Meningkatkan Layanan Kesehatan Di Antara Tahanan Perempuan

Perspektif Indo-Pacific

Isu kesehatan merupakan isu yang tidak akan pernah bisa lepas dari keseharian manusia, baik secara individual maupun dalam skala yang lebih besar. Apalagi sejak terjadinya pandemi COVID-19, semua masyarakat dunia memberikan perhatian yang lebih terhadap masalah kesehatannya masing-masing. Pemerintah dan para penyedia fasilitas layanan kesehatan pun juga selalu berusaha untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat secara umum. Namun, pernahkah Sahabat berfikir tentang pelayanan kesehatan bagi para tahanan baik di Lapas ataupun di Rutan?

Apa yang Sahabat tahu soal layanan kesehatan bagi para tahanan? Bagaimana sih kondisi layanan kesehatan di penjara, khususnya bagi para tahanan perempuan? Kira-kira apa saja ya tantangan yang dihadapi dalam mengakomodir layanan kesehatan bagi tahanan perempuan? Yang lebih penting lagi, kenapa kita harus membicarakan hal ini?

Ketika berbicara tentang penyediaan layanan kesehatan di Lapas maupun Rutan, maka kita juga berbicara tentang makna yang lebih luas dari sekedar perawatan medis bagi para tahanan. Sebagai wujud perhatian terhadap hak asasi manusia, dilakukanlah berbagai upaya internasional untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak tahanan, serta memastikan bahwa para tahanan menerima perawatan medis yang memadai. Kepentingan kesehatan masyarakat yang signifikan juga ada dalam perawatan kesehatan yang efektif, karena sebagian besar tahanan pada akhirnya akan kembali ke kehidupan sipil.

Baca juga: Tren Global Tentang Tahanan Perempuan

Menurut Aturan Standar Minimum Perlakuan Narapidana Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau yang dikenal dengan Aturan Mandela (Mandela Rules),

“Para tahanan harus menikmati standar pelayanan kesehatan yang sama dengan yang tersedia di masyarakat, dan harus memiliki akses ke layanan perawatan kesehatan yang diperlukan secara gratis tanpa diskriminasi berdasarkan status hukum mereka (PBB, 2016).”

Pada tahun 2010, PBB membentuk United Nations for the Treatment of Women Prisoners and Noncustodial Measures for Women Offenders, atau yang dikenal dengan Aturan Bangkok (Bangkok Rules). Aturan ini dibentuk untuk melengkapi standar internasional yang ada tentang perlakuan terhadap para tahanan. Namun, lebih sering daripada tidak, pengaturan dalam sistem peradilan pidana saat ini gagal untuk memenuhi kebutuhan dasar para tahanan perempuan.

Fakta seputar tahanan perempuan sangat kompleks dan menantang, sehingga membuat pemenuhan kebutuhan kesehatan menjadi sangat sulit. Perempuan di Lapas maupun Rutan seringkali berasal dari latar belakang yang kurang beruntung, dengan sejarah kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), deprivasi sosial, dan trauma masa kecil (Hatton & Fisher, 2018; Wahlquist, 2020). Terhitung antara dua dan sembilan persen dari populasi penjara, tahanan perempuan merupakan minoritas di seluruh dunia. Akibatnya, kebutuhan perempuan yang dipenjara seringkali tidak sesuai dengan rekomendasi internasional. Namun demikian, tingkat perempuan di penjara terus meningkat, bahkan seringkali lebih besar daripada laki-laki (Wahlquist, 2020).

Tantangan utama dalam memberikan pelayanan kesehatan adalah:

  • Memberikan pelayanan kesehatan kepada populasi dengan kebutuhan kesehatan yang tinggi dalam lingkungan yang terkendali dan aman.
  • Menyeimbangkan rasa hormat dan martabat dengan pengawasan dan keamanan,
  • Menyesuaikan kebutuhan perempuan.
  • Kurang tersedianya pelatihan bagi para staf penjara, dan
  • Menangani penyakit mental serta masalah narkoba.

Secara umum, hukuman penjara telah dirancang untuk laki-laki, oleh karena itu perempuan selalu menjadi pengecualian (United Nations Office on Drugs and Crime [UNODC], 2009). Hal ini yang selalu menjadi tantangan dalam menemukan solusi khusus untuk memenuhi kebutuhan perempuan yang dipenjara. Layanan kesehatan ini perlu diberikan segera dan harus memiliki kualitas yang sebanding dengan layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat yang lebih luas. Meskipun ini memberikan kesempatan untuk terjun secara positif dalam kesehatan perempuan, akan tetapi di sisi lain juga diperlukan kebutuhan akan layanan kesehatan yang sesuai untuk segera menanggapi kebutuhan kesehatan yang spesifik ini.

Jadi, walaupun sudah ditetapkan standar kebutuhan layanan kesehatan bagi para tahanan perempuan namun kenyataannya praktek di lapangan tidak akan selalu sesuai, sehingga kita harus fokus terhadap apa yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi dan memperbaiki hal ini. Apakah kita sudah cukup peduli untuk meningkatkan layanan kesehatan bagi para tahanan perempuan?

Artikel ini ditulis oleh Mahasiswa Magang dari Universitas UNSW dalam program kerjasama Magang Yayasan Anak Bangsa Merajut Harapan (Yayasan Angsamerah) dan The Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS), Hannah Mendoza

Artikel Terkait

Pusat Pembelajaran Angsamerah

Penguatan Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Peluang Besar untuk Kemajuan - Bagian 1

Keterlibatan Masyarakat Sipil di G20 Indonesia 2022

Solidaritas Kesehatan Global dalam G20

Peningkatan Akses Layanan Kesehatan: Meninjau Dampak Peraturan Diskriminatif di Indonesia

Layanan Kesehatan Ramah Remaja dan Sistem Rujukan

Previous
Next

Hubungi Kami

Silahkan gunakan formulir ini kapan saja untuk menghubungi kami dengan pertanyaan, atau untuk membuat janji.

Anda juga dapat menghubungi kami melalui WhatsApp atau telepon pada jam klinik di +62 8111 368 364.