Gula Darah
Gula darah atau glukosa adalah hasil pengolahan makanan yang masuk ke dalam tubuh kita, baik bersumber dari protein, lemak dan yang terbanyak dari asupan karbohidrat. Di dalam tubuh, gula darah berbentuk gula sederhana yang disebut monosakarida. Makanan yang kita makan kemudian diserap oleh usus dan langsung masuk ke dalam aliran darah. Sehingga bila diukur gula darah kita setelah makan, akan didapatkan peningkatan hasil yang signifikan. Darah mengangkut gula darah untuk didistribusikan menuju sel yang berguna untuk memberi asupan energi. Untuk dapat digunakan sebagai sumber energi oleh sel, gula darah harus dipertemukan dengan insulin. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit terutama diabetes melitus (DM) di samping berbagai kondisi lainnya.
Apa itu Diabetes Melitus?
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Berdasarkan penyebabnya, DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain.
Apa bahayanya DM?
Komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM dapat berupa gangguan pada pembuluh darah baik makrovaskular (pembuluh darah besar) maupun mikrovaskular (pembuluh darah kecil), serta gangguan pada sistem saraf (neuropati). Gangguan ini dapat terjadi pada pasien DM tipe 2 yang sudah lama menderita penyakit atau DM tipe 2 yang baru terdiagnosis. Komplikasi makrovaskular umumnya mengenai organ jantung, otak dan pembuluh darah, sedangkan gangguan mikrovaskular dapat terjadi pada mata, ginjal dan penis. Keluhan neuropati juga umum dialami oleh pasien DM, baik neuropati motorik, sensorik ataupun neuropati otonom.
Kondisi DM di Indonesia
Organisasi WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah pasien DM tipe 2 yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Badan kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukkan bahwa pada tahun 2019 – 2030 terdapat kenaikan jumlah pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030.
Bagaimana mendeteksi DM?
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus (gatal) vulva pada wanita.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Berikut ini adalah tabel kriteria diagnosis DM:
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL.
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 – jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL.
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Berikut ini tabel mengenai Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes:
Tujuan pengobatan DM
Tujuan pengobatan DM secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes yang meliputi meliputi: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi risiko komplikasi akut, mencegah dan menghambat progresivitas penyulit. Sehingga morbiditas dan mortalitas DM menurun. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Bagaimana cara saya agar terhindar dari DM?
Pencegahan terutama ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk menderita DM tipe 2 dan intoleransi glukosa.
Faktor resikonya:
A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
- Ras dan etnik.
- Riwayat keluarga dengan DM Tipe 2.
- Usia >40 tahun harus melakukan skrining DM.
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
- Berat badan lebih (IMT ≥ 23kg/m2).
- Kurangnya aktivitas fisik.
- Hipertensi (> 140/90 mmHg).
- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan/atau trigliserida > 250 mg/dL).
- Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet tinggi glukosa dan rendah serat.
C. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM Tipe 2
- Pasien sindrom metabolik yang memiliki riwayat TGT atau GDPT sebelumnya.
- Pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti stroke dan penyakit jantung coroner.
Upaya pencegahan dilakukan terutama melalui perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup dapat sekaligus memperbaiki komponen faktor risiko diabetes dan sindroma metabolik lainnya seperti obesitas, hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia. Indikatornya adalah penurunan berat badan 0,5-1 kg/minggu atau 5-7% penurunan berat badan dalam 6 bulan dengan cara mengatur pola makan dan meningkatkan aktifitas fisik.
Perubahan gaya hidup yang dianjurkan adalah:
1. Pengaturan pola makan
- Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal.
- Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang.
- Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut.
2. Meningkatkan aktifitas fisik dan latihan jasmani
Latihan jasmani yang dianjurkan:
- Latihan dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal) (A), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung > 70% maksimal).
- Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu.