Talkshow “Change Narrative: Let’s Talk About Suicide”

Pada Minggu, 15 September 2024, Sunyi Coffee di Jakarta Selatan menjadi tempat berlangsungnya diskusi hangat dan inklusif tentang topik yang sering dianggap tabu: kesehatan mental dan bunuh diri.

Talkshow bertema “Change Narrative: Let’s Talk About Suicide,” yang diadakan oleh Yayasan Pendidikan Kesehatan Mental (YPKM), mengundang lebih dari 50 peserta untuk secara terbuka berbicara dan mengubah stigma yang melekat.

Sylvia Adriana, peer counselor educator di program SAHABAT Angsamerah membuka diskusi dengan menekankan bagaimana respons yang keliru dapat memperburuk kondisi seseorang. “Sering kali kita merespons dengan ketakutan atau penghakiman,” jelasnya. “Padahal, yang dibutuhkan hanyalah didengar.”

Sylvia membagikan contoh nyata, di mana seseorang yang menyampaikan niat bunuh diri malah mendapatkan respons menghakimi seperti, “Kamu nggak takut masuk neraka?” Alih-alih merasa didukung, orang tersebut semakin terisolasi hingga akhirnya mengakhiri hidupnya. Hal ini mengingatkan kita bahwa mendengarkan dengan empati tanpa memberi saran terburu-buru bisa menyelamatkan nyawa.

Selanjutnya, Osse Kiki dari Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) menyoroti pentingnya edukasi masyarakat untuk mengurangi stigma terhadap gangguan kejiwaan. Sebagai aktivis media sosial, ia berbagi informasi tentang skizofrenia dan perlunya pendekatan holistik dalam penanganannya. “Stigma hanya membuat orang enggan mencari bantuan,” tegasnya, sambil menekankan bahwa edukasi publik adalah kuncinya.

Tonton ini juga: Menembus Batas: Mengungkap Sulitnya Akses Layanan Kesehatan Mental | Bagian 1: Tantangan Akses

Pada sesi berikutnya, Alice Tandri, seorang disabilitas tuli-buta, membawa perspektif tentang kesetaraan dan visibilitas bagi penyandang disabilitas. Dengan bantuan Sylvia, ia menjelaskan bahwa aksesibilitas publik yang memadai berperan penting dalam mengurangi stigma. “Ketika publik menyediakan akses yang setara, sahabat disabilitas akan lebih terlihat dan diakui, sehingga diskriminasi dapat berkurang,” jelas Alice.

Diskusi ini juga menggarisbawahi peran penting komunitas dan dukungan sosial dalam mencegah bunuh diri. Kehadiran komunitas yang peduli dan siap mendengarkan bisa menjadi penyelamat bagi mereka yang sedang berjuang.

Acara ditutup oleh psikolog Dicky Sugianto, yang membimbing peserta melakukan teknik pernapasan untuk relaksasi dan mengingatkan bahwa dukungan komunitas sering kali lebih kuat dari yang disangka. “Tindakan kecil bisa berdampak besar,” ujarnya.

Kurnia Dwijayanto, Ketua Yayasan Anak Bangsa Merajut Harapan (Yayasan Angsamerah), menyimpulkan pesan utama dari diskusi ini: “Hanya dengan menjadi pendengar yang baik, kita bisa menyelamatkan seseorang dari keputusan terburuk.” Pesan ini menggema di benak para peserta, mengingatkan bahwa setiap orang dapat membuat perbedaan.

Baca juga: Angsamerah, Sejarah, dan Peluang Bisnis Kekinian

Acara ini meninggalkan kesan mendalam dengan satu pesan utama: “It’s OK to be different, It’s OK not to be OK.” Tidak apa-apa merasa berbeda, dan tidak apa-apa jika merasa tidak baik-baik saja.

Yang terpenting adalah membuka ruang untuk diskusi, mendengarkan dengan empati, dan menyediakan dukungan yang inklusif bagi semua, termasuk sahabat disabilitas dan orang dengan gangguan kejiwaan.

Dengan lebih banyak interaksi dan pemahaman, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan peka terhadap kesehatan mental.

Artikel Terkait

Kanker dan Kesehatan Mental

Memahami kerja otak melalui efek Stroop

Kemitraan: Menyediakan Konseling Kesehatan Jiwa, Mengatasi Tantangan Bersama

Work Life Balance dan Hubungannya dengan Kesehatan Fisik & Mental

Tidur: Lebih dari Sekadar Memejamkan Mata dan Bermimpi

Webinar

Dampak Pandemi Pada Kesehatan Mental Pekerja Sosial

Previous
Next

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.