamu nggak nelpon, sih?” tapi ia akan membalas, “Oh, pak Anu? Nanti saya selesaikan… Baik, Pak. Siap, Pak.” Dengan isyarat pembicaraan seperti itu, pacar di seberang sana langsung tahu bahwa ia sedang berada dekat istri di rumah, dan segera menghentikan pembicaraan. Ia pun selamat dari amukan istri, yang selalu berjaga dengan waspada di sampingnya.
Apalagi kalau tugas ke luar kota, sudah pasti istri tak bisa mengontrol. Berbagai variasi modus sudah dikuasainya untuk bertemu dengan perempuan idamannya. Mereka juga sering bertemu di luar kota atau di luar negeri. Bahkan jika istri ngotot ikut pun, selalu ada cara untuk mengibuli istri. Bisa saja istri ditidurkan dulu, baru kemudian ia menyelinap ke kamar pacar yang berada di hotel yang sama, di lantai yang sama. Bahkan sering hanya di kamar sebelah. Kalau pun kepergok, berbagai alasan bisa diciptakan untuk menenangkan kecurigaan istri. Ketemu teman bisnis-lah, cari rokok-lah, di kamar sulit dapat sinyal telpon, atau apa, kek…
Dan sekarang, ia menjalani tes HIV, setelah pacar terakhirnya selama setahun ini sering sakit-sakitan. Pacarnya, yang baru berusia 24 tahun, dimintanya memeriksakan diri. Ternyata hasilnya HIV positif. Ia pura-pura tenang, karena merasa dirinya bersih. Toh selama ini selalu memilih selingkuh dengan BINOR (bini orang), dengan alasan bini orang bukanlah perempuan pelacur komersial. Jadi hanya having sex dengan suaminya sendiri, sehingga kemungkinan terkena penyakit sangat kecil. Kriteria pacarnya adalah perempuan cantik, berpendidikan tinggi dan status sosial cukup tinggi.
Ia sendiri merasa dirinya bersih dan tak bernoda. Ia beranggapan virus HIV tidak akan menghinggapi orang berpendidikan tinggi, terhormat, cantik & ganteng, serta rajin beribadah. Ia malah menyalahkan pacar terakhirnya ini, yang dianggapnya perempuan gatal karena punya banyak pacar sebelum dirinya.
Ia lupa, bahwa dirinya sendiri di usia menjelang 60 tahun ini sudah punya rantai penyakit yang sangat panjang. Perilaku seksnya sangat berisiko tinggi untuk menularkan HIV/AIDS kepada perempuan-perempuan yang pernah ditidurinya. Bahkan ia tak sadar, istrinya yang sudah bertahun-tahun sakit-sakitan tak pernah sembuh itu, juga tertular HIV/AIDS dari dirinya.
Karena istrinya adalah perempuan yang dicetak dan dituntut menjadi istri setia, patuh, tidak punya teman lain selain suami, serba curiga dan cerewet, tapi tetap saja tidak berdaya menghadapi perselingkuhan suami sepanjang 35 tahun perkawinan mereka. Dan, AJAIB… rumah tangga itu tetap (terpaksa) dipertahankan sampai kini… Demi topeng sosial, demi nama baik keluarga, demi anak-anak (padahal mereka sudah sering memergoki ayahnya selingkuh dan kawin lagi), demi kestabilan finansial, demi.., demi… FAMILIAR WITH THIS KIND OF ISSUE, ANYONE ???!