Suatu ketika di tempat praktek saya kedatangan seorang pemuda yang berpenampilan kurang terawat. Dengan sikap kikuk, dia duduk di hadapan saya setelah dipersilakan. Dimulailah percakapan kami sebagai dokter dan pasiennya,
“Selamat malam, saya dr. Gina. Dengan Mas Toni, betul?”
Pemuda di hadapan saya tersenyum dan mengangguk. “Boleh tahu berapa usianya?” tanya saya. Dan dengan suara perlahan dia mengatakan usianya belum genap dua puluh tahun. Setelahnya pasien pun mengatakan maksudnya datang ke tempat praktek malam itu.
“Anu Dok, saya kena infeksi di situ.”, ujar Mas Toni. Suaranya terdengar cukup jelas diikuti dengan lirikan mata dan gerakan kepalanya ke arah bawah pinggang. Tentu saja ia berharap saya sudah mengerti dengan bahasa tubuh yang ia gunakan, sehingga tidak perlu lagi menjelaskan secara gamblang mengenai infeksi yang ia alami.
Setelah melalui proses pemeriksaan dan penjelasan, dirinya tak tampak kaget dengan keterangan tentang infeksi menular seksual (IMS) yang dialaminya. Ia hanya khawatir apakah ia mengalami sifilis atau tidak, seolah kondisi IMS lainnya tak membuatnya gentar.
Hal yang patut diapresiasi dari pasien ini adalah keberaniannya untuk memeriksakan diri atas kondisi yang sedang dialaminya, meski usianya masih sangat muda. Tidak semua orang yang tertular IMS memiliki keberanian untuk mendatangi fasilitas kesehatan dan mendapat pengobatan. Tak jarang mereka justru mencari informasi sendiri, apalagi di zaman internet seperti sekarang, membuat kesimpulan sendiri atas kondisi yang dialami dan kemudian mengobati sendiri. Yang menjadi kendala terbesar tentunya rasa malu dan takut jika sampai ketahuan mereka mengalami IMS.
Mendapatkan informasi yang tepat mengenai IMS adalah salah satu kunci penting untuk melindungi diri dan pasangan dari kemungkinan terjangkit IMS. Dengan pengetahuan ini kita dapat melakukan cek dan ricek apabila memiliki perilaku yang berisiko tinggi tertular IMS. Selain itu kita bisa menjadi pembawa pesan bagi lingkungan di sekitar kita, agar mereka mengetahui bahaya IMS dan menghindari perilaku berisiko.
Kenapa kita perlu peduli dengan IMS? Karena ketidaktahuan bisa berharga sangat mahal. Pernahkah terbayang oleh Anda bahwa IMS dapat menyebabkan sakit berat, kecacatan, bahkan kematian? Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa IMS yang tidak diatasi, penularannya terjadi berlipat ganda hingga mencapai jutaan orang? Contoh saja pasien di atas, untuk pemuda berusia 20 tahun, masa depannya masih luas membentang. Apa iya dibiarkan begitu saja rusak karena IMS? Semua keburukan ini tentu bisa dihindari dengan tindakan pencegahan, tentunya dengan bekal pengetahuan yang cukup dan tepat tentang IMS.
IMS bisa disebabkan oleh banyak hal; infeksinya dapat berasal dari virus (herpes, hepatitis B/C, HIV), bakteri (gonore, klamidia, sifilis), protozoa, maupun kutu. Seringkali IMS tidak menunjukkan gejala, terutama pada perempuan. Sementara pada laki-laki, keluhan khas seperti adanya cairan yang keluar dari penis (nanah), nyeri saat buang air kecil, luka di sekitar kelamin, atau buah zakar yang bengkak, cukup sering ditemui. Pada wanita, bila muncul gejala dapat berupa cairan keluar dari vagina, nyeri saat buang air kecil, nyeri perut bagian bawah, atau gatal di sekitar kelamin.
Banyak orang tidak tahu bahwa dirinya mengalami IMS karena IMS banyak yang muncul tanpa gejala. Tambahan lagi, ada kasus yang dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan di episode pertama, namun agen infeksinya belum hilang dari tubuh, justru berkembang biak dan menginfeksi organ lainnya. Namun bila diketahui ada gejala yang mengarah ke IMS, hendaknya segera diperiksakan ke petugas kesehatan. Penegakan diagnosis, pengobatan, serta keluaran setelah sakit sangat bervariasi tergantung dari penyebab IMS dan beratnya penyakit yang dialami.
Saking banyaknya kemungkinan penyebab IMS, dengan kemunculan gejala yang mirip-mirip, penegakan diagnosis IMS masih menjadi masalah. Kebanyakan dari proses diagnosis IMS memerlukan waktu, dan sebagian lainnya membutuhkan biaya yang mahal atau justru masih dalam tahap penelitian. Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk melakukan usaha-usaha pencegahan IMS. Caranya adalah dengan menerapkan praktik seks aman (safe sex practice), yang terdiri dari:
A: Abstinence
Tidak melakukan hubungan seks sebelum waktunya, dalam hal ini di luar hubungan pernikahan
B: Be faithful
Setia pada satu pasangan
C: Condom
Hanya bila kedua kondisi di atas tak dapat dihindarkan, maka selalu gunakan pengaman saat berhubungan seks
Apabila dari gejala yang muncul sudah jelas didiagnosis sebagai IMS, maka patuhilah pengobatan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Karena pengobatan yang tidak tuntas justru akan menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar di kemudian hari. Penting juga untuk menahan diri untuk tidak berhubungan seks dalam masa pengobatan. Selain itu juga diharapkan orang yang terjangkit IMS dapat menginformasikan pada pasangannya untuk juga dilakukan pemeriksaan dan pengobatan bila perlu.
IMS bukan masalah satu orang, tapi masalah yang memiliki efek domino bila dirahasiakan. Penularan IMS tidak berhenti di satu orang, tapi bisa menjadi senjata biologis yang mengancam banyak orang. IMS dapat terjadi pada siapapun, terutama mereka yang memiliki perilaku berisiko tinggi (kelompok LSL, pekerja seks, dan penasun). Belum lagi bila memikirkan tentang wanita yang menjadi korban perkosaan, anak sekolah yang menjadi korban pelecehan seksual, atau bayi yang lahir dari ibu dengan IMS. Maka, bekali diri Anda dan orang terkasih dengan pengetahuan yang cukup, karena semua orang berhak untuk hidup sehat.