Cek sperma atau analisis semen (analisis sperma) adalah pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menganalisis kualitas dan kuantitas semen untuk menilai ketidaksuburan pada pria, mengevaluasi terapi infertilitas, dan digunakan juga untuk menilai keberhasilan tindakan vasektomi.
Baca juga: Infertilitas Pada Pria
Perlu diingat bahwa pada setiap masalah kesuburan pada pasangan ada peran serta laki-laki di dalamnya sebesar 50%. Tidak bisa hanya menyalahkan salah satu pihak karena peran laki-laki dan perempuan sama besarnya. Oleh sebab itu analisis semen merupakan pemeriksaan standar awal bagi laki-laki yang perlu dilakukan ketika memiliki masalah infertilitas.
Pedoman baku untuk analisa semen dikeluarkan oleh beberapa lembaga seperti WHO dan EHSRE (European Society of Human Reproduction and Embryology). Pedoman WHO sejak pertama dipublikasi tahun 1980 hingga saat ini telah mengalami lima kali revisi (1980, 1992, 1999, 2010 dan 2021), diterjemahkan ke berbagai bahasa dan digunakan luas diseluruh dunia sehingga menjadi acuan standar baku prosedur analisis semen. Indonesia sendiri melalui konsensus Perhimpunan Dokter Spesialis Andrologi Indonesia (PERSANDI) tahun 2015 juga memiliki acuan yang menyesuaikan dengan karakteristik populasi Indonesia.
Hasil analisis semen dapat dipergunakan untuk beberapa hal sebagai berikut
- penilaian fungsi reproduksi dan patensi saluran genital laki-laki sehingga memungkinkan pengobatan yang tepat untuk kasus subfertilitas laki-laki dan memantau respon pengobatannya;
- penilaian potensi fertilitas dan pemilihan jenis pengobatan yang cocok untuk pasangan infertil;
- mengevaluasi kemanjuran kontrasepsi pria (vasektomi, hormonal dan metode lainnya).
Persiapan Pasien
Sebelum analisa semen perlu diperhatikan rentang waktu ejakulasi terakhir sebelum tes adalah 2-7 hari, dengan waktu terbaik di 3-5 hari. Jadi upayakan ejakulasi 3-5 hari sebelum analisis semen agar hasil analisisnya benar-benar menggambarkan kondisi sebenarnya, jangan terlalu cepat atau terlalu lama.
Sampel (ejakulat) terbaik diperoleh dengan cara mastrubasi kering tanpa bantuan cairan apapun di ruangan khusus yang dekat dengan laboratorium agar meminimalisir kemungkinan tumpahnya ejakulat dan menghindari kontaminasi.
Baca juga: Stress & Infertilitas
Beberapa cara yang bisa dilakukan bila mastrubasi sulit dilakukan
- Sanggama terputus (Coitus Interuptus)
Pada metode ini, pria berhubungan seksual dengan pasangannya dan berhenti saat akan ejakulasi. Ketika ejakulasi, ejakulat ditampung dalam kontainer khusus. Metode ini kurang dianjurkan karena ejakulat akan terkontaminasi dengan cairan vagina, sehingga bisa mengandung epitel, leukosit, eritrosit, bakteri, parasit, dan kontaminan lain yang berasal dari pasangan.
- Koitus menggunakan kondom nontoksik spermatozoa
Mirip seperti metode coitus interuptus, bedanya hubungan seksual menggunakan kondom khusus yang nontoksik terhadap spermatozoa. Setelah ejakulasi, kondom dilepas lalu ujungnya dibuka dan ejakulat pada kondom dialirkan pada kontainer. Metode ini kurang dianjurkan karena umumnya dilakukan di rumah sehingga waktu penyerahan sampel lebih lama dan ketersediaan kondom khusus juga yang terbatas.
- Pemeriksaan urine pasca orgasme
Pada pria dengan kondisi ejakulasi retrograde, dimana ketika ejakulasi cairan ejakulat tidak keluar melainkan masuk kembali ke kandung kemih maka pemeriksaan urine pasca orgasme dapat dilakukan.
- Elektro-ejakulator
Pada kondisi tertentu, seperti stres dan kelainan saraf, seorang pria tidak dapat mengalami ejakulasi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakan alat khusus yang dapat menimbulkan ejakulasi (elektro-ejakulator).
Penilaian semen dilakukan melalui dua cara yaitu secara makroskopis dan mikroskopis. Makroskopis berarti penilaian karakteristik semen yang dapat dilakukan dengan mata telanjang tanpa bantuan mikroskop. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis memerlukan bantuan mikroskop. Lalu karakteristik apa saja yang dinilai dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis? Bagaimana kriteria hasil dan indikasinya?
Penilaian semen secara makroskopis meliputi
- Volume
Volume ejakulat utamanya dihasilkan dari produksi vesika seminalis, prostat, dan sejumlah kecil dari kelenjar bulbo uretral dan epididimis. Menurut WHO, nilai referensi untuk volume adalah >= 1,5 ml, namun beberapa ahli tetap menggunakan >= 2 ml sebagai nilai referensi.
Volume semen yang sedikit dapat disebabkan oleh obstruksi duktus ejakulatorius, baik kongenital akibat congenital bilateral absence of the vas deferens (CBAVD), kista prostat, maupun didapat seperti infeksi. Keadaan lain yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah ejakulasi retrograde, keadaan dimana sebagian ejakulat mengalir ke kandung kemih, serta defisiensi androgen. Sedangkan volume semen yang banyak menggambarkan keadaan eksudasi yang aktif pada keadaan peradangan kelenjar aksesoris.
- Tampilan semen (visual appearance)
Warna, kekeruhan (opalescent), dan keberadaan partikel atau mucous streak adalah hal-hal yang dinilai dari tampilan semen. Semen normal yang telah mengalami likuifaksi nampak abu-abu, keruh dan homogen. Pada keadaan tertentu semen dapat kemerahan/ coklat bila mengandung darah. Semen berwarna kekuningan dapat disebabkan jaundice, obat tertentu, abistinensia yang terlalu lama, infeksi dan koagulum yang tidak mencair.
- Bau
Semen memiliki bau yang khas. Bau khas ini ditimbulkan dari hasil oksidasi spermin yang disekresikan prostat. Bila memiliki bau khas menandakan fungsi kelenjar prostat cukup baik. Pada keadaan tertentu ejakulat dapat berbau busuk atau amis bila ada infeksi.
- pH
Semen memiliki pH normal berkisar 7,2-7,8 pH mencerminkan keseimbangan nilai pH sekresi kelenjar aksesoris, dimana vesikula seminalis bersifat basa dan prostat bersifat asam. Bila pH kurang dari 7,0 dengan volume dan jumlah sperma rendah, kemungkinan terjadi sumbatan duktus ejakulatorius atau congenital absence of the vas deferen. Sedangkan nilai pH tinggi kurang memiliki makna klinis.
- Waktu likuifaksi (pencairan) dan viskositas (kekentalan)
Sesaat setelah ejakulasi, semen mengalami koagulasi sehingga tampak sebagai massa semi solid. Dalam beberapa menit pada temperatur ruangan, semen mulai mencair. Perubahan dari massa semi solid menjadi cairan inilah yang disebut likuifaksi. Likuifaksi sempurna umumnya terjadi dalam 15-60 menit pada suhu ruangan.Setelah semen terlikuifaksi sempurna barulah dilakukan pemeriksaan viskositas.
Waktu likuifaksi dan viskositas adalah dua parameter yang berhubungan dengan tingkat kepadatan/kekentalan semen. Ternyata semakin kental atau padat semen bukan berarti semakin baik, namun justru sebaliknya. Semakin kental semen yang dinilai dari waktu likuifaksi yang memanjang dan viskositas yang meningkat akan semakin menghambat kemampuan gerak sel sperma untuk mencapai sel telur dalam proses pembuahan.
Kondisi semen yang terlalu kental (semen hyperviscosity) bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti inflamasi/peradangan, infeksi kelamin, faktor genetik dan lingkungan. Banyak studi dilakukan untuk mencari penyebab semen hiperviscosity (SHV), diantaranya; adanya peningkatan jumlah leukosit (sel darah putih) pada SHV, SHV berhubungan dengan male accessory gland infection/inflammation (MAGI). MAGI adalah infeksi dan inflamasi epididimis, prostat dan vesika seminalis, penyebab utamanya adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae, Chlamydia trachomatis, dan Enterobacteria. Selain itu juga SHV ternyata berkaitan dengan adanya anti-sperm antibodies.
Demikianlah pembahasan mengenai analisis semen bagian pertama yang membahas penilaian kualitas semen secara makroskopis (mata telanjang tanpa bantuan mikroskop).