Sebagai sebuah momen yang “life changing”, bagi sebagian besar perempuan kehamilan merupakan anugerah yang disambut dengan sukacita, meski tak selalu perjalanannya berlangsung mulus. Kehamilan merupakan sebuah proses yang melibatkan banyak perubahan dari aspek fisik dan psikis. Perubahan ini mencakup nafsu makan, pergantian suasana perasaan yang cepat, rasa mudah lelah, rasa malas, perasaan yang lebih sensitif. Dan hal ini membuat seorang perempuan yang sedang hamil harus berjuang untuk menyesuaikan diri dengan banyak hal. Pengalaman ibu hamil seperti itu dianggap merupakan sesuatu yang lumrah, sehingga tidak dianggap perlu untuk membicarakan apa yang dirasakan oleh ibu hamil. Padahal, tak selamanya perubahan seperti di atas itu normal lho. Bisa saja rasa tidak nyaman yang dialami oleh ibu hamil itu merupakan tanda dan gejala depresi pada kehamilan.
Lebih dari sepertiga perempuan hamil diperkirakan mengalami depresi saat hamil, dan kejadian ini sering ditemukan pada saat trimester pertama dan ketiga kehamilan. Depresi yang dialami oleh para (calon) ibu dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi diri ibu sendiri maupun anaknya. Bila mengalami depresi saat hamil, maka kemampuan ibu untuk merawat diri dan kandungannya pun berkurang, sehingga dampak pada anak bisa terjadi sejak ia masih berada dalam kandungan. Misalnya saja bayi yang lahir dari ibu dengan depresi dapat memiliki berat lahir yang rendah. Depresi pada kehamilan yang berlanjut (bisa dijumpai hingga selesai masa persalinan), perkembangan ana saat balita, usia sekolah, dan remaja juga bisa terpengaruh.
Masyarakat mengenal depresi pada kehamilan sebagai perasaan terkait mood, gejala, dan sindroma. Depresi pada perempuan hamil merupakan keadaan sedih dan frustrasi yang dipicu oleh stres dan kegentingan atau gejolak emosi. Ada juga yang mengartikan depresi pada kehamilan sebagai perasaan kacau yang dialami oleh perempuan hamil. Perempuan hamil yang mengalami depresi menjadi sensitif dan mudah marah. Perubahan mood yang cepat pada perempuan yang sedang hamil dipengaruhi oleh stres dan kecemasan akan kehamilannya, termasuk juga hubungan dengan suami.
Secara medis, depresi tidak terbatas pada masa kehamilan saja. Istilah depresi maternal digunakan untuk mendefinisikan spektrum depresi yang dapat dialami oleh seorang ibu (batas waktu hingga 12 bulan pasca persalinan) maupun para calon ibu. Depresi maternal mencakup depresi pada kehamilan (depresi antenatal, depresi prenatal), baby blues, depresi pasca persalinan, dan psikosis pasca persalinan. Depresi pada kehamilan sendiri mencakup depresi mayor dan minor yang dapat berlangsung hingga 6 bulan sampai satu tahun setelah kehamilan. Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya episode depresi pada kehamilan, seperti perubahan hormon, genetik, psikososial, dan adanya stresor dalam hidup.
Faktor risiko yang dimiliki perempuan sehingga rentan mengalami depresi antenatal adalah:
– Sensitivitas terhadap tekanan
– Strategi koping maladaptif
– Peran sosial multipel
– Usia 30-35 tahun
– Kemampuan baca tulis (tingkat pendidikan yang rendah)
– Hubungan yang tidak baik dengan pasangan
– Forced sex
– Kekerasan fisik oleh pasangan
– Riwayat depresi
– Kecemasan
– Penghasilan yang rendah
Gejala yang bisa didapatkan pada ibu hamil yang mengalami depresi berupa:
– Menangis, hingga tersedu-sedu
– Gangguan tidur
– Kelelahan
– Gangguan nafsu makan
– Kehilangan minat
– Kecemasan
– Poor fetal attachment
– Iritabilitas
Depresi juga sering disertai gejala cemas berat atau panik. Bila muncul gejala mood dan cemas pada masa kehamilan akan meningkatkan risiko terjadinya depresi pasca persalinan. Selain itu, episode mood yang awitannya berkaitan dengan periode sebelum dan sesudah kehamilan, dapat pula muncul dengan gambaran psikotik. Gambaran psikotik biasanya berupa infanticide, yakni adanya halusinansi perintah untuk membunuh bayinya atau berupa waham yang mengatakan bahwa bayinya dirasuki oleh suatu kekuatan tertentu.