Karena penayangan yang terbatas, film buatan tahun 1975 ini tak banyak dikenal oleh pengunjung setia bioskop tanah air. Padahal di Amerika, film ini merupakan film yang paling lama tayang, bahkan hingga tulisan ini dibuat masih diputar di bioskop-bioskop terbatas! Sampai sekarang film ini dianggap film paling sinting yang pernah ditonton, karena keterlibatan penonton saat menyaksikannya. Secara khusus film ini selalu diputar tengah malam setiap malam Sabtu dan malam Minggu. Orang-orang berbondong-bondong menyaksikan film ini mengenakan kostum sesinting kostum para pemain filmnya.
The Rocky Horror Picture Show adalah film unik dimana para penonton ikut beraksi. Mereka ikut berakting entah di belakang kursi atau di depan layar. Karena fans film ini menyaksikannya hingga berpuluh-puluh kali, mereka hafal dengan dialog, lagu, dan tariannya. Pada adegan ketika para pemain film menari, para penonton ikut juga menari beramai-ramai. Penonton juga membekali diri mereka dengan pistol air, tisu gulung, kartu remi, confetti, beras, roti tawar, hingga hot dog. Pada saat adegan hujan, penonton akan menembakkan pistol air mereka. Beberapa orang yang lebih kreatif malah membawa ember air dan menyiram para penonton dengan air! Pada adegan pemain menyerukan “a Toast!” penonton melemparkan roti tawar ke udara. Pada adegan pemain menyanyikan baris “a card for sorrow, a card for pain” penonton melemparkan kartu remi. Dengan berjalannya waktu, penonton semakin kreatif, sehingga banyak bioskop yang kemudian menghentikan pertunjukan film ini, karena kekacauan yang ditimbulkan, sampah dan kotoran yang butuh kerja ekstra untuk dibersihkan, bahkan layar sobek karena lemparan benda-benda kreasi penonton!
The Rocky Horror Picture Show dibintangi oleh Tim Curry, Susan Sarandon dan Barry Bostwick. Karena memang parodi sinting film-film fiksi ilmiah campur horror, ceritanya sangat klasik. Sepasang kekasih yang ban mobilnya kempis berusaha mencari bantuan. Namun mereka tersesat ke sebuah kastil tua dengan penghuni-penghuninya yang mengerikan, milik Dr. Frank N. Furter, yang memperkenalkan diri sebagai waria manis atau “Sweet Transvestite from Transsexual, Transylvania“, ilmuwan edan yang tengah mencipta sosok pemuda brondong tampan bernama Rocky. Terus?
Ya, selanjutnya seperti film-film horror lain, deh. Dicampur film musikal, karena memang film ini film berhias lagu-lagu yang enak di telinga, bertabrakan dengan dialog-dialog vulgar dan cabul serta beberapa adegan erotis yang lolos sensor 17 tahun ke atas yang lebih memancing tawa daripada birahi.
Seperti The Rocky Horror Picture Show yang dengan liriknya “in the midnight double featured picture show“, bagian kedua The Penis Book ini akan mengulas horor yang meneror mahluk seksual berlabel manusia, baik mereka yang pencandu seks maupun yang cuma coba-coba atau menjalankan kewajiban semata. Double featured atau fitur ganda, karena efeknya mengenai sedikitnya dua orang, bahkan bisa lebih. Dan selain mempengaruhi kesehatan juga mengganggu kehidupan sosial. Horor ini disebut sebagai Infeksi Menular Seksual.
Infeksi Menular Seksual selalu diucapkan secara bisik-bisik, disembunyikan, dan dianggap memalukan karena anggapan klasik bahwa infeksi ini disebabkan orang tak bisa mengontrol nafsunya. Bila orang gemuk yang tak dapat mengontrol nafsu makannya dianggap lumrah dan tak diberi cibiran bibir oleh masyarakat umum, orang yang terkena masalah pada kelaminnya karena koneksi intim selalu dianggap bejat, tak bermoral, tak beriman, dan segala penghinaan lain yang dilontarkan orang lain meskipun sesama manusia. Jadi, orang yang sudah kebingungan, malu dan kesakitan masih dicemooh, dikucilkan dan dinista. Sadis juga, ya, sesama kita…
Infeksi Menular Seksual punya istilah tempo doeloe penyakit kelamin. Istilah Inggrisnya lebih sensual, Venereal Disease. Venereal berasal dari kata Venus yang mengacu pada dewi asal Yunani yang berkuasa dalam soal asmara. Penyakit-penyakitnya dikelompokan dan dilabeli sebagai penyakit karena ulah asmara.
Seperti juga The Rocky Horror Picture Show, para penonton, dalam hal ini orang yang bukan penderita, ikut berpartisipasi: entah dengan mengulurkan tangan atau mengepalkan tinju, mengucap kata penghibur atau mencela, mengobati atau menjauhi. Tak menutup mata kalau dari kalangan tenaga medispun terkadang memperlakukan penderita penyakit yang satu ini sebagai pesakitan; ada yang menolak mengobati, menolak plus menceramahi, mengobati plus memberi khotbah, atau mengobati dengan harga tinggi dengan pembelaan diri: “Berani bayar servis di atas ranjang berarti banyak uang”.
Dalam sekuel The Penis Book ini, beberapa infeksi menular seksual akan dibeberkan, dilucuti, ditelanjangi untuk menambah pengetahuan dan sakit kepala Anda. Tentunya pembahasan akan selalu dikait-kaitkan dengan film, supaya nampak seronok dan menggiurkan.
Peringatan: Jangan mencocok-cocokan gejala penyakit dengan kondisi penis Anda secara bertubi-tubi, karena nanti Anda akan senewen sendiri. Daftar Menunya sebagai berikut:
MENU
~ Bonnie and Clyde
Penis dengan saus a la partner in crime Gonorrhea dan Chlamydia
~ The Sting
Penis dengan ulkus bersih berlanjut infeksi a la The Great Imitator Syphilis dengan kupasan stadium
~ Piranha
Penis dengan ulkus dasar putih a la school of fish dengan chancroid/ulkus mole
~ The Cassandra Crossing
Penis dengan sajian Lympho Granuloma Venereum disertai pembengkakan lipat paha
~ King Gambler
Penis dengan varian ulkus granuloma inguinal alias donovanosis
~ The Towering Inferno
Penis dengan burning sensation a la herpes genital
~ The Return of the Living Dead
Penis dengan persemaian jengger ayam/condyloma acuminata
~ Midnight Express
Penis dengan luka dan scratching a la skabies disajikan malam hari
~ Hair
Penis dengan gaya retro hippies The Flower Generation dengan pedikulosis pubis