Kalau ditanya apa film bencana di darat yang paling berkesan, saya tanpa ragu akan menyebut The Towering Inferno! Film klasik produksi 1974 yang diproduseri Irwin Allen (rajanya film-film disaster) ini meledak sukses melebihi film produksi Allen sebelumnya, The Poseidon Adventure yang dilemparkan ke publik tahun 1972. Film ini meniru pula formula film Poseidon, dengan penampilan bintang-bintang film ternama saat itu William Holden, Faye Dunaway, Fred Astaire, Susan Blakely, Richard Chamberlain, O.J. Simpson, Robert Vaughn, Robert Wagner, Susan Flannery, Gregory Sierra, Dabney Coleman dan Jennifer Jones, dipimpin oleh dua aktor terkenal paling popular pada masanya, Steve McQueen and Paul Newman. Buat yang tidak mengenal yang saya sebut sebelumnya, paling tidak kenal dong, dengan Steve dan Paul… Tidak juga? Masyaallaaaah! Anda lahir pada zaman yang salah kalau begitu.
Film patungan 20th Century Fox dan Warner Bros (pertama kalinya dalam sejarah perfilman waktu itu) sangat menghebohkan karena biaya raksasa dan plotnya yang waktu itu tidak biasa. Kisah maha karya tentang seorang arsitek gedung tingkat 138, gedung tertinggi di dunia saat itu, yang dibangun tanpa memperdulikan keamanan karena dana keamanan dialihkan untuk menambah jumlah tingkat guna memenuhi ambisi dan gengsi meraih gelar gedung tertinggi di dunia. Nah, pada saat peresmian gedung, seluruh khalayak VIP alias boss-boss dan para pemimpin diundang untuk menikmati pesta pada tingkat paling tinggi, tingkat 138. Seperti sudah ditebak, ketika pesta tengah berlangsung, terjadilah kebakaran pada tingkat 81. Pemadam kebakaran tak dapat mencapai tingkat setinggi itu dengan tangganya. Dimulailah kisah heroik para pemadam kebakaran dalam menyelamatkan manusia yang terperangkap di sana.
Mengapa saya menceritakan The Towering Inferno? Sebetulnya hanya maknanya saja sih, yang nyambung. Pada penyakit yang akan saya paparkan ini, tower anda memang akan terasa seperti inferno. Jadi ya pas, lah.
Herpes, dengan gejala utama yang dirasakan si apes yang mengalaminya berupa rasa terbakar atau burning sensation (betul, kan? Paaas!), merupakan penyakit akibat virus. Pada klasifikasi 1960-an, dikatakan bahwa ada 2 tipe virus herpes dan lokasi spesifik, HSV-2 terjadi di bawah pinggang, sementara virus HSV-1 di atas pinggang. Meskipun herpes genital utamanya disebabkan HSV-2, jumlah penderita HSV-1 meningkat hingga 80%.
HSV pada kebanyakan kasus tak menunjukkan gejala. Bila timbul gejala, hanya berupa bintil-bintil berisi cairan yang berkelompok yang mengikuti percabangan saraf tepi. Biasanya gerombolan bintil ini muncul 4-7 hari setelah hubungan asyik masyuk yang terpapar HSV untuk pertama kali. Pada pria, biasanya terjadi di glans (daerah kepala penis), batang atau bagian lain area selangkangan, pantat maupun anus. Pada perempuan, daerahnya sekitar labia, klitoris, vulva, pantat atau anus.
Gejalanya diawali nyeri bercampur gatal dan rasa terbakar. Terkadang bisa didapatkan discharge (cairan) dari penis atau vagina, demam, sakit kepala, dan nyeri otot, pembengkakak lipat paha dan rasa lesu. Pada perempuan bisa juga mengalami nyeri saat berkemil dan radang serviks. Setelah 2-3 minggu, lesi berubah menjadi ulkus, lalu mengering dan voila, sembuh dengan sendirinya.
Penyakit herpes dapat ditularkan tidak hanya secara seksual, tapi juga dari ibu ke anak saat poses persalinan yang disebut masa perinatal. Mayoritas herpes genital ditularkan oleh orang yang:
- Tak tahu kala mereka terinfeksi HSV
- Asimtomatik saat penularan terjadi
- Efisiensi penularan seksual lebih besar dari pria ke wanita daripada wanita ke pria.
Virus herpes akan tetap laten dalam tubuh. Artinya, meskipun lukanya sembuh, virusnya tetap hidup dan tidak mati-mati. Virus herpes akan menjadi dorman, dan menikmati hidup dalam kesunyian pada tubuh host-nya. Reaktivasi infeksi herpes dicetuskan oleh banyak faktor, ada yang diketahui dan tidak diketahui, dan memicu replikasi virus. Virus yang mengalami reaktivasi dapat menyebabkan lesi herpes pada kulit. Sayangnya kita tidak tahu siapa yang bisa mengalami reeaktivasi, bahkan 90% orang dengan seropositive HSV-2 antibodi tak pernah terdiagnosa herpes genital.
Kalau terjadi infeksi ulang atau rekurensi, biasanya nyeri pada ulkus herpesnya berkurang, demikian pula jumlah lesinya. Jadi tidak separah serangan pertama. Tapi tetap saja, waktu infeksi terjadi, penis terasa bagai jadi Towering Inferno. Dan tentu saja penyelesaiannya bukan disemprot tabung pemadam atau meledakkan ribuan galon air dalam reservoir ya!