Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus yang menular melalui kontak kulit secara seksual dan dapat menyebabkan kutil kelamin, kanker serviks, vulva, vagina, anus, penis, mulut dan tenggorokan. Hal ini berarti HPV menyerang baik perempuan maupun laki-laki. Menurut penelitian, sekitar 85% perempuan dan 91% laki-laki yang memiliki pasangan seksual, akan terinfeksi HPV dalam hidupnya. Akan tetapi, tidak banyak yang mengetahui hal ini dikarenakan HPV dan vaksin HPV dipasarkan sebagai virus dan vaksin kanker serviks. Di samping itu, banyak yang tidak mendapatkan informasi bahwa vaksin HPV sebenarnya direkomendasikan oleh organisasi-organisasi kesehatan internasional untuk diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan usia pubertas 11-12 tahun (paling ideal) dengan kelonggaran dapat diberikan pada usia 9-26 tahun (“catch-up” ages). Mengapa HPV dan vaksin HPV sering tidak ditawarkan kepada laki-laki di berbagai negara? Mari kita simak sejarah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Vaksin HPV ini sendiri awal mulanya dikembangkan karena ditemukannya hubungan antara HPV dan kanker serviks oleh para peneliti. Pada tahun 1970, para peneliti menemukan DNA HPV pada sel kanker serviks dan kutil kelamin. Hasil penemuan ini kemudian dikonfirmasi pada tahun 1983. Penemuan ilmiah inilah yang menjadi dasar pengembangan vaksin HPV dan menjadi alasan mengapa penelitian dipusatkan pada kaum perempuan.
Seperti halnya kontrasepsi dan permasalahan kesehatan reproduksi lainnya, HPV turut menjadi korban feminisasi. Faktor politik, budaya, ilmiah, ekonomi, dan norma gender mempengaruhi sudut pandang masyarakat bahwa masalah reproduksi adalah tanggung jawab perempuan semata. Hal ini diperburuk dengan pemasaran vaksin HPV yang hanya menarget kaum perempuan dan kurangnya penelitian akan dampak HPV pada kaum laki-laki. Namun dalam perkembangannya, para peneliti juga menemukan adanya DNA HPV pada kanker penis dan anus. Studi terbaru juga menemukan bahwa terjadi peningkatan persentasi laki-laki yang terkena kanker mulut dan tenggorokan akibat HPV dibandingkan dengan perempuan.
Feminisasi HPV berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat. Kaum perempuan menjadi terstigma dan dibebankan tanggung jawab sebagai penyebab dan penular HPV serta penyakit menular seksual lainnya. Sedangkan, kaum laki-laki menjadi tidak sadar akan dampak HPV sehingga tidak mendapatkan vaksinasi HPV dan menjadi tidak terlindungi dari infeksi HPV. Padahal, penelitian menunjukkan lebih banyak dan lebih sering laki-laki terinfeksi HPV daripada perempuan. Pemerintah dan para tenaga kesehatan penting memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat serta menganjurkan vaksinasi sejak dini kepada anak-anak usia pubertas, baik laki-laki maupun perempuan. Diharapkan para orang tua juga bisa menjadi lebih aware dan paham akan hal ini sehingga memvaksinasi anaknya sejak dini.