Angsamerah Articles Seks, Seksual dan Seksualitas

Seks, Seksual dan Seksualitas

Kalau ditanya seksi itu apa, jawaban yang didapat hampir seragam, yakni berkaitan dengan kelamin. Ada yang bilang seks adalah jenis kelamin. Orang lain lagi mengatakan bahwa seks merupakan hubungan kelamin. Ada lagi yang bilang kalau seks ada hal-ihwal yang berkaitan dengan kelamin, mulai dari jenisnya, hingga penerimaan dan pemaknaan mengenai kelamin seseorang.

Wajar kalau pengertian orang terhadap seks itu bermacam-macam, karena dipengaruhi latar belakang pengetahuan, budaya, dan nilai-nilai. Seks tidak lepas dari muatan fisik alias biologis, psikologis, sosial, bahkan spiritual.

Seks merupakan identitas seseorang yang tentunya beragam, karena tidak ada satu manusia yang sama persis kan?

Manusia adalah mahluk seksual karena kita diciptakan memiliki jenis kelamin. Jenis kelamin ini tercermin dari penampakan biologis, fungsi fisiologis, dan perilaku yang bertujuan untuk reproduksi. Nah, bicara tentang perilaku, maka ada istilah seksualitas.

Secara umum, seksualitas diartikan sebagai kapasitas seseorang terkait perasaannya mengenai seks. Dalam Kaplan (2009) disebutkan bahwa seksualitas adalah sesuatu yang lebih dari sekedar seks secara fisik, hubungan badan maupun tidak, dan sesuatu yang tidak melulu berupa perilaku mencari kesenangan.

Seksualitas seseorang bermula dari perilaku seksualnya, yakni bagaimana hubungan seseorang dengan orang lain, suasana hubungan tersebut, dan dipengaruhi oleh budaya. Seksualitas bersifat individual, karena dipengaruhi oleh kepribadian dan karakter seseorang, penampilan biologis, serta perasaan terhadap dirinya secara utuh.

Pada akhirnya, seksualitas merupakan kombinasi pikiran, perasaan dan perilaku yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan seksual dan reproduksi.

Sebagaimana hal lainnya dalam kehidupan manusia, seksualitas pun dibedakan menjadi seksualitas yang normal dan abnormal. Supaya seseorang memiliki seksualitas yang normal, maka faktor biologis, psikologis, dan sosial dari seks itu mestinya juga normal.

Secara biologis, laki-laki dan perempuan memiliki organ seks yang berbeda. Organ ini ada yang tampak seperti alat kelamin, maupun yang tidak terlihat seperti prostat dan indung telur. Bagi orang banyak, organ seks yang seringkali disebut vital adalah penis dan vagina. Yang jelas, organ seks dapat berfungsi baik bila persarafannya baik, yang diatur oleh sistem saraf autonom.

Fungsi seksual seseorang dipengaruhi oleh kejadian internal dan eksternal, sehingga rentan sekali mengalami disfungsi. Selain diatur oleh sistem saraf, fungsi seksual juga diatur oleh sistem hormon.

Hormon yang dihasilkan atas perintah otak bertugas untuk menentukan perkembangan organ-organ seks, baik yang berupa kelenjar maupun yang berupa alat kelamin eksternal. Pada orang yang sistem hormonnya tidak berfungsi baik, maka organ seks tidak berkembang baik bahkan hingga kehilangan kemampuan untuk reproduksi.

Hal yang tidak kalah penting adalah fungsi otak dalam mengatur seksualitas manusia. Bayangkan kalau manusia tidak memiliki otak, atau otaknya tidak berfungsi baik. Otak merupakan alat pengatur utama fungsi manusia.

Supaya bisa menjadi mahluk seksual, sistem saraf autonom berpusat di otak, pengaturan sistem hormon pun berpusat di otak. Perilaku seks manusia pun diatur oleh otak. Bagian otak bernama korteks bertugas mengendalikan impuls seksual seseorang dan memroses rangsangan yang diterima.

Sistem limbik memiliki tugas untuk membentuk insting agar spesies kita tetap bertahan. Sementara itu batang otak bertugas mengatur refleks seksual yang berasal dari susunan saraf tulang belakang.

Ada lagi yang disebut dengan neurotransmitter, yakni zat kimia yang berseliweran di otak, bertugas untuk meningkatkan libido, orgasme, dan memunculkan sensasi menyenangkan saat melakukan kegiatan seksual.

Seksualitas juga tak lepas dari faktor psikologis, yakni berkaitan dengan kepribadian seseorang. Perkembangan kepribadian menentukan seksualitasnya.

Seseorang pada akhirnya akan memahami bahwa kegiatan seksual bisa juga digunakan untuk mendapatkan kepuasan non seksual, seperti dependensi, agresi, kekuasaan, dan status. Iya, ini bukan kejadian yang terlihat di film atau muncul di novel, tapi memang kenyataannya kegiatan seksual punya begitu banyak makna dalam kehidupan.

Faktor psikologis akan membentuk identitas seksual seseorang, identitas jender, orientasi seksual, dan akhirnya mewujud dalam perilaku seksual. Identitas seksual adalah pola karakteristik seksual seseorang secara biologis.

Artinya, identitas seksual merupakan sense yang melekat mengenai jenis kelamin orang tersebut. Identitas jender merupakan sense kelaki-lakian atau keperempuanan yang dimiliki oleh seseorang. Rasa ini terbentuk saat seseorang berusia 2-3 tahun berdasarkan pengalaman dari lingkungan hidup seseorang, termasuk pengaruh budaya. Setelah seseorang memiliki identitas seksual dan jender, ia akan menentukan orientasi seksualnya.

Orientasi seksual menggambarkan objek yang membuat seseorang ingin melampiaskan impuls seksualnya. Orientasi ini dapat berupa heteroseksual, homoseksual, maupun biseksual. Terakhir, orang akan mewujudkan identitas dan orientasinya dalam bentuk perilaku seksual. Perilaku ini adalah kumpulan hasrat, fantasi, usaha untuk mendapatkan pasangan, dan segala kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pemuasan seksual.

Yang terakhir adalah faktor sosial. Seseorang terus belajar mengenai seks sepanjang usia hiduonya, mulai dari masa kanak hingga lanjut usia.  Di waktu kecil, seseorang akan belajar tentang sentuhan yang sifatnya hangat, memunculkan rasa aman dan positif.

Periode ini sangat penting untuk membentuk rasa percaya diri dan gambaran diri yang positif. Pembelajaran dilakukan dengan mengamati interaksi yang terjadi antara orangtua dan antar orangtua dengan anak.

Di masa remaja, seseorang akan melewati fase pubertas dan mengalami perubahan bentuk tubuh karena pertumbuhan tanda seks sekunder. Saat ini mulai muncul rasa penasaran tentang kegiatan seksual yang ternyata dibatasi oleh norma sosial.

Pemuasan kebutuhan seks biasanya dilakukan dengan cara masturbasi. Sebagai bagian dari pengembangan identitas dirinya, seseorang di kala remaja sudah mulai memiliki fantasi bagaimana hubungan badan itu terjadi pada orang dewasa. Hal yang penting bagi remaja adalah persoalan citra diri dan penerimaan dalam sebuah hubungan.

Tidak bisa dipungkiri, pergeseran nilai-nilai telah membawa masyarakat untuk menghadapi kenyataan bahwa hubungan seksual untuk pertama kalinya dilakukan sebelum orang tersebut menikah. Di masyarakat tertentu, hal ini diangap sebagai “sudah wayahnya” pada saat seseorang berusia 16-17 tahun.

Hubungan seksusal untuk pertama kalinya dipengaruhi oleh tekanan dalam pergaulan dan dorongan seks orang tersebut. Disinilah juga kemudian muncul problema mengenai keperawanan, kecemasan akan performa, dan ambivalensi budaya.

Saat memasuki masa dewasa, seseorang biasanya mulai mencari pasangan dan menghabiskan hidup bersama. Pasangan akan belajar  mengenai keintiman dan cinta dalam membangun sebuah hubungan.

Waktu dan energi yang diperlukan untuk memelihara keintiman dan cinta akan dihadapkan dengan tujuan hidup lainnya, sehingga diperlukan kompromi. Hal ini tentunya berpengaruh pada kegiatan seksual yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasangan.

Di usia pertengahan juga terjadi perubahan seperti berkurangnya frekuensi hubungan seksual antar pasangan. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, misalnya minat pihak laki-laki, deerotisasi perempuan, kebiasaan, dan kenyataan yang tidak sesuai dengan fantasi di kala muda.

Masa pertengahan rentan dengan perselingkuhan, tergantung pada komitmen dan komunikasi antar pasangan. Pasangan yang memasuki usia pertengahan dalam kehidupan didorong untuk saling mengeksplorasi dan saling mencoba agar kehidupan seksualnya tetap bergairah.

Memasuki usia lanjut, orang tetap dapat aktif secara seksual, meskipun terbatas. Hambatan terutama karena pasangan tak lagi ada. Seiring dengan usia yang bertambah, tubuh mengalami peribahan biologis dan fisiologis yang memengaruhi seksualitas seseorang. Dikatakan bahwa orang yang lebih aktif di masa dewasa awal akan menjadi lebih aktif pula di usia senjanya.

Jadi, seksualitas yang sehat tercapai bila orang tersebut memiliki faktor biologis, psikologis, dan sosial yang sehat pula. Tubuhnya memiliki fungsi seksual yang baik, kepribadiannya berkembang dengan baik, dan hidup di lingkungan sosial yang baik pula.

Berbahagialah dengan diri Anda, dan beranilah untuk melihat diri sendiri sebagai mahluk seksual. Tanpa seks, toh kita tak akan ada untuk membaca tulisan ini, ya kan?

Artikel Terkait

Masters and Johnson

Diabetes dan Kesehatan Seksual

Tentang Pendidikan Seks Bagi Anak

HPV and What You Need to Know

HPV dan Kutil Kelamin

The Big “O”

Previous
Next

Buat janji dokter sekarang

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.