Sahabat punya ide solusi untuk mengatasi masalah kesenjangan kebutuhan di masyarakat? Bila ide tersebut masih berseliwerean di pikiran atau sekadar terhenti di mulut saja, hanya berpindah-pindah sebagai topik perdiskusian, duh! Sayang sekali, sahabat. Sebaiknya kita simpan secara permanen di file tertulis yang bisa kita tengok kapan pun kita butuh. Sekaranglah saatnya kita melangkah maju dengan menuliskan konsep usaha ide sahabat tersebut!
Mengapa ide sahabat harus dituangkan ke dalam bentuk tulisan?
“Menulis” (bukan lagi sekadar di tahap membicarakan ya) konsep usaha jelas-jelas membantu mempertajam dan mendekatkan perwujudan ide-ide sahabat di dunia nyata. Konsep tidak lagi sebagai wacana atau angan-angan di awang-awang. Konsep mengalami peningkatan ke arah lebih nyata.
Mungkin sedikit ribet saat awal ingin menuliskannya. Banyak alasan yang menghalangi kita untuk mulai menulis. Proses menulis bisa-bisa batal terlaksana atau bahkan setelah dimulai lalu terhenti di tengah. Tak kurang-kurang ungkapan curhat seperti berikut:
“ Ah, aku nggak bisa nulis nih.”
“ Mulainya dari mana sih dan aku mau nulis apa ya?”
“Kayaknya susah banget deh.”
“Sori, aku benar-benar nggak ada waktu!”
“Lagi nggak mood deh.”
Jika alasannya adalah nggak ada mood atau malas, berarti sahabat perlu mencari alasan lain yang bisa memotivasi perubahan mood yang hilang atau rasa malas itu menjadi munculnya semangat tertarik dan rajin untuk menulis. Bila alasannya karena perkara nggak ada waktu, berarti sahabat perlu merefleksikan kembali nih urutan prioritas sahabat; mungkin saja ada hal lain yang memang harus sahabat utamakan daripada menuliskan ide solusi yang sahabat pikirkan, and it’s okay.
Lantas bagaimana bila sahabat memang tertarik untuk menuliskan ide solusi tersebut tetapi terbentur perasaan tidak mampu menulis?
Aha. Mudah. Lanjutkan baca artikel ini ya. Saya berikan bimbingan praktis yang bikin sahabat bisa mulai menulis dengan ringan serta menyelesaikan tulisan dengan mudah. Yang penting mulai saja dulu! Bila kemudian tulisan konsep usaha tersebut terasa tidak sempurna, nggak apa-apa. Semua konsep usaha memang awalnya hanya merupakan coretan-coretan kasar dan tidak akan menjadi sempurna. Ia membutuhkan proses berikutnya dengan dikoreksi dan dilengkapi untuk menjadi rencana usaha yang rinci dan cerdas (SMART)—artinya spesifik, terukur, memungkinkan dicapai, relevan dan memiliki target tenggat waktu. Baca Juga: Enam Tahapan Menyusun Rencana Bisnis
Artikel ini bermanfaat bagi sahabat dalam melahirkan konsep usaha/bisnis yang mengutamakan mengurai masalah sosial di masyarakat. Tentu dengan insiatif mandiri, baik insiatif dari masyarakat secara perorangan, kelompok, atau organisasi, tanpa bersikap menunggu/ mengharapkan dana pemerintah, organisasi donor, perusahaan, dan orang lain.
Saya meyakini konsep usaha sosial yang bernilai. Artinya konsep tersebut nyata dapat menjawab permasalahan/pemenuhan kebutuhan di masyarakat dan mempunyai daya tarik bagi seseorang/kelompok, organisasi komersial, organisasi nonprofit, untuk mendukung mewujudkannya. Dukungan dari pihak eksternal bisa dalam bentuk pendanaan dana hibah, donasi, ataupun kemitraan non-finansial.
Aksi-aksi insiatif kemandirian masyarakat seperti ini sangat membantu mengurai berbagai macam kesenjangan di masyarakat dengan cepat secara luas. Saya percaya sepenuh hati, bagaimana dengan sahabat?
Bila kita fokus menunggu /mengharapkan dana dan program dari pemerintah, ya boleh-boleh saja. Tentu disertai pemahaman bahwa hal ini membutuhkan proses lumayan lama dan cenderung ribet karena harus melalui mekanisme birokrasi, dengan kemungkinan pada akhirnya ditolak. Penolakan sering membikin kita frustrasi sampai ngomel-ngomel. Efeknya jelek banget deh. Kebayang dong kalau penolakannya berulang… Pastilah menurunkan semangat kita yang ujung-ujungnya memunculkan sifat cuek atau bahkan menyerah kalah.
Saya meyakini bila insiatif konsep usaha sosial mandiri ini kemudian terwujud berdampak, maka kemungkinan besar akan mendapat perhatian dan dukungan dari pemerintah dan mungkin mitra dari sektor swasta, semata-semata dengan tujuan perluasan menjadi semakin besar.
Sebagai pengingat sebelum mulai menulis, inilah hal-hal kunci terkait dokumen konsep usaha:
- Menuliskan konsep usaha/bisnis/ide adalah bagian rangkaian proses mewujudkan ide abstrak ke bentuk aksi nyata. Setelah ada dokumen tertulis pasti butuh aksi lain.
- Tidak ada konsep bisnis yang sempurna. Tanggalkan segala keinginan untuk mengejar kesempurnaan. Yang terpenting adalah memulai menuliskan ide-ide sahabat.
- Konsep bisnis utamanya untuk kepentingan sahabat, dan bukan kepentingan orang lain. Dengan konsep bisnis, ide-ide sahabat menjadi semakin realistis untuk diwujudkan.
- Proses penulisan konsep pasti melalui proses revisi untuk penajaman, dan koreksi untuk ketepatan.
- Menuliskan konsep usaha bisa untuk tujuan kebutuhan perorangan, kelompok, dan organisasi, namun sahabatlah yang bertugas menuliskan.
- Dokumen konsep usaha akan memudahkan sahabat menuliskan rencana usaha yang lebih rinci.
- Penting mendiskusikan konsep yang tertulis ini dengan orang yang sahabat percaya. Lebih baik lagi bila orang tersebut kompeten dan mempunyai pengalaman berbisnis khususnya di bidang sosial. Akan lebih baik lagi bila orang tersebut membuka peluang mendukung konsep sahabat.
Oh ya, tips praktis ini bisa bermanfaat juga untuk sahabat yang memang sudah memulai dan mungkin saat ini terpikir untuk memperluas atau mengembangkan produk/jasa yang baru.
Sewaktu melakukan penulisan awal kita tidak perlu terpaku pada tata bahasa. Coba jawab dan tulis sebisanya. Lakukan saja dengan santai. Nanti ada proses berikutnya, di mana sahabat berkesempatan mengkaji ulang, kemudian merevisi konten dan tata bahasanya, dan terakhir bisa mempercantik tampilan formatnya—yang ini sebenarnya nggak penting-penting amet deh 😊.
Siap memulai menulis? Okay, let’s we start! Klik Menulis Konsep Bisnis Sosialmu, sahabat akan langsung menghasilkan draft konsep bisnis sosialmu.
Selamat menulis, sahabatku.
Bila kemudian sahabat membutuhkan mitra ahli untuk mediskusikan konsep ide sahabat, segera saja hubungi Dr. Nurlan and Partners.